Tuesday, May 13, 2014



Lindungi Papua Untuk Indonesia


Perbincangan mengenai Papua Barat memang tidak akan pernah ada habisnya karena beribu sejarah masih banyak yang tersimpan utuh belum diketahui secara pasti oleh para pakar sejarah. Berbagai factor dan kontroversi pun muncul ketika terus-menerus disinggung mengenai berbagai kasus yang terjadi di wilayah bagian timur di Nusantara yang kita cintai ini.

Masih ingatkah kita bagaimana seorang S. Eben Kirksey melakukan ekspedisinya di Papua sebagai bahan acuan terhadap laporan penelitiannya. Pada artikel “Don’t Use Your Data as a Pillow” yang ditulis oleh S. Eben Kirksey sebagian besar pada paragraph bagian akhir selalu menitikberatkan pada kasus BP. Seperti yang kita ketahui bahwa BP merupakan “Beyond Petroleum” yang melakukan pengeksploitasian terhadap lading gas alam yang ada di Papua Barat dna diperkirakan menghasilkan lebih dari $ 198.000.000.000 (Vidal 2008). Terjadinya pertentangan antara warga Papua terhadap pihak koalisi militer Indonesia yang berupaya melakukan penolakan terhadap adanya keberadaan BP. Sebagian besar warga Papua berfikiran bahwa dengan adanya BP hanya akan menghambat Papua untuk mencapai kebebasan.

John O’reilly, salah satu Senior Vice President BP untuk Indonesia mengatakan kepada Kirksey mengenai kasus pembunuhan pejabat polisi CERs yang dilakukan oleh anggota milisi tersebut terjadi dikarenakan sejak adanya pertemuan atau konferensi dengan dirinya atau tidak. Sebenarnya telah banyak usaha yang telah dilakukan oleh para aktivis HAM Papua seperti John Rumbiak dengan cara mencoba memusnahkan proyek gas BP, salah satunya berada di Wasior, salah satu tempat atau wilayah di Papua yang jaraknya 160 Km dari lokasi proyek BP, dan apabila harus ditmpuh sekitar menghabiskan waktu selama dua minggu lamanya untuk dapat sampai ke lokasi (Wasior).

Berbagai pandangan atau tanngapan yang di peroleh oleh Kirksey, semakin membuatnya  penasaran untuk memperoleh informasi lebih dalam. Dan hal tersebut pula yang membuatnya semakin bingung kemudian ia bertemu dengan beberapa orang (tokoh) yang dirasa akan sangat membantunya dalam menyelesaikan penelitiannya di Papua (sejak tahun 1998 hingga 2003). Tokoh-tokoh penting tersebut adalah John O’Reilly, John Rumbiak, Waropen, Dr. Grote, para aktivis HAM Papua lainnya dan beberapa agen militer Indonesia yang terlibat dalam kasus pemberontakan di Papua Barat.

Dalam kasus BP, lagi-lagi perusahaan terbesar BRITAIN’S itu telah membuat marah kelompok-kelompok HAM dengan melibatkan pasukan keamanan Indonesia yang brutal. Kirksey pun harus berupaya keras dalam pengungkapan kasus kriminalitas terhadap pelanggaran HAM yang dilakukan oleh sekelompok Brimob di Papua Barat. Kemudian Kirksey harus melakukan ekspedisi kembali sebelum data-data yang telah didapatkan dilaporkan kepada Jack Grimston, seorang asisten editor kertas asing terhadap salah satu penulisan yang akan diterbitkan di terbitan “The Sunday Times”. Pada suatu saat, Kirksey direkrut ke dalam proyek-proyek yang dimiliki oleh para aktivis HAM yang melibatkan pengacara pula untuk dimintai keterangan lebih lanjut mengenai kasus apa yang sebenarnya terjadi di sana.

Kali ini, saya akan menjelaskan sedikit berkaitan mengenai kasus BP di Papua berdasarkan sumber yang saya dapat (baca: http://www.downtoearth-indonesia.org) menuliskan bahwa sejak tahun 1997, ketika perusahaan Amerika ARCO mengumumkan ditemukannya cadangan gas yang besar di teluk Bintuni, Papua Barat, dan bahwa kecepatan eksploitasi sumber daya alam dipapua telah meningkat tajam. Meskipun ada krisis keuangan Asia, jatuhnya Soeharto dan meningkatnya masalah politik di Papua, maka semakin banyak perusahaan Indonesia dan Asing yang mencari keuntungan dari sumber daya ini. Papua merupakan target utama eksploitasi. Ini adalah konteks bagi proyek LNG tangguh BP, yang terletak di kecamatan Teluk Bintuni dalam Provinsi Papua Barat. Lokasi utama proyek itu adalah di pesisir selatan Teluk Barau, sebelah selatan semenanjung ‘Kepala Burung’ Papua Barat. Batas-batas wilayah itu ditentukan pada tahun 2006 dan terdiri dari II kecamatan dan 97 desa. Luas daerah itu meliputi 18.658 km2, dengan penduduk sebanyak 48.079 orang.

Sejak 1997, DTE (Down To Earth) dan beberapa kelompok lain telah berulang kali menunjukkan rasa keprihatinan dan telah berulang kali pula menunjukan ketidak setjuan terhadap perspektif berkelanjutan hidup proyek BP tersebut, dan menyangkut persoalan HAM, social dan lingkungan hidup yang diakibatkannya.

Pembahasan mengenai kasus BP di atas hanya sebagian kecil. Kali ini mari ingat kembalibagaimana seorang Eben Kirksey terus merekam ucapan dari Waropen yang mengatakan bahwa data bukanlah bantal yang hanya digunakan apabila jika diperlukan sajadan data bukanlah factor utama penentu segala sumber informasi atau sejarah. Kirksey selalu mencoba mencari dat yang akurat yang sesungguhnya terjadi di Papua Barat, dengan melakukan berbagai wawancara dengan sejumlah aktivis HAM seperti Denny Yomaki dan Waropen, juga melalui beberapa pertemuan atau konferensi, dan dengan cara mendengarkan siaran radio yang isinya seputar kasus yang terjadi di Papua Barat.

Berbagai pendekatan lain juga dilakukan terhadap berbagai politik untuk meningkatkan hasil pengetahuan yang nantinya dijadikan sebagai salah satu sumber penguat terhadap penelitiannya. Papua, oh Papua, Indonesia sangat membutuhkanmu. Begitu banyak rahasia yang harus diungkap yang ada di wilayah cantikmu.

Semenjak Papua diberintegrasikan kepada NKRI, seluruh pemimpin atau tokoh-tokoh Papua waktu itu menemukan ada >100.000 warga Papua yang telah dibantai oleh pasukan TNI tau Polri. Maka waktu itu mereka menilai bahwa kasus HAM paling besar di dunia terjadi di tanah Papua. maka dari itu, seluruh komponen tokoh Papua bersatu dan mengadakan suatu musyawarah dan menghasilkan dua agenda pokok, (baca:http://nizar-indonesia.blogspot.com) yaitu:
1.             Menyampaikan hasil keputusan musyawarah kepada Presiden RI B. J Habibie yang isinya meminta pemerintah NKRI untuk membuka suatu dialog Nasional Papua yang difasilitasi oleh NKRI sendiri;
2.             Merencanakan dan mengadakan suatu kongres Papua II 2000  Sebelum kongres 2000, diadakannya suatu dialog (musyawarah besar bangsa Papua) antar pemimpin tokoh-tokoh Papua yang dilaksanakan berdasarkan hasil kesepakatan Foreri.

Pembebasan Nasional rakyat dan bangsa Papua dari penindasan oleh kolonialisme Indonesia, imperialism dan militerisme. Situasi Papua saat ini yang dihadapkan dengan berbagai persoalan dalam berbagai segi kehidupan baik dari aspek ekonomi, pilitik, maupun social dan kebudayaan tidak terlepas dari sejarah perkembangan kehidupan rakyat Papua. jika kita menyimak bagaimana awal pembentukkan bangsa Papua oleh kaum intelektual, Papua pada decade 1960-an tentunya mereka memiliki cita-cita agar rakyat Papua dapat membangun bangsa dan tanah airnya  dengan lebih baik. Akan tetapi usaha pelepasan itu tak dapat terwujud dan akhirnya Papua kembali kepelukan Indonesia. (baca: http://somerpost.wordpress.com)


Dari semua penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa tentunya tidak mudah melawan sistem yang sudah sekian lama menghisap, menindas dan menjajah rakyat Papua untuk segera angkat kaki dari tanah Papua. Butuh persatuan dan uluran semangat warga untuk mewujudkan cita-cita terbebas dari jajahan, dan berusaha menghilangkan sikap ego untuk mewujudkan cita-cita bersama. Dan berkenaan dengan data, yang merupakan sekumpulan informasi yang akhirnya dijadikan sebagai suatu bahan pertimbangan sebelum dibakukan sebagai data permanen.

0 comments:

Post a Comment