Friday, May 30, 2014

Kisah Dibalik Papua
            Ketika memandang setiap kata, kalimat dan paragraf disetiap bacaan, itu cukup melelahkan. Hal ini karena ini bukan baca dengan asal membaca, tetapi menyerap apa yang tertulis diantara baris demi baris, juga antara kalimat demi kalimat. Membaca dengan kalimat per kalimat akan membuat kita tahu “what matter of comprehension”.
            Kegiatan minggu ini sama seperti minggu sebelumnya, yaitu membaca. Artikel yang menjadi sorotan utama yaitu berjudul “Don’t Use Your Data as a Pillow”, oleh S. Eben Kirksey. Papua Barat menjadi titik pusat yang digeluti dalam artikel tersebut. Tentunya, agar dapat memahami betul artikel tersebut, perlu penambahan wawasan dengan membaca dari sumber-sumber lain mengenai Papua Barat.

            Berbicara mengenai Eben, pikiran pun tertuju pada Papua Barat. Kerumitan yang terjadi di sana seperti yang tergambar dalam artikelnya Eben membuat saya bertanya-tanya. Bahkan saya sulit untuk menentukan titik pusat permasalahan yang terjadi di sana. Untuk mengetahui jelasnya mengenai isi artikel tersebut maka akan saya paparkan disetiap paragrafnya.
            Paragraf pertama, yaitu mengenai pesta perpisahan sebagai bentuk penghormatan terhadap Eben. Paragraf kedua, yaitu mengenai penelitian Eben yang awalnya akan meneliti tentang kekeringan dan munculnya pertanyaan dalam benak Eben terhadap Papua yang ingin membentuk pemerintahan baru dan memisahkan diri dari Indonesia.
            Paragraf ketiga, yaitu mengenai pemahaman Eben atas alasan mengapa orang Papua ingin mengambil jalan kemerdekaan. Salah satunya yaitu terjadi serangkaian pembantaian militer Indonesia. Sehingga, militer Indonesia terlibat terlibat dalam genosida. Latar belakang terjadinya pembantaian-pembantaian itu karena banyak terjadi pembunuhan oposisi (anti pemerintah) juga pembantaian yang dilakukan militer Indonesia itu dipicu oleh seseorang yang memberontak menginginkan Papua merdeka maka akan dibunuh oleh TNI militer Indonesia.
            Paragraf keempat, yaitu mengenai Eben yang memuat ulang perjalanan Papua dan mencatat tentang konflik di Ppaua setelah lulus dari beberapa universitas. Eben telah belajar tentang kampanye teror yang dipicu oleh TNI. Setelah melihat tentang hal tersebut, Eben berpikir ulang untuk masalah penelitiannya. Tidak semua tentara menyerang Papua Barat, sehingga ada yang mendukung.
            Paragraf kelima, yaitu mengenai Eben yang diminta untuk bekerja sama dan ditarik untuk bergabung menyelesaikan konflik Papua. Eben diminta untuk meneliti kampanye teror oleh pasukan keamanan Indonesia, caranya dengan mempelajari dimensi budaya kekerasan. Eben berharap penelitiannya membantu rakyat Papua untuk meraih kebebasan.
            Paragraf keenam, yaitu mengenai cerita di pesta yang mana Eben menikmati pesta perpisahannya. Pada saat itu juga pertemuan pertama kalinya Eben dengan Waropen, seorang pakar HAM yang dikenalkan oleh Denny dalam pestanya.
            Paragraf ketujuh, yaitu mengenai latar belakang Waropen yang berasal dari Wasior. Wasior merupakan pusat operasi penyisiran dan penumpasaan (OPP). Eben dan Denny sebelum pesta berlangsung pernah pergi ke Wasior untuk meneliti bahwa ada TNI yang mendukung Papua. Hal ini berarti militer Indonesia ada yang pro Indonesia dan ada juga yang pro Papua.
            Paragraf kedelapan, yaitu mengenai penelitian Eben di Wasior yang begitu sulit. Hal ini karena di sana diawasi secara ketat oleh TNI, sehingga tidak ada yang mau diwawancarai. Kalau ada pun dilakukan di malam hari dan secara sembunyi-sembunyi.
            Paragraf kesembilan, yaitu mengenai kegiatan wawancara Eben yang selanjutnya bersama Denny terhadap dukun terkenal di dekat pegunungan. Dukun itu berbicara tentang penyebab bencana gempa yang terjadi di Jawa dan jatuhnya pesawat yang membawa militer adalah tanggung jawab mereka.
            Paragraf  kesepuluh, yaitu mengenai Eben yang melihat Waropen sebagai sumber penting untuk membantu kesenjangan penelitiannya, karena di pesta Eben menyadari kalau Waropen pernah belajar tentang kepala suku di Wasior.
Paragraf kesebelas, yaitu mengenai Eben yang ingin mewawancarai Waropen dan Eben pun bilang kepada waropen kalau identitasnya akan disembunyikan (anonymous). Tetapi Waropen berkata kalau identitas itu penting, karena dengan adanya identitas, data akan menjadi kuat. Eben pun heran kenapa Waropen ingin dicantumkan identitasnya. Padahal, 350 orang yang telah ia wawancarai itu dianonymous identitasnya.
Paragraf kedua belas, yaitu mengenai sumber anonymous yang Eben lakukan memang saran dari rekan informal dan mentor dari universitasnya. Anonymous berfungsi untuk menghindari omong kosong birokrasi. Eben pun menduga kalau waropen itu ingin menjadi publik intelektual.
Paragraf ketiga belas, yaitu mengenai anynomous yang mana dapat menjaga nama sumber dan menjaga kutipan nama sehingga biar legal. Kekurangannya pun yaitu sumbernya kurang dipercaya.
Paragraf keempat belas, yaitu mengenai perdebatan Eben dan Waropen tentang data yang bisa diandalkan. Waropen melihat Eben sebagai peneliti yang kritis, tetapi ia perlu belajar lebih banyak lagi.
Paragraf kelima belas, yaitu mengenai perbincangan qntqra Eben dan Waropen yang semakin memanas. Eben berkata pastilah HAM identitas itu harus dilindungi. Eben juga melihat dirinya untuk mencoba menjelaskan kenapa para pembaca akan tertarik mengenai kepala suku, meskipun identitasnya disembunyikan pastilah pembacanya tertarik dengan kepala suku tersebut. Waropen pun nyeletuk jangan jadikan datamu sebagai bantal, yang mana bahwa Eben dalam penelitiannya tersebut seolah-olah menempatkan datanya sebagai sandarannya saja. Terus tidur dan kembali ke Amerika. Jangan untuk profesionalitasmu saja.
Paragraf keenam belas, yaitu mengenai Waropen yang di sisi lain memprovokasi Eben untuk ahli dibidangnya yang bisa diandalkan (seseorang yang mengetahui hal yang pasti dan dapat dipertanggung jawabkan). Paragraf ketujuh belas, yaitu mengenai waripen yang bertanya kepada Eben mengenai apa sih tang dinamakan data itu. Waropen mendorong Eben untuk menjadi penulis yang lebih baik lagi.
Paragraf kedelapan belas, yaitu mengenai jurnal yang dibuat Eben dari data yang diperoleh tidak disetujui oleh Waropen. KetikaWaropen tidak setuju, Eben telah mengirimkan beberapa artikelnya mengenai papua barat. Eben menerbitkannya di London. Surat kabarnya bernama Guardian. Waropwn berkata bahwa harus lebih memasukan fakta dan data yang lebih tajam. Perdebatan ini membawa Eben untuk berpikir bahwa orang seluruh dunia harus tahu tentang Papua Barat.
Paragraf kesembilan belas, yaitu mengenai ketika di Wasior dengan Denny, Eben mendengar rumor tentang kekerasan yang berhubungan dengan BP. British Petroleum mengubah citranya menjadi Beyond Petroleum dengan menghabiskan dana lebih dari $ 100 juta. Perubahan ini karena berarti perusahaan tersebut tidak mutlak bergerak dalam pertambangan minyak dan gas tetapi juga energi solar juga. Ini dikarenakan Inggris untuk kebutuhan masa depannya tidak hanya membutuhkan minyak, tetapi juga gas bumi, batu bara dan apa saja yang dapat dijadikan substitusi energi minyak bumi. Diduga mempunyai keuntungan 198 triliun dollar. Proyek ini dilindungi agen militer Indonesiq (pro papua) dengan memprovokasi kekerasan dengan membunuh satu peleton polisi di Wasior oleh milisi member. Adanya keterkaitan antara milisi papua dengan militer indonesia yang pro papua. Dari situ Eben melihat komplek permasalahan di papua dengan memperkirakan:provokator militer, korban polisi, dan papua double agen (pro papua dan pro indonesia) dengan tujuan berjuang menjaga orang-orang yang benar. Sehingga muncul pertanyaan dibenak Eben, yaitu mengapa salah satu cabang pasukan keamanan indonesia menyerang cabang lain? Mengapa OPM berkolaborasi dengan militerindonesia?bagaimana ini berhubungan dengan bp?
Paragraf kedua puluh, yaitu mengenai di wasior Eben berhasil mewawancarai papua double agen (pejuang kemerdekaan) denfan hubungan dugaan militer. Salah satu dari mereka mengakui dirinya membunuh polisi indonesia, dan ia juga mengaku bahwa ia mendapatkan dukungan perbekalan dan pengamatan dari militer indonesia. Dan ia juga mengaku akan dibunuh tni yang murni pro indonesia. Sehingga, eben menyimpulkan bahwa adanya hubungan kekerasan di wasior dengan proyek bp. Dia tahu banyak tentang pasukannya yang bekerja di BP.
Paragraf kedua puluh satu, yaitu mengenai 2 minggu setelah Waropen berkata lakukan lebih dan jangan hanya gunakan data sebagai bantal, Rumbiak (pembela HAM) mengajak Eben bergabung dan menjadi saksi dalam menghadiri pertemuan di markas BP London dengan Dr. Byron Grote (kepala keuangan BP). Mereka ingin protes ke BP.
Paragraf kedua puluh dua, yaitu mengenai tentang kronologi kejadian Rumbiak dan Eben ke markas BP. Mereka tersesat di Inggris sehingga kesulitan menemukan BP dan akhirnyaterlambat 20 menit.
Paragraf kedua puluh tiga, yaitu mengenai cerita Eben dan Rumbiak ketika masuk ke gedung BP. Mereka bertemu dengan O’reilly. O’reilly merupakan wakilnya Dr. Grote di Indonesia (Papua). Dr. Grote dan O’reilly dulunya pernah bekerja di BP di Columbia. Waktu di Columbia pun ternyata BP itu banyak kasus dan banyak ditentang oleh aktivis di sananya. Eben pun gerogi berhadapan dengan Grote dan O’reilly yang mana merupakan orang yang berpengaruh di Eropa.
Paragraf kedua puluh empat, yaitu mengenai Grote yang membuka permintaan untuk jangan merekam kepada Rumbiak. Akan tetapi Rumbiak tidak setuju karena warga Papua menginginkan pembicaraan yang dilakukan di London. Rumbiak mengatakan bahwa kebijakan keamanan BP yang berbasis masyarakat menghasut kekerasan. Bahwa pasukan keamanan Indonesia telah dibayar 80% untuk melindungi perusahaan tetapi BP bohong sehingga melanggar kontrak. Jika terus-terusan seperti itu, perusahaan lain akan ikut-ikutan seperti itu. Sehingga, Rumbiak meminta kontrak keamanan agar tidak ada konflik lagi.
Paragraf kedua puluh lima, yaitu mengenai Grote yang mana berkata kekerasan itu memang tidak baik untuk bisnis. Masyarakat yang terbuka akan menciptakan bisnis yang tumbuh subur. Kalau kita membatalkan proyek ini maka perusahaan lain akan masuk dan tidak akan mengunakan kode etik. Eben pun bertanya-tanya kenapa bahasa Grote itu menggiurkan sekali. Kenapa BP tidak mau melepaskan Papua. Jangan-jangan ada suatu kepentingan.
Paragraf kedua puluh enam, yaitu mengenai Rumbiak yang meminta Eben untuk menjelaskan penemuannya di Wasior. Eben memulai dengan menjelaskan tentang milisi Papua yang mana ketakutan dalam hidupnya. Dia mengaku telah membunuh polisi Indonesia dengan bantuan agen militer Indonesia. Sehingga, polisi menggunakan insiden ini dengan meluncurkan OPP (operasi penyisiran dan penumpasan). Baik polisi dan militer ingin perlindungan kontrak dari BP. Pembunuhan tersebut terjadi ketika O’reilly mengunjungi lokasi proyek gas dengan Richard Gozey, seorang duta besar Inggris.
Paragraf kedua puluh tujuh, yaitu mengenai O’reilly menyanggah pendapat Eben. O’reilly bertanya apakah milisi yang membunuh polisi mengatakan secara jelas bahwa penyerangan bertepatan dengan kunjungannya. Eben pun berkata tidak, karena militer Indonesia yang mengarahkan milisi telah mengirim surat dengan intruksi yang meluncur penyerangan di minggu yang sama ketika O’reilly datang.tetapi tidk menyebutkan orang terkemuka datang. Eben pun merasa gagal menyampaikan penelitiannya.
Paragraf kedua puluh delapan, yaitu mengenai Rumbiak memberikan statement bahwa polisi Indonesia dan militer sering berkompetisi, sehingga terjadi baku tembak sesama aparat. Kemudian, dikaitkan dengan double agent. O’reilly pun berkata bahwa BP itu jaraknya jauh dari Wasior, sehingga mana mungkin ada hubungannya dengan pembunuhan yang terjadi di sana.
Paragraf kedua puluh sembilan, yaitu mengenai Eben yang menjawab bahwa memang jaraknya jauh tapi milisi yang membunuh polisi telah melakukannya dengan berjalan selama 2 minggu dengan berjalan kaki pada Februari 2001. Mereka mengintai base camp kamu. Paragraf ketiga puluh, yaitu mengenai Rumbiak yang meminta Grote untuk memberitahu pemerintah Indonesia untuk membuat yakin pelaku kekrasan di Wasior harus dihukum.
Dapat dilihat kerumitan ang terjadi di Ppaua Barat. Entahlah itu karena nasionalisme, ataukah ekonomi, atau bahkan politik. Yang pasti ini ada kaitannya juga dengan uang. Hal ini karena banyak berbagai pihak melihat Papua sebagai harta karun yang begitu menggiurkan untuk daat dikuras. Sehingga, dengan cara adu domba atau provokasi, pihak tertentu memanfaatkan situasi agar Papua tetap dalam genggamannya.
Adapun permasalahan mengenai BP yang begitu rumit. Bp yang seolah-olah menjadi pahlawan atas kerusuhan yang ia buat sendiri. Yang mana TNI, OPM dan polisi sama-sama meminta perlindungan dari BP. Hal ini begitu aneh. Mengapa mereka meminta perlindungan kepada mereka. Hal yang lebih mirisnya, ketiganya tidak tahu bahwa mereka sama-sama berada diperlindungan BP.
Dapat dilihat BP begitu kuat dan licik menguasai mereka dengan memajukan perusahaannya. BP melakukan provokasi diantaranya ketiganya agar terus terjadi batu hantam diantara ketiganya sehingga perusahaa lain tidak masuk ke Papua dan Papua tetap berada ada genggaman BP.
Kesimpulannya, BP merupakan pelaku yang memnafaatkan keadaan Ppaua Barat, dengan mengadu domba TNI, polisi dan OPM. Mereka pun mau bernaung di bawah BP atas dasar uang. Di sisi lain juga karena BP seolah-olah memberikan perlindungan atas mereka.

0 comments:

Post a Comment