Sunday, May 4, 2014

Penelusuran S. Eben Kirksey Semakin Memanas
          Penelusuran S. Eben Kirksey memanas ketika  dia direkrut sebagai sekutu dan didorong untuk meneliti lebih lanjut mengenai penelitian-penelitiannya. Tidak dipungkiri sebetulnya Eben menaruh rasa simpatik dan empatik yang tinggi terhadap warga Papu yang terletak di Papua Barat. Betapa perjuangannya yang terbilang menghabiskan tenaga, pikiran, financial, dan segala-galanya hanya untuk menguak fakta-fakta konflik yang terjadi di Papua Barat khususnya pada humor proyek gas BP (Beyond Petroleum). Terdapat banyak kisah-kisah yang panas nantinya dapat ditemui pada pembicaraan selanjutnya. Merujuk pada setiap paragraph melanjutkan pembahasan pada minggu lalu yang belum tertuang dalam ramuan class review.
          Diawalai dari paragrap 5: Eben ditarik sebagai sekutu bagi orang Papua. Dia yakin dapat membebaskan teror pasukan keamanan Indonesia, inilah yang akan ditelitinya lagi dalam penelitiannya. Sebelumnya ia mesti mempelajari data-data mengenai dimensi budaya kekerasan. Mengapa selalu ada terror, bila sudah tiada hal ini orang Papua akan merasakan kenyamanan dan ketenangan dalam kerukunan penduduknya. Sebagai bandingannya, di Bali luar biasa tenangnya, mengapa mereka tidak mau merdeka sendiri yaitulah karena ketenangan dan kenyamanannya yang mereka peroleh. Bisa saja Bali melepaskan diri dari Indonesia, namun karena keamanan dan ketentraman di dalamnya, Balai hanya diam dan menikmatinya.
          Paragrap 6: Saat ini masih dalam suasana pesta yang ada di sana adalah Eben, Denny, dan Telys Waropen (anggota Komnas HAM). Kesemuanya setelah pesta selesai dan membersihkannya, mereka mengunyah sirih, yaitu benih pohon palem hijau yang menghasilkan keringanan, serta kesantaian dengungan suasana. Tukar-menukar lelucon yang ada, tukar-pikiran yang selalu menyelimuti malam mereka, nyamuk yang selalu menggoda perbincangan mereka, dan obrolan panas mengenai tuntutan gerakan reformasi di Indonesia.
          Paragrap 7: Sedikit memanas memang, pada saat Eben dan Denny pergi ke tempat asal Waropen di Wasior. Kedua orang ini meneliti lebih lanjut mengenai Papua, disana sedang gencar-gencarnya rumor bahwa agen-agen militer Indonesia diam-diam mendukung milisi Papua. Penelitian itu dilakukan dalam beberapa minggu terakhir Eben dan Denny mengunjungi Wasior.
          Paragrap 8: Bukanlah peranan yang mudah sebagai peneliti yang sejati degan harapan memperoleh  data yang lebih akurat. Eben dan Denny mesti merahasiakan betul narasumber yang mereka peilih, tidak tanggung-tanggung mereka berdua menjalankan wawancara dengan para narasumber di tengah kegelapan malam agar tidak adanya kecurigaan dari para pengawas yang intens. Bukanlah membalikkan telapak tangan yang mereka berdua lakukan, tapi data informasi yang mereka harapkan. Perjuangan yang sangat menantang maut bagi ke-duanya.
          Paragrap 9: Dengan di bawah pengawasan itulah, ke-duanya tidak merasa khawatir dengan apa yang akan terjadi ketika mereka mewancarai dukun Papua dekat dengan pegunungan. Para dukun itu ternyata diyakini sebagai seseorang yang bertanggung jawab untuk menyebabkan gempa di pulau sentral Indonesia Jawa dan untuk menenggak sebuah pesawat yang membawa petinggi militer Indonesia. Ke-dua hal itu layaknya sebuah kekuatan yang dimiliki oleh Papua, mungkin dengan do’a-do’a yang dipanjatkan kepada nenk moyang mereka sehingga bisa menimbulkan ke dua hal tersebut. Kemantapan hati di saat pedukun berdo’alah yang memiliki kekuatan yang dahsyat tiada tara.
          Paragrap 10: Beberapa minggu kemudian, Eben melihat bahwasannya Tely Waropen telah mempelajari dukun Wasior untuk tesisnya di sebuah Universitas Lokal. Nah, ini adalah kesempatan emas bagi Eben untuk mewancarai Waropen mengenai dukun Wasior tersebut. Data selalu diagung-agungkan bagi si pencari (peneliti) yang murni dan setia. Waropen adalah narasumber yang tepat bagi Eben.
          Paragrap 11: Eben menginginkan penjelasan yang mendetail dari Waropen, namun disisi lain Wropen menanyakan mengenai data yang telah Eben kumulan yang berbentuk anonym. Ada perrtanyaan lain dari Waropen, “tidakkah datamu (Eeben) akan lebih kuat bila diambil dari sumber-sumber yang dipercaya?” selama wawancara yang Eben lakukan kurang lebih dari 350 wawancara berbahsa Indonesia dengan politis Papua, korban kekerasan, thanan politik, pejuang gerilnya, aktivis HAM, dan pemimpin adat. Namun, dengan pernyataan Waropen, Neben merasakan nilai penelitiannya tenggelam ke dalam ususnya. Ironic bukan.
          Paragrap 12: Walaupun Eben mendapatkan pertanyaan dari Waropen seperti itu (yang diungkap diatas), Eben mendapakan dukungan penuh dari rekan-rekannya, sehingga pada akhirnya ia mampu menjaga data-data anonymnya itu dengan menghapus identitasnya. Dalam catatan Eben, orang-orang Papua termasuk Waropen ingin dikenal dan diakui sebagai intelektual public. Kehidupannya memang dipertaruhkan berada di Papua untuk mencari sumber-sumber anonym tersebut. “Menjaganya bukanlah hanya sarana untuk meghindari omong kosong bisrokasi.” katanya.  Peneliti yang setia pasti akan memberikan segala-galanya, tenaga, pikiran, uang, dan lain sebagainya.
          Paragrap 13: Sumber anonym dipandang dengan rasa kecurigaan dan misteri oleh pembaca surat kabar dan majalah. Mungkin disebabkan tidak adanya identitas dari siapa sumber itu didapat. Para jurnalis dan editor biasanya menggunakan satu set pedoman untuk menetukan kapan harus menggunakan sumber anonym. Mungkin pada saat penulis ingin menceritakan sesuatu yang tidak dapat dibicarakn di depan umum atau dicatat. Selain itu, peranan penting bagi para jurnalis dan penerbit untuk melindungi diri dalam gugatan pencemaran nama baik. Setelah praktik etnogrfilah Eben baru mendekati wawancara dengan menggunakan sumber anonym.
          Paragrap 14: Eben sedikit memberikan pencerahan bagi Wropen yang ia anggap sebagai sekutu yang potensial. Keinginan Waropen adalah ia ingin melihat anggota pasukan keamanan dituntut di pengadilan Indonesia. Jadi memang ada rumor rasa takut bagi Eben untuk mengumpulkan data-data yang ada di Papua Barat tersebut, bahkan oleh Waropen bahwa rumor membantu menghasilkan terror. Jadi tidak ada yang mudah begitu saja untuk diperoleh. Hal ini layaknya penyelam lautan yang ingin mencari mutiara di dasar lautan gelap gulita yang dipenuhi berbagai bahaya yang ada.
          Paragrap 15: Sekarang percakapan mulai lebih memanas, setelah Eben menjelaskan keabsahan penelitiannya kepada Waropen, ia bertiduran dengan sikutnya, dan mendengarkan perkataan dari Waropen bahwa jangan gunakan data Anda sebagai bantal dan pergi tidur ketika Anda kembali ke America. Waropen bersikeras lagi dan mengatakan bahwa jangan hanya menggunakan ini sebagai jembatan untuk peluang professional Anda sendiri. Ada secarik kesimpulan yang begitu tajam lancipnya, yaitu keinginan Waropen agar Eben tidak hanya menyia-nyiakan data-datanya hanya sebatas ia menjadi seorang yang lebih professional, namun dia ingin  agar Eben pun memberikan sesuatu yang luar bisa untuk orang-orang Papua itu sendiri. Jangan sia-siakan datamu.
          Paragrap 16: pada paragraph ini Waropen selalu memprovokasi Eben menjadi seorang ahi regional yang handal. Bannyak antropolog budaya dimengerti waspada tentang menggunakan penelitian ereka untuk berbicara dengan kekuasaan.
          Paragrap 17:Waropen selalu mengingatkan apa yang dimaksud dengan data dalam antropolog budaya. Lebih baik, otoritatfi, dan penerjemah.
          Paragrap 18: ada kebimbnagan bagi Eben mengenai datanya yang diterbitkan melalui artikel-artikelnya, dan ditantang agar lebih menggunakan data-data pada fakta. Eben sulit untuk membawa Papua ke kursi global. “apakah tepat data ini dibagikan khal layak.
          Paragrap 19:mengenai BP (british petroleum) atau juga (beyond petroleum) menghabiskan dana 100. Perusahaan ini mengekplotasi lading gas alam.
          Paragrap 20: Eben berhasil mengamanakan wawancara dengan dobel-agen. Adanya kekerasan di Wasior untuk proyek BP.
          Paragrap 21: Ada anggapan dari Waropen bahwa Eben hanya menggunakan data di Papua sebagai bantal. John Rumbiak mengundang Eben agar mau ikut serta rapat mengenai BP . JADI Eben dapat menjabarkan tentang kekerasan yang ada di Wasior.
          Paragrap 22: adanya keterlambatan kedatangan Eben di rapat itu sekitar 20 menit, karena tersesatnya Eben dalam perjalanan.
          Paragrap 23: adanya pengawasan dari keamanan yang ketat, sehingga pada akhirnya bertemu dengan CFO Brayen Grote dan John O’Reily.
          Paragrap 24: jadi menurut Rumbiak, selalu adanya kekerasan di BP sebelum adanya kontark keamanan kepada masyarakatnya.
          Paragrap 25:adanya keinginan yang kuat dari Dr Grote untuk mengembangkan lading gas. Terbesit dalam benak Eben bahwa mungkinkan akan menyampingkan militer Indonesia di Papua Barat. (sebagai kekuatan)
          Paragrap 26: permintaan Rumbiak agar Eben hadir dalam pertemuan, Eben menjelaskan tentang serangkaian acara yang sangat rumit.
          Paragrap 27: dalam paragrap ini, Eben sedang membicarakan kunjungan O’Reilly yang mana dia menantang kredibilitas si Eben. Di akhir kalimat eben berkisah bahwa dirinya gagal membuat kerumitan para actor dan peristiwa-peristiwa yang dapat dibaca.
          Paragrap 28: ada hal menarik bahwa John Rumbiak mencoba untuk ikut campur dengan menyedikan kontek yang lebih bahwa tentara dan polisi Indonesia seringkali dalam kompetisi yang ganas selama sumber daya. Kemudian diakhir O’Reilly mengatakan “bahwa kita tidak membaca apa yang terjadi di Wasior sebgai tanda.”
          Paragrap 29: menggambarakan pada wawancara si Eben yang lain, ia membalaskan bahwa “Wasior adalah sebuah perjalanan dua minggu dari lokasi mu (O’Reilly). Para anggota wamil yang sama telah membunuh petugas polisi berjalan di jarak ini pada Februari 2001 untuk melakukan pengintaian dekat bes kemp kamu (O’Reilly).
          Paragrap 30: Dr. Grote terlambat dalam pertemuan kali ini, ketika orang-orang yang berkumpul tergesa-gesa menyimpulkan , Rumbiak pun membuat sebuah permintaan yang khusus: “gunakan pengaruhmu dengan pemerintah orang Indonesia untuk menolong membuat kepastian bahwa pelaku kekerasan di Wasior dituntut.”
          Paragrap 31: namun keputusan yang dibuat oleh Rumbiak direspon tidak searah dengan apa yang diungkapkan John O’Reilly, karena mungkinkah kita mendekati kekuasaan orang Indonesia dengan bukti-bukti pada kasus ini.
          Paragrap 32: kemudian pada kali ini Rumbiak meminta Eben untuk pergi ke masyarakat dengan penemuan-penemuannya dari Wasior. Yang nantinya inginnya si Eben penemuannya itu dapat dituangkan dalam The Sunday Times.
          Paragrap 33: Jack Grimston, seorang asisten pengedit asing sebuah paper, mengajak Eben untuk menulis bersama sebuah artikel. Namun setelah wawancaranya, ternyata ia membutuhkan sebuah nama yang telah Eben wawancarai. Dengan berat dan tulus, Eben menyatakan ketidak sanggupannya menuliskan nama dalam transkrip wawancaranya itu.
          Paragrap 34: tiga hari kemudian Grimston dan Eben menggunakan telfon mencoba untuk menegaskan kelengkapan kerjasama BP dengan kekuasaan keamanan.
          Paragrap 35: Grimston dan Eben mengurangi kerumitan para actor dan kejadian-kejadian yang telah Eben pelajari Selama kerja lapangannya ke dalam beberapa paragraph yang jelas. di sini pun Eben membantu transformasi apa yang Donna Haraway panggil pengetahuan yang dilokasikan kedalam sebuah pandangan  dari tidak di manapun. Eben pun menjadi “The Sunday Time”.
          Paragrap 36: pekerjaan penerjemaha si Eben dalam bagiannya cocok dengan proyek Haraway: dia menantang kita untuk menerjemahkan pengetahuan diantara sangat berbeda dan kekuatan perbedaan komunitas. di paragraph ini pun ada gambaran perseketuan timbul dari perkumpulan orang Papua, baik itu para siswa,  penduduk, dan pendorong hak asasi manusia ingin melihat proyek BP dihentikan. Kemudian ada beberapa hal yang hilang dari artikel di The Time Sunday seperti sebuah laporan lengkap mengenai cercaan atau makian hak asasi manusia yang mengerikan di Wasior, konteks yang lebih luas mengenai pergerakan kemerdekaan Papua, dan orang Papua berlomba dalam berpandangan tentang gas proyek BP.
          Paragrap 37: tidak adanya ucapan selamat untuk Eben atas penulisan artikelnya dalam The Sunday Times oleh Telys Waropen. Dan pada akhirnya Eben tidak dapat merespon tuntutan si Waropen bahwa Eben mesti menamai orang Papua dalam sumbernya. Jadi ada tuntutan untuk memberikan nama orang Papunya yang telah ada dalam sumber. Sehingga nantinya pengedit The Sunday Time dapat menerima tulisannya.
          Paragrap 38: Dewan Presidium Papua yang dibentuk oleh congress, menerima uang dari BP untuk akomodasi (bantuan), transportasi, dan pertemuan tempat kejadian kejahatan.(Richard 2000:14-16). Di sini sebetulnya pergerakan kemerdekaan Papua menerima uang dari BP, tampak jelas bahwa BP pun mendukung agar Papua merdeka.
          Paragraph 39: sekarang Eben tertarik pada percekapan mengenai BP dengan anggota Dewan Presidium Papua. Radio BBC Pelayanan Dunia telah memiliki jadwal wawancara dengan Eben tentang komunitas BP berdasarkan kebijakan keamanan. Ia pun belajar mengenai Victor Kaisiepo seorang aktivis kemerdekaan Papua yang telah lama hidup dalam pengasingan di Netherlands, percakapan mengenai hal ini aka disiarkan langsung dalam radio BBC.
          Paragrap 40: dalam paragraph ini Eben segera menyimpulkan fakta-fakta mengenai agen militer Indonesia pada saat pertunjukan radio dimulai yang mana para agen itu telah menimbulkan kekerasan dekat lokasi proyek BP. Namun di sisi lain Eben merasa sulit dengan tantangan si Kaisiepo yang mengatakan bahwa “Orang Papua sebagai masyarakat memiliki hak untuk berkembang.” Ada keinginan dari Kaisiepo untuk terus meneruskan proyek gas BP untuk perkembangan tadi. Jadi sulit bagi Eben untuk menggambarkan pandangan para aktivis Papua yang melawan proyek gas BP agar dihentikan.
          Paragrap 41: Di sini Kaisiepo menganggap Eben sebagai Napi atau teman. Dia mengatakan bagaimana komunitas Internasioanl memaksa tentara kembali ke asrama mereka dan menghentikan semua hasutan ini. Sebetulnya ada keinginan besar bagi Kaisiepo untuk meneruskan proyek gas BP in, namun dengan ketentuan yang terbilang tidak mudah kekerasan militer harus dihentikan. Secara tersirat Kaisiepo berkata pada Eben “Pada hal ini, sekurang-kurangnya, kita dapat bekerja bersama-sama.” Praktek persekutuan, seperti konfrontasi, dapat menghasilkan kesadaran hubungan kuat yang mendasari pengiriman pengetahuan melintasi budaya daerah. (Clifford 1997:182)
          Paragrap 42: banyak orang Papua mencari-cari Eben sebagai sekutu, yang mana John Rumbiak dan berkumpulan orang Papua yang dekat mendorong saya untuk meneliti kerjasama antara Dewan Presidium Papua dan pemimpin-pemimpin kemerdekaan yang terkemuka lainnya. Di sini Eben bersukutu dengan golongan kemerdekaan yang khusus.
          Paragrap 43: para aktivis hak asasi manusia merekrut Eben kedalam proyek dan pembelaan mereka sendiri membawanya untuk menemui masyarakat yang sebelumnya tak terpikirkan oleh Eben sebagai perseutuan yang potensial. Dalam pertemuan sering melibatkan pertanyaan-pertanyaan spesifik dan permintaan-permintaan untuk dilakukan.
          Paragrap 44: kisahnya Eben ketika banyak mencurahkan waktunya untuk menerjemahkan laporan-laporan hak asasi manusia berbahasa Indonesia disertai harapan yang penuh pekerjaannya dapat dibaca oleh petugas pemerintah. Eben pun menuliskan berita-berita ringan untuk elektronik yang disalurkan kepada golongan kecil penyokong internasional yang mana secara active kampanye mengenai Papua Barat.
          Paragrap 45: banyak para sarjana yang menjadi pembela untuk anggota pribumu yang mereka kaji. Contohnya Charles Hale, ia menggunakan pengumpulan bentuk data yang teliti, cara menganalisis kasus, computer  baru berdasarkan kartografi program (berkaitan dengan pembuatan peta) untuk membantu kesungguhan politik yang lemah.
          Paragrap 46: Sandra Harding menuliskan bahwa “lebih jauh lemahnya sebuah strategi untuk memaksimalkan objektivitas hasil-hasil penelitian yang mana empiris inginkan” (1996:241) dan ia menambahkan juga bahwa menghasilkan klaim yang lebih kuat pada pengetahuan dari pada klaim itu dipandu oleh kenetralan hasil khayalan.
          Paragrap 47: si Eben selama penelitian dan penulisan mencoba menjaga panduan pertanyaan-pertanyaan yang membuka untuk merundingkan kembali dengan para intelektual orang Papua yang mencari-cari Eben sebagai sekutu.
          Paragrap 48: untuk Sandra Harding sudut pandang teori-teorinya adalah dalam perlawanan langsung kepada “Tipuan Tuhan” (Harding 2004: 128).
          Paragrap 49: dalam menciptakan sebuah antropologi yang mana adalah siap untuk berhenti pada diri, kita seharusnya menyiapkan untuk menghadapi banyak tuntutan arahan untuk pertanggungjawaban. Dari pelapor yang membantah, dari hukum fitnah, dan dari sebuah bacaan public yang mana menginginkan bentuk-bentuk narrative khusus.
          Paragrap 50: Eben menyelesaikan essai ini pada November 2007 dia melihat melalui minggu-minggu akhir menyempurnakan gelar Ph.D. disertasi, dan mewakili untuk meninjau ulang naskah sebagai buku. Si Eben pun menyulap banyak genre dan bentuk-bentuk narrative: cerita perumpamaan pribumi, realism kiasan, etnografi, sejarah lisan, dan tentang riwayat singkat. `orang Papua berimajinasi masa depan-masa depan yang mengejutkan. Runtutan-runtutan kejadian yang tidak diharapkan, penuh harapan impian-impian boleh menghasilkan kemungkinan-kemungkinan politik yang timbul secara baik.
                Jadi bagaimana peran BP? Kesan awal ketika BP sepenuhnya dibangun untuk kesejahteraan, mengalirkan uang ke masyarakat sekitar, dan mempekerjakan mereka semua sebagai pertaruhan atas dasar hak asasi manusia. Ketergantungan Rakyat papua pada BP ini sangat tinggi. Akan ada masalah ketika pekerjaan berakhir. Akan ada degradasi ekonomi dan psikologis.
          Hal tersebut nyata saja terjadi. Ketika proyek BP semakin meningkat dan berkembang, dan orang-orang luar papua (Pendatang) telah membanjiri daerah, maka konflik antara masyarakat lokal dan pendatang sudah mulai. Para migran [dari seluruh Indonesia] telah datang ke daerah tersebut untuk mencari pekerjaan, dan tinggal. Ada sekitar 1.500 jiwa di desa Babo dan 1.200 jiwa di Bintuni dan Mereka adalah mayoritas penduduk asli di desa tersebut.
          Lapangan gas BP Tangguh, diyakini pada akhirnya bernilai lebih dari £ 100 milyar untuk BP dan pemerintah Indonesia, merupakan salah satu yang terbesar di dunia yang dikenal sebagai "Super Raksasa", itu dikontrak untuk menyediakan gas untuk Cina, Meksiko dan Amerika Serikat, dan harus berlangsung 30 tahun.
          Dari pada itu, imbasnya adalah ketika orang-orang tidak diizinkan untuk menangkap ikan atau udang di zona eksklusif yang ditetapkan oleh BP. Semakin banyak migran yang datang karena tanaman. Ada inflasi yang sangat tinggi karena ada banyak uang di sekitar. Jumlah penduduk setempat dari Bintuni yang bekerja di proyek ini sangat rendah. Orang Papua lokal tidak pernah direkrut sebagai anggota penuh. 
          Jadi dapat disimpulkan bahwa di satu sisi orang Papua ingin sebetulnya menghentikan proyek gas BP tersebut, dan di sisi yang lain orang Papua ingin agar proyek ini tetap berjalan terus, namun dengan menghentikan kekerasan militer. Dikatakan secara implicit oleh Viktor Kaisiepo bahwa “Pada hal ini, sekurang-kurangnya, kita dapat bekerja bersama.” Sungguh luar biasa dirinya yang diliputi keberanian yang tak kunjung henti dan habis. Semua itulah kisah memanas yang dialami oleh S. Eben Kirksey hingga bertemu dengan orang-orang yang luar biasa seperti Viktor Kaisiepo, Tellys Waropen, John Rumbiak, dan lain-lain. Thank you.


0 comments:

Post a Comment