Monday, May 26, 2014

11:35 PM




9th Class Review
 
Hari-hari terus berlalu dan masa-masa terberat kita sebentar lagi pasti akan berakhir. Kita telah melewati perjalanan yang sangat panjang, dimana ini merupakan pertemuan yang ke-10. Perasaan letih, lesu, lemas, dan lain sebagainya pasti telah banyak dirasakan oleh para mahasiswa dan mahasiswi yang mengikuti mata kuliah writing 4 ini. Meskipun pada minggu sebelumnya kita banyak mendapatkan freetime.
Dalam perjalanan kita ini serta usaha keras kita selama ini, bukan tidak mungkin bahwa kita tidak akan mendapatkan apa-apa. Sekalipun letih, lesu, lemas menghampiri, sedikitnya kita telah mendapatkan suatu pengalaman belajar yang istimewa, karena telah dibimbing oleh Mr. Lala Bumela. Banyak para senior class kita yang ternyata iri terhadap angkatan kita.
Pada pertemuan kali ini lebih mengutamakan pemahaman kita terhadap suatu teks. Untuk itu dipertemuan kali ini Mr. Lala Bumela memerintahkan kepada para mahasiswanya untuk membentuk sebuah group seperti pada pertemuan sebelumnya. Setelah semuanya bergabung dengan groupnya masing-masing, barulah kita diperintahkan untuk mendiskusikan teks tentang penelitiannya Eben Kirksey mengenai Papua. Kemudian seperti biasa, Mr. Lala akan berkeliling menandatangani passport (logbook) kita masing-maisng dan menanyakan atau mengetes apa saja yang sudah kita pahami tentang teks tersebut.
Sebelumnya beliau memerintahkan untuk mencari apa itu BP? Dan apa sebenarnya konflik yang ada di Papua tersebut, jangan-jangan masalah yang ada di Papua itu hanyalah masalah ekonomi saja. Setelah ditelusuri, ternyata banyak sekali media massa yang mengarahkan pada kejelekan Indonesia. Indonesia dianggap telah memarjinalkan rakyat Papua dari segi ekonomi, kemudian tentang perlakuan aparat militer Indonesia terhadap rakyat Papua, tentang bagaimana tanah-tanah adat yang dijadikan sebagai lahan investasi, bagaimana lapangan pekerjaan yang ada hanyalah PNS dan buruh perusahaan milik negara-negara imperialis, bagaimana minimnya tenaga guru dan prasarana pendidikan di daerah-daerah pelosokdan tentu masih banyak lagi persoalan lain yang telah membelenggu masyarakat Papua. Seperti itulah media massa memperlakukan kita dengan berbagai informasi yang terkadang menjatuhkan kita sebagai orang Indonesia.
Berikutnya mengenai BP. BP (British Petroleum) di Indonesia adalah investor asing terbesar yang bergerak dalam bidang minyak bumi. British Petroleum juga merupakan sebuah perusahaan minyak bumi yang bermarkas di London yang merupakan salah satu dari empat besar perusahaan minyak diseluruh dunia. British Petroleum juga memproduksi berbagai macam produk oli seperti Castrol.
Lantas ada apa dengan kasus British Petroleum tersebut? Apa yang telah dilakukan oleh pihak yang terlibat dalam konflik tersebut. Pihak yang terlibat dalam konflik tersebut harus saling cerdik dalam menutupi keburukan mereka dengan berbagai cara dan spekulasi agar tidak menjadi pihak yang kalah. Konflik yang terjadi tersebut melibatkan militer dan polisi Indonesia, serta rakyat Papua, yang telah berlangsung cukup lama.
Konflik ini diawali oleh pembukaan sebuah perusahaan minyak asal Inggris yang membangun tambangnya di Papua yang terkenal dengan nama BP (British Petroleum). Ketika rakyat Papua mendengar akan hal tersebut, mereka marah melihat tanah mereka dieksploitasi dan lagi-lagi oleh pihak asing, sedangkan dari pihak militer dan polisi malah menganggap pembukaan perusahaan asing di tanah Papua tersebut akan menjadi pemasukan tambahan bagi mereka. Hingga akhirnya polisi dan militer saling berlomba-lomba menyusun siasat agar perusahaan tersebut memilih mereka sebagai pasukan pengaman pertambangan dan tentu dengan kontrak yang lebih tinggi.
Tak diduga dari pihak militer, mereka mempunyai siasat buruk terhadap pihak polisi secara brutal di dekat perusahaan pertambangan, sehingga dari pihak BP Menganggap bahwa telah terjadi ketidak amanan yang tidak biasanya.setelah kejadian tersebut militer datang kepada perusahaan pertambangan dengan menawarkan sebuah kesepakatan.
Pihak militer telah membuat pernyataan yang palsu. Militer menyatakan bahwa Papua sangatlah tidak aman, banyak para pemberontak yang tengah bersembunyi di dalam hutan yang suatu saat mereka akan menyerang. Pembantaian polisi pun ditujukan kepada masyarakat Papua sebagai pihak yang harus bertanggung jawab. Militer pun kemudian menawarkan diri agar dikontrak sebagai pasukan pengaman dengan harga atau upah yang tinggi. Melihat bahwa keamanan merupakan faktor yang penting khususnya bagi perusahaan, sehingga pihak BP menyetujui penawaran militer tersebut.
Teror dan penyerangan yang terjadi di Papua, membuat John O’reilly (wakil presiden BP Indonesia) merasa takut, karena ia mengira bahwa akan ada penyerangan yang dilakukan anggota milisi yakni yang membunuh polisi. Di hari yang sama saat kedatangannya di Papua, namun Eben Kirksey menyanggahnya bahwa militer Indonesia telah menginstruksikan untuk melakukan serangan di minggu yang sama pada kedatangan O’reilly.
Selama pertemuan dengan O’reilly ternyata gagal membuat keadaan menjadi kompleks. Melihat hal tersebut, Rumbiak mencoba menengahi dengan memberi informasi tentang militer Indonesia dan polisi. Mereka selalu dalam pertarungan kekuasaan dan masing-masing saling berlomba-lomba memperebutkan kontrak keamanan. O’reilly ingin mengetahui yang sebenarnya tentang hubungan DPP di Wasior dengan proyek BP. Hal tersebut layaknya sebuah teror, ia tidak dapat memperkirakan tanda dari kejadian tersebut. Padahal tempat BP dari Wasior cukup jauh dan sulit ditempuh karena terhalang barisan gunung serta medan yang sempit. Eben Kirksey mencoba menjelaskan tentang waktu yang ditempuh dari Wasior ke BP, dengan memberi contoh dari kejadian di tahun 2001. Saat itu milisi membunuh polisi dijarak yang telah dijelaskan oleh Kirksey. Dalam rangka mengumpulkan penyelidikan tersebut, Dr. Grote yang bekerja sama dengan BP menginginkan Kirksey untuk menggunakan pengaruh datanya pada pemerintah Indonesia, untuk mencoba menelusuri siapa sebenarnya dalang dari kejahatan di Wasior ini, agar pelakunya segera dituntut dan dikenai hukuman. Namun Eben Kirksey merasa pesismis dengan sejumlah data yang dimilikinya, ia menganggap bahwa bukti dan fakta tersebut belum cukup. (2009, 153).
Setelah berlangsung cukup lama, BP baru merasakan kejanggalan pada pasukan militer. BP menyadari bahwa telah terjadi pemerasan yang dilakukan oleh pihak militer pada perusahaan pertambangannya. Hingga akhirnya pihak BP mengundang para pejuang HAM Papua ke kantor pusat perusahaan tersebut yang bertempat di London. Disana pihak BP kemudian menceritakan semua keburukan militer, termasuk kasus pembunuhan terhadap polisi.
Selain itu Eben Kirksey dalam pertemuannya bersama petinggi-petinggi negara di kantor pusat BP, mereka menemukan rahasia bahwa BP sudah siap untuk tidak menggunakan jasa pengaman Indonesia. Kemudian Eben Kirksey akan bekerja sama dengan The Sunday Times (surat kabar terbesar di Inggris) untuk mempublikasikan hasil penelitiannya. Grimston (asisten editor asing) sangat tertarik dengan penelitiannya Kirksey, termasuk tentang pembunuhan polisi. Dia pun menginginkan agar double-agents tersebut dipublikasikan namanya, namun Kirksey tetap menolaknya. Eben Kirksey tahu nasib double-agents akan dalam bahaya jika ia mencantumkan namanya. (2009, 153-154).
Dalam menghadapi kasus tersebut, John Rumbiak selalu memberikan support terhadap Eben Kirksey. Ia memberikan informasi tentang data-data dan penelitiannya, baik dalam hal informasi Papua, bahkan wilayah kajian yang harus Kirksey gali lebih dalam lagi. (2009, 149-150). Rumbiak juga sependapat dengan Grimston untuk mempublikasikan nama narasumber, namun Kirksey tetapa menjaganya, karena ia tahu narasumbernya akan menjadi incaran para militer. Hal itu juga dikarenakan ia mengetahui banyak rahasia tentang militer. (2009, 148 dan 151).
Penelitian-penelitian Eben Kirksey didukung oleh berbagai pandangan tentang pengetahuan. Salah satunya yaitu ia membuktikan pendapat Donna Harraway yang mengatakan bahwa pengetahuan terletak pada sudut pandang dari sekarang. Hal tersebut terbukti dari penelitiannya tentang antropologi Papua. Dimana struktur informasi terpinggirkan atau kurang ke dalam bentuk reportase yang bernilai global. Hal tersebut sebagai bentuk berubahnya sudut pandang si peneliti dengan cara masuk dan melihat langsung ke dalam objek yang bersangkutan. (CF. Nagel 1986 : 67/2009, 154).
Penelitian menerjemahkan Eben Kirksey sama dengan pendapat harraway, yakni bagaimana kita menerjemahkan pengetahuan dari banyak perbedaan dan perbedaan kekuatan massyarakat. Hal tersebut sama seperti objek outoritas Kirksey dan kredibilitasnya dalam dunia sosial, dimana orang Papua dilarang masuk pada wilayahnya sendiri. Berbagai koalisi muncul dari berbagai kelompok mahasiswa Papua, aktivis lingkungan dan aktivis HAM. Mereka semua menginginkan agar proyek BP berhenti di tanah Papua. Keberhasilannya tersebut membuatnya terfikirkan tentang fakta-fakta yang ia nyatakan dalam penelitiannya. Menurutnya fakta-fakta tersebut mungkin akan bermanfaat bagi pemerintah Indonesia untuk mendapatkan keadilan, bagi pelanggar HAM di Wasior. Eben Kirksey pun tetap menjaga narasumbernya dengan tidak mencantumkan nama mereka (2009, 154-155).
Stelah pihak BP melaporkan kejanggalan dari pihak militer, disisi lain BP dihadapkan oleh sejimlah kasus pada perusahaannya. BP dianggap telah ingkar janji terhadap rakyat Papua yang mana BP berjanji akan memberikan kemakmuran bagi rakyat Papua, seperti mendirikan rumah yang lebih baik, pekerjaan jangka panjang, serta perlindungan penuh terhadap lingkungan. Tetapi dikarenakan gas yang mengalir, kepala desa kini mengeluh pahit bahwa perusahaan telah mengingkari perjanjian. BP juga telah melarang orang Papua pergi melaut dan tidak diizinkan menangkap ikan atau udang di zona eksklusif yang ditetapkan oleh BP.
Pihak BP tidak tinggal diam menanggapi hal tersebut di atas, mereka mengatakan hal-hal sebagai berikut:
1.      Menyangkal adanya kerusakan lingkungan di tanah Papua.
2.      Pihak BP terikat aturan tentang jumlah pekerjadari Papua.
3.      Tenaga konstruksi sebanyak 30% berasal dari Papua, sebagai lapangan pekerjaan untuk mereka yang berjangka panjang.
4.      BP lebih memprioritaskan desayang terkena dampak.
Jadi dapat disimpulkan bahwa antara BP dan pihak militer sama-sama terlibat sebuah kasus, namun mereka saling cerdik dalam menutupi keburukan mereka. Secerdik-cerdiknya mereka menutupi kasusnya pasti akan terbongkar juga. Banyak masyarakat Papua yang kontra dengan adanya proyek BP, karena sebagian menganggap telah diingkari, meskipun begitu ada saja yang menganggap BP sebagai kawan demi kepentingan semata.

0 comments:

Post a Comment