Lindungi Papua
Untuk Indonesia
Perbincangan mengenai Papua Barat memang
tidak akan pernah ada habisnya karena beribu sejarah masih banyak yang
tersimpan utuh belum diketahui secara pasti oleh para pakar sejarah. Berbagai
factor dan kontroversi pun muncul ketika terus-menerus disinggung mengenai
berbagai kasus yang terjadi di wilayah bagian timur di Nusantara yang kita
cintai ini.
Masih ingatkah kita bagaimana seorang S.
Eben Kirksey melakukan ekspedisinya di Papua sebagai bahan acuan terhadap
laporan penelitiannya. Pada artikel “Don’t Use Your Data as a Pillow” yang
ditulis oleh S. Eben Kirksey sebagian besar pada paragraph bagian akhir selalu
menitikberatkan pada kasus BP. Seperti yang kita ketahui bahwa BP merupakan
“Beyond Petroleum” yang melakukan pengeksploitasian terhadap lading gas alam
yang ada di Papua Barat dna diperkirakan menghasilkan lebih dari $
198.000.000.000 (Vidal 2008). Terjadinya pertentangan antara warga Papua
terhadap pihak koalisi militer Indonesia yang berupaya melakukan penolakan terhadap
adanya keberadaan BP. Sebagian besar warga Papua berfikiran bahwa dengan adanya
BP hanya akan menghambat Papua untuk mencapai kebebasan.
John O’reilly, salah satu Senior Vice
President BP untuk Indonesia mengatakan kepada Kirksey mengenai kasus pembunuhan
pejabat polisi CERs yang dilakukan oleh anggota milisi tersebut terjadi
dikarenakan sejak adanya pertemuan atau konferensi dengan dirinya atau tidak.
Sebenarnya telah banyak usaha yang telah dilakukan oleh para aktivis HAM Papua
seperti John Rumbiak dengan cara mencoba memusnahkan proyek gas BP, salah
satunya berada di Wasior, salah satu tempat atau wilayah di Papua yang jaraknya
160 Km dari lokasi proyek BP, dan apabila harus ditmpuh sekitar menghabiskan
waktu selama dua minggu lamanya untuk dapat sampai ke lokasi (Wasior).
Berbagai pandangan atau tanngapan yang
di peroleh oleh Kirksey, semakin membuatnya penasaran untuk memperoleh informasi lebih
dalam. Dan hal tersebut pula yang membuatnya semakin bingung kemudian ia
bertemu dengan beberapa orang (tokoh) yang dirasa akan sangat membantunya dalam
menyelesaikan penelitiannya di Papua (sejak tahun 1998 hingga 2003).
Tokoh-tokoh penting tersebut adalah John O’Reilly, John Rumbiak, Waropen, Dr.
Grote, para aktivis HAM Papua lainnya dan beberapa agen militer Indonesia yang
terlibat dalam kasus pemberontakan di Papua Barat.
Dalam kasus BP, lagi-lagi perusahaan
terbesar BRITAIN’S itu telah membuat marah kelompok-kelompok HAM dengan
melibatkan pasukan keamanan Indonesia yang brutal. Kirksey pun harus berupaya
keras dalam pengungkapan kasus kriminalitas terhadap pelanggaran HAM yang
dilakukan oleh sekelompok Brimob di Papua Barat. Kemudian Kirksey harus
melakukan ekspedisi kembali sebelum data-data yang telah didapatkan dilaporkan
kepada Jack Grimston, seorang asisten editor kertas asing terhadap salah satu
penulisan yang akan diterbitkan di terbitan “The Sunday Times”. Pada suatu
saat, Kirksey direkrut ke dalam proyek-proyek yang dimiliki oleh para aktivis
HAM yang melibatkan pengacara pula untuk dimintai keterangan lebih lanjut
mengenai kasus apa yang sebenarnya terjadi di sana.
Kali ini, saya akan menjelaskan sedikit
berkaitan mengenai kasus BP di Papua berdasarkan sumber yang saya dapat (baca: http://www.downtoearth-indonesia.org)
menuliskan bahwa sejak tahun 1997, ketika perusahaan Amerika ARCO mengumumkan
ditemukannya cadangan gas yang besar di teluk Bintuni, Papua Barat, dan bahwa
kecepatan eksploitasi sumber daya alam dipapua telah meningkat tajam. Meskipun
ada krisis keuangan Asia, jatuhnya Soeharto dan meningkatnya masalah politik di
Papua, maka semakin banyak perusahaan Indonesia dan Asing yang mencari
keuntungan dari sumber daya ini. Papua merupakan target utama eksploitasi. Ini
adalah konteks bagi proyek LNG tangguh BP, yang terletak di kecamatan Teluk
Bintuni dalam Provinsi Papua Barat. Lokasi utama proyek itu adalah di pesisir
selatan Teluk Barau, sebelah selatan semenanjung ‘Kepala Burung’ Papua Barat.
Batas-batas wilayah itu ditentukan pada tahun 2006 dan terdiri dari II
kecamatan dan 97 desa. Luas daerah itu meliputi 18.658 km2, dengan
penduduk sebanyak 48.079 orang.
Sejak 1997, DTE (Down To Earth) dan
beberapa kelompok lain telah berulang kali menunjukkan rasa keprihatinan dan
telah berulang kali pula menunjukan ketidak setjuan terhadap perspektif
berkelanjutan hidup proyek BP tersebut, dan menyangkut persoalan HAM, social
dan lingkungan hidup yang diakibatkannya.
Pembahasan mengenai kasus BP di atas
hanya sebagian kecil. Kali ini mari ingat kembalibagaimana seorang Eben Kirksey
terus merekam ucapan dari Waropen yang mengatakan bahwa data bukanlah bantal
yang hanya digunakan apabila jika diperlukan sajadan data bukanlah factor utama
penentu segala sumber informasi atau sejarah. Kirksey selalu mencoba mencari
dat yang akurat yang sesungguhnya terjadi di Papua Barat, dengan melakukan
berbagai wawancara dengan sejumlah aktivis HAM seperti Denny Yomaki dan
Waropen, juga melalui beberapa pertemuan atau konferensi, dan dengan cara
mendengarkan siaran radio yang isinya seputar kasus yang terjadi di Papua
Barat.
Berbagai pendekatan lain juga dilakukan
terhadap berbagai politik untuk meningkatkan hasil pengetahuan yang nantinya
dijadikan sebagai salah satu sumber penguat terhadap penelitiannya. Papua, oh
Papua, Indonesia sangat membutuhkanmu. Begitu banyak rahasia yang harus
diungkap yang ada di wilayah cantikmu.
Semenjak Papua diberintegrasikan kepada
NKRI, seluruh pemimpin atau tokoh-tokoh Papua waktu itu menemukan ada
>100.000 warga Papua yang telah dibantai oleh pasukan TNI tau Polri. Maka
waktu itu mereka menilai bahwa kasus HAM paling besar di dunia terjadi di tanah
Papua. maka dari itu, seluruh komponen tokoh Papua bersatu dan mengadakan suatu
musyawarah dan menghasilkan dua agenda pokok,
(baca:http://nizar-indonesia.blogspot.com) yaitu:
1.
Menyampaikan hasil keputusan musyawarah
kepada Presiden RI B. J Habibie yang isinya meminta pemerintah NKRI untuk
membuka suatu dialog Nasional Papua yang difasilitasi oleh NKRI sendiri;
2.
Merencanakan dan mengadakan suatu
kongres Papua II 2000 Sebelum kongres
2000, diadakannya suatu dialog (musyawarah besar bangsa Papua) antar pemimpin
tokoh-tokoh Papua yang dilaksanakan berdasarkan hasil kesepakatan Foreri.
Pembebasan
Nasional rakyat dan bangsa Papua dari penindasan oleh kolonialisme Indonesia,
imperialism dan militerisme. Situasi Papua saat ini yang dihadapkan dengan
berbagai persoalan dalam berbagai segi kehidupan baik dari aspek ekonomi,
pilitik, maupun social dan kebudayaan tidak terlepas dari sejarah perkembangan
kehidupan rakyat Papua. jika kita menyimak bagaimana awal pembentukkan bangsa
Papua oleh kaum intelektual, Papua pada decade 1960-an tentunya mereka memiliki
cita-cita agar rakyat Papua dapat membangun bangsa dan tanah airnya dengan lebih baik. Akan tetapi usaha
pelepasan itu tak dapat terwujud dan akhirnya Papua kembali kepelukan
Indonesia. (baca: http://somerpost.wordpress.com)
Dari
semua penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa tentunya tidak mudah melawan sistem
yang sudah sekian lama menghisap, menindas dan menjajah rakyat Papua untuk
segera angkat kaki dari tanah Papua. Butuh persatuan dan uluran semangat warga untuk
mewujudkan cita-cita terbebas dari jajahan, dan berusaha menghilangkan sikap
ego untuk mewujudkan cita-cita bersama. Dan berkenaan dengan data, yang
merupakan sekumpulan informasi yang akhirnya dijadikan sebagai suatu bahan
pertimbangan sebelum dibakukan sebagai data permanen.
0 comments:
Post a Comment