Kisah Dibalik
Papua
Ketika
memandang setiap kata, kalimat dan paragraf disetiap bacaan, itu cukup
melelahkan. Hal ini karena ini bukan baca dengan asal membaca, tetapi menyerap
apa yang tertulis diantara baris demi baris, juga antara kalimat demi kalimat.
Membaca dengan kalimat per kalimat akan membuat kita tahu “what matter of
comprehension”.
Kegiatan
minggu ini sama seperti minggu sebelumnya, yaitu membaca. Artikel yang menjadi
sorotan utama yaitu berjudul “Don’t Use Your Data as a Pillow”, oleh S. Eben
Kirksey. Papua Barat menjadi titik pusat yang digeluti dalam artikel tersebut.
Tentunya, agar dapat memahami betul artikel tersebut, perlu penambahan wawasan
dengan membaca dari sumber-sumber lain mengenai Papua Barat.
Berbicara
mengenai Eben, pikiran pun tertuju pada Papua Barat. Kerumitan yang terjadi di
sana seperti yang tergambar dalam artikelnya Eben membuat saya bertanya-tanya.
Bahkan saya sulit untuk menentukan titik pusat permasalahan yang terjadi di
sana. Untuk mengetahui jelasnya mengenai isi artikel tersebut maka akan saya
paparkan disetiap paragrafnya.
Paragraf
pertama, yaitu mengenai pesta perpisahan sebagai bentuk penghormatan terhadap
Eben. Paragraf kedua, yaitu mengenai penelitian Eben yang awalnya akan meneliti
tentang kekeringan dan munculnya pertanyaan dalam benak Eben terhadap Papua
yang ingin membentuk pemerintahan baru dan memisahkan diri dari Indonesia.
Paragraf
ketiga, yaitu mengenai pemahaman Eben atas alasan mengapa orang Papua ingin
mengambil jalan kemerdekaan. Salah satunya yaitu terjadi serangkaian
pembantaian militer Indonesia. Sehingga, militer Indonesia terlibat terlibat
dalam genosida. Latar belakang terjadinya pembantaian-pembantaian itu karena
banyak terjadi pembunuhan oposisi (anti pemerintah) juga pembantaian yang dilakukan
militer Indonesia itu dipicu oleh seseorang yang memberontak menginginkan Papua
merdeka maka akan dibunuh oleh TNI militer Indonesia.
Paragraf
keempat, yaitu mengenai Eben yang memuat ulang perjalanan Papua dan mencatat
tentang konflik di Ppaua setelah lulus dari beberapa universitas. Eben telah
belajar tentang kampanye teror yang dipicu oleh TNI. Setelah melihat tentang
hal tersebut, Eben berpikir ulang untuk masalah penelitiannya. Tidak semua
tentara menyerang Papua Barat, sehingga ada yang mendukung.
Paragraf
kelima, yaitu mengenai Eben yang diminta untuk bekerja sama dan ditarik untuk
bergabung menyelesaikan konflik Papua. Eben diminta untuk meneliti kampanye
teror oleh pasukan keamanan Indonesia, caranya dengan mempelajari dimensi
budaya kekerasan. Eben berharap penelitiannya membantu rakyat Papua untuk
meraih kebebasan.
Paragraf
keenam, yaitu mengenai cerita di pesta yang mana Eben menikmati pesta
perpisahannya. Pada saat itu juga pertemuan pertama kalinya Eben dengan
Waropen, seorang pakar HAM yang dikenalkan oleh Denny dalam pestanya.
Paragraf
ketujuh, yaitu mengenai latar belakang Waropen yang berasal dari Wasior. Wasior
merupakan pusat operasi penyisiran dan penumpasaan (OPP). Eben dan Denny
sebelum pesta berlangsung pernah pergi ke Wasior untuk meneliti bahwa ada TNI
yang mendukung Papua. Hal ini berarti militer Indonesia ada yang pro Indonesia
dan ada juga yang pro Papua.
Paragraf
kedelapan, yaitu mengenai penelitian Eben di Wasior yang begitu sulit. Hal ini
karena di sana diawasi secara ketat oleh TNI, sehingga tidak ada yang mau
diwawancarai. Kalau ada pun dilakukan di malam hari dan secara
sembunyi-sembunyi.
Paragraf
kesembilan, yaitu mengenai kegiatan wawancara Eben yang selanjutnya bersama
Denny terhadap dukun terkenal di dekat pegunungan. Dukun itu berbicara tentang
penyebab bencana gempa yang terjadi di Jawa dan jatuhnya pesawat yang membawa
militer adalah tanggung jawab mereka.
Paragraf kesepuluh, yaitu mengenai Eben yang melihat
Waropen sebagai sumber penting untuk membantu kesenjangan penelitiannya, karena
di pesta Eben menyadari kalau Waropen pernah belajar tentang kepala suku di
Wasior.
Paragraf kesebelas, yaitu mengenai Eben
yang ingin mewawancarai Waropen dan Eben pun bilang kepada waropen kalau
identitasnya akan disembunyikan (anonymous). Tetapi Waropen berkata kalau
identitas itu penting, karena dengan adanya identitas, data akan menjadi kuat.
Eben pun heran kenapa Waropen ingin dicantumkan identitasnya. Padahal, 350
orang yang telah ia wawancarai itu dianonymous identitasnya.
Paragraf kedua belas, yaitu mengenai
sumber anonymous yang Eben lakukan memang saran dari rekan informal dan mentor
dari universitasnya. Anonymous berfungsi untuk menghindari omong kosong
birokrasi. Eben pun menduga kalau waropen itu ingin menjadi publik intelektual.
Paragraf ketiga belas, yaitu mengenai
anynomous yang mana dapat menjaga nama sumber dan menjaga kutipan nama sehingga
biar legal. Kekurangannya pun yaitu sumbernya kurang dipercaya.
Paragraf keempat belas, yaitu mengenai
perdebatan Eben dan Waropen tentang data yang bisa diandalkan. Waropen melihat
Eben sebagai peneliti yang kritis, tetapi ia perlu belajar lebih banyak lagi.
Paragraf kelima belas, yaitu mengenai
perbincangan qntqra Eben dan Waropen yang semakin memanas. Eben berkata
pastilah HAM identitas itu harus dilindungi. Eben juga melihat dirinya untuk
mencoba menjelaskan kenapa para pembaca akan tertarik mengenai kepala suku,
meskipun identitasnya disembunyikan pastilah pembacanya tertarik dengan kepala
suku tersebut. Waropen pun nyeletuk jangan jadikan datamu sebagai bantal, yang
mana bahwa Eben dalam penelitiannya tersebut seolah-olah menempatkan datanya
sebagai sandarannya saja. Terus tidur dan kembali ke Amerika. Jangan untuk
profesionalitasmu saja.
Paragraf keenam belas, yaitu mengenai
Waropen yang di sisi lain memprovokasi Eben untuk ahli dibidangnya yang bisa
diandalkan (seseorang yang mengetahui hal yang pasti dan dapat dipertanggung
jawabkan). Paragraf ketujuh belas, yaitu mengenai waripen yang bertanya kepada
Eben mengenai apa sih tang dinamakan data itu. Waropen mendorong Eben untuk
menjadi penulis yang lebih baik lagi.
Paragraf kedelapan belas, yaitu mengenai
jurnal yang dibuat Eben dari data yang diperoleh tidak disetujui oleh Waropen.
KetikaWaropen tidak setuju, Eben telah mengirimkan beberapa artikelnya mengenai
papua barat. Eben menerbitkannya di London. Surat kabarnya bernama Guardian.
Waropwn berkata bahwa harus lebih memasukan fakta dan data yang lebih tajam.
Perdebatan ini membawa Eben untuk berpikir bahwa orang seluruh dunia harus tahu
tentang Papua Barat.
Paragraf kesembilan belas, yaitu
mengenai ketika di Wasior dengan Denny, Eben mendengar rumor tentang kekerasan
yang berhubungan dengan BP. British Petroleum mengubah citranya menjadi Beyond
Petroleum dengan menghabiskan dana lebih dari $ 100 juta. Perubahan ini karena
berarti perusahaan tersebut tidak mutlak bergerak dalam pertambangan minyak dan
gas tetapi juga energi solar juga. Ini dikarenakan Inggris untuk kebutuhan masa
depannya tidak hanya membutuhkan minyak, tetapi juga gas bumi, batu bara dan
apa saja yang dapat dijadikan substitusi energi minyak bumi. Diduga mempunyai
keuntungan 198 triliun dollar. Proyek ini dilindungi agen militer Indonesiq
(pro papua) dengan memprovokasi kekerasan dengan membunuh satu peleton polisi
di Wasior oleh milisi member. Adanya keterkaitan antara milisi papua dengan
militer indonesia yang pro papua. Dari situ Eben melihat komplek permasalahan
di papua dengan memperkirakan:provokator militer, korban polisi, dan papua
double agen (pro papua dan pro indonesia) dengan tujuan berjuang menjaga
orang-orang yang benar. Sehingga muncul pertanyaan dibenak Eben, yaitu mengapa
salah satu cabang pasukan keamanan indonesia menyerang cabang lain? Mengapa OPM
berkolaborasi dengan militerindonesia?bagaimana ini berhubungan dengan bp?
Paragraf kedua puluh, yaitu mengenai di
wasior Eben berhasil mewawancarai papua double agen (pejuang kemerdekaan)
denfan hubungan dugaan militer. Salah satu dari mereka mengakui dirinya
membunuh polisi indonesia, dan ia juga mengaku bahwa ia mendapatkan dukungan
perbekalan dan pengamatan dari militer indonesia. Dan ia juga mengaku akan
dibunuh tni yang murni pro indonesia. Sehingga, eben menyimpulkan bahwa adanya
hubungan kekerasan di wasior dengan proyek bp. Dia tahu banyak tentang
pasukannya yang bekerja di BP.
Paragraf kedua puluh satu, yaitu
mengenai 2 minggu setelah Waropen berkata lakukan lebih dan jangan hanya
gunakan data sebagai bantal, Rumbiak (pembela HAM) mengajak Eben bergabung dan
menjadi saksi dalam menghadiri pertemuan di markas BP London dengan Dr. Byron
Grote (kepala keuangan BP). Mereka ingin protes ke BP.
Paragraf kedua puluh dua, yaitu mengenai
tentang kronologi kejadian Rumbiak dan Eben ke markas BP. Mereka tersesat di
Inggris sehingga kesulitan menemukan BP dan akhirnyaterlambat 20 menit.
Paragraf kedua puluh tiga, yaitu
mengenai cerita Eben dan Rumbiak ketika masuk ke gedung BP. Mereka bertemu
dengan O’reilly. O’reilly merupakan wakilnya Dr. Grote di Indonesia (Papua).
Dr. Grote dan O’reilly dulunya pernah bekerja di BP di Columbia. Waktu di
Columbia pun ternyata BP itu banyak kasus dan banyak ditentang oleh aktivis di
sananya. Eben pun gerogi berhadapan dengan Grote dan O’reilly yang mana
merupakan orang yang berpengaruh di Eropa.
Paragraf kedua puluh empat, yaitu
mengenai Grote yang membuka permintaan untuk jangan merekam kepada Rumbiak. Akan
tetapi Rumbiak tidak setuju karena warga Papua menginginkan pembicaraan yang
dilakukan di London. Rumbiak mengatakan bahwa kebijakan keamanan BP yang
berbasis masyarakat menghasut kekerasan. Bahwa pasukan keamanan Indonesia telah
dibayar 80% untuk melindungi perusahaan tetapi BP bohong sehingga melanggar
kontrak. Jika terus-terusan seperti itu, perusahaan lain akan ikut-ikutan
seperti itu. Sehingga, Rumbiak meminta kontrak keamanan agar tidak ada konflik
lagi.
Paragraf kedua puluh lima, yaitu
mengenai Grote yang mana berkata kekerasan itu memang tidak baik untuk bisnis.
Masyarakat yang terbuka akan menciptakan bisnis yang tumbuh subur. Kalau kita
membatalkan proyek ini maka perusahaan lain akan masuk dan tidak akan
mengunakan kode etik. Eben pun bertanya-tanya kenapa bahasa Grote itu
menggiurkan sekali. Kenapa BP tidak mau melepaskan Papua. Jangan-jangan ada
suatu kepentingan.
Paragraf kedua puluh enam, yaitu
mengenai Rumbiak yang meminta Eben untuk menjelaskan penemuannya di Wasior.
Eben memulai dengan menjelaskan tentang milisi Papua yang mana ketakutan dalam
hidupnya. Dia mengaku telah membunuh polisi Indonesia dengan bantuan agen
militer Indonesia. Sehingga, polisi menggunakan insiden ini dengan meluncurkan
OPP (operasi penyisiran dan penumpasan). Baik polisi dan militer ingin
perlindungan kontrak dari BP. Pembunuhan tersebut terjadi ketika O’reilly
mengunjungi lokasi proyek gas dengan Richard Gozey, seorang duta besar Inggris.
Paragraf kedua puluh tujuh, yaitu
mengenai O’reilly menyanggah pendapat Eben. O’reilly bertanya apakah milisi
yang membunuh polisi mengatakan secara jelas bahwa penyerangan bertepatan
dengan kunjungannya. Eben pun berkata tidak, karena militer Indonesia yang
mengarahkan milisi telah mengirim surat dengan intruksi yang meluncur
penyerangan di minggu yang sama ketika O’reilly datang.tetapi tidk menyebutkan
orang terkemuka datang. Eben pun merasa gagal menyampaikan penelitiannya.
Paragraf kedua puluh delapan, yaitu
mengenai Rumbiak memberikan statement bahwa polisi Indonesia dan militer sering
berkompetisi, sehingga terjadi baku tembak sesama aparat. Kemudian, dikaitkan
dengan double agent. O’reilly pun berkata bahwa BP itu jaraknya jauh dari Wasior,
sehingga mana mungkin ada hubungannya dengan pembunuhan yang terjadi di sana.
Paragraf kedua puluh sembilan, yaitu
mengenai Eben yang menjawab bahwa memang jaraknya jauh tapi milisi yang
membunuh polisi telah melakukannya dengan berjalan selama 2 minggu dengan
berjalan kaki pada Februari 2001. Mereka mengintai base camp kamu. Paragraf
ketiga puluh, yaitu mengenai Rumbiak yang meminta Grote untuk memberitahu
pemerintah Indonesia untuk membuat yakin pelaku kekrasan di Wasior harus
dihukum.
Dapat dilihat kerumitan ang terjadi di
Ppaua Barat. Entahlah itu karena nasionalisme, ataukah ekonomi, atau bahkan
politik. Yang pasti ini ada kaitannya juga dengan uang. Hal ini karena banyak
berbagai pihak melihat Papua sebagai harta karun yang begitu menggiurkan untuk
daat dikuras. Sehingga, dengan cara adu domba atau provokasi, pihak tertentu
memanfaatkan situasi agar Papua tetap dalam genggamannya.
Adapun permasalahan mengenai BP yang
begitu rumit. Bp yang seolah-olah menjadi pahlawan atas kerusuhan yang ia buat
sendiri. Yang mana TNI, OPM dan polisi sama-sama meminta perlindungan dari BP.
Hal ini begitu aneh. Mengapa mereka meminta perlindungan kepada mereka. Hal
yang lebih mirisnya, ketiganya tidak tahu bahwa mereka sama-sama berada
diperlindungan BP.
Dapat dilihat BP begitu kuat dan licik
menguasai mereka dengan memajukan perusahaannya. BP melakukan provokasi
diantaranya ketiganya agar terus terjadi batu hantam diantara ketiganya
sehingga perusahaa lain tidak masuk ke Papua dan Papua tetap berada ada
genggaman BP.
Kesimpulannya, BP merupakan pelaku yang
memnafaatkan keadaan Ppaua Barat, dengan mengadu domba TNI, polisi dan OPM.
Mereka pun mau bernaung di bawah BP atas dasar uang. Di sisi lain juga karena
BP seolah-olah memberikan perlindungan atas mereka.
0 comments:
Post a Comment