Pertemuan ketujuh sudah berlalu, pertanda bahwa pembelajaram writing
disemester ini sudah berlangsung hampir melewati tengah semester. Masih panjang
perjuangan yang harus dilewati, bukan hanya sekedar melewati tapi harusnya bisa
menaklukan setiap tantangan yang ada. Pada pertemuan kali ini bertemakan ‘peer
review is a must’. Dari tulisan itu pun sudah bisa diketahui bahwa kegiatan
inti yang akan dilaksanakan berkaitan dengan mereview teks critical yang
tentunya masih mengenai perseteruan
howard zinn dan columbus. Pada critical harusnya lebih diutamakan
berdasarkan sudut pandang penulis (disini yang dimaksud yaitu mahasiswa) bukan
pendapat dari orang lain.
Semula proses mereview berjalan
seperti biasa, tapi semakin lama semakin terasa muncul beberapa kendala
begitupun halnya dengan kesalahan yang ada pada lembar critical. Satu hal yang
dilupakan oleh hampir seluruh mahasiswa yaitu tidak mencantumkan secara
eksplisit mengenai generic structur critical. Alasannya bukan karena disengaja
tapi karena kurang teliti dalam membaca silabus dan dugaan yang tidak
mengharuskan penulisan generic structure seperti teks artikel pada umumnya.
Di dalam kelas writing, selalu memberikan informasi-informasi baru seperti
yang bisa dilihat pada slide powerpoint bahwa salah satu tugas utama penulis
adalah untuk mengungkap kemungkinan-kemungkinan pemahaman
baru. Untuk menjangkau bentuk-bentuk
dari pemahaman baru, diantaranya meliputi tiga tahap penting yaitu meniru
(emulate ), menemukan (discover ), dan membuat (create). Menulis memang bukanlah hal yang mudah,
seseorang biasanya akan mulai menulis melalui tahap meniru tulisan orang lain.
Setelah melewati tahap meniru, seseorang akan menemukan style atau ciri pada
tulisannya, kemudian tahap membuat setelah melakukan tahap-tahap sebelumnya.
Bukan hanya seperti yang disebutkan diatas, menulis juga adalah masalah menciptakan atau
menghasilkan sumber daya (affordances) untuk menggali sumber
baru dan mengeksplorasi potensi
makna seperti sosial, agama, dan lainnya. Menulis adalah sebuah semogenesis atau meaning making practice. Dari semua hal
tersebut, ada hal lain yang tidak kalah
penting yaitu thesis statement merupakan tahapan yang sangat
penting untuk membuat dialog awal mengenai hal yang diharapkan oleh pembaca. Thesis statement ini sebagai batu loncatan
(milestone) untuk pembaca agar dapat meloncat lebih tinggi (jump higher),
maksudnya supaya pembaca lebih cepat memahami tulisan tersebut.
Dalam bukunya Ken Hyland, Rohman (1965: 107–8) menulis bahwa ‘Good
writing’ is that discovered combination of words which allows a person the
integrity to dominate his subject with a pattern both fresh and original. ‘Bad
writing’, then, is an echo of someone else’s combination which we have merely
taken over for the occasion of our writing . . . ‘Good writing’ must be the
discovery by a responsible person of his uniqueness within his subject.
Diketahui bahwa menulis yang baik ketika menemukan kombinasi kata yang asli
atau benar-benar dari dalam dirinya bukan kombinasi dari tulisan orang lain.
Komentar
Milan Kundera (di L'Art duroman, 1986): ‘to write, means for the poet to
crush the wall behind which something that ``was always there'' hides’. Maksudnya
bahwa dalam menulis, untuk mengetahui
sesuatu yang ada di belakang didnding berarti
harus menghancurkan dinding tersebut. Dalam memahami dan perubahan nilai
akan ada tujuan baru untuk menghancurkan dinding yang menghalangi lalu
menemukan rahasia yang tersembunyi dibalik dinding tersebut.
Dalam
hal ini, tugas penyair tidak jauh berbeda dari sejarawan, yang juga lebih terfokus pada
menemukan dari pada menciptakan. Seperti dalam sejarah, penyair pun
mengungkapkan situasi yang selalu baru, beberapa hal dalam kehidupan manusia
yang kemungkinan masih tersembunyi sampai sekarang ini.
Mengenai sejarah, ada masalah yang muncul untuk pencarian
fakta yang sebenarnya. Ini adalah misi para penyair, untuk mengembangkan misi
ini penyair tidak harus menuruti kebenaran yang belum diketahui sebelumnya.
Suatu kebenaran bisa dikatakan sudah jelas jika kebenaran tersebut sudah
mengambang dipermukaan atau sudah banyak orang yang mengetahuinya dalam arti
tidak ada fakta yang disembunyikan. Jadi, dalam menentukan suatu kebenaran
tidaklah mudah. Seperti yang dikatakan diatas, untuk mengetahui kebenaram harus
mengahncurkan terlebih dahulu dinding yang menghalanginya.
Sejarah sebagai hasil rekonstruksi intelektual
dan imajinatif sejarawan tentang apa yang telah dipikirkan, dirasakan, atau
telah diperbuat oleh manusia, baik sebagai individu maupun kelompok berdasarkan
atas rekaman-rekaman lisan, tertulis atau peninggalan sebagai pertanda
kehadirannya di suatu tempat tertentu. Sebagian
besar tulisan sejarah menunjukkan hal tersebut seperti penggambaran rekayasa
sejarah. Subjektivitas dalam sejarah merupakan sesuatu yang tidak dapat di
pisahkan juga, karena penulis tidak mungkin bisa lepas dari nilai yang di
yakini oleh seorang penulis tersebut. Mereka tidak bisa lepas dari nilai
politik dan etnis dimana penulis
tersebut berada.
Sejarah sebagai
proses penciptaan manusia yang tidak akan pernah putus dan tanpa akhir. Dalam hal
ini, literasi sebagai jembatan atau self discovering. Menurut Murray (1985) and others, There is an underlying assumption that
thinking precedes writing and that the free expression of ideas can encourage
self-discovery and cognitive maturation. Jadi, dalam mendasari suatu
pemikiran dan mengekspresikan ide melalui menulis dapat menemukan diri dan
mengembangkan aspek kognitif.
Dapat diperoleh suatu kesimpulan bahwa penulis
dalam menghasilkan sumber yang baru dan mengeksplorasi potensi meliputi
tiga tahap penting yaitu meniru
(emulate ), menemukan (discover ), dan membuat (create).
Menulis suatu kebenaran untuk
mengetahui sesuatu yang ada di belakang dinding berarti harus menghancurkan dinding yang menghalangi
lalu menemukan rahasia yang tersembunyi. Dalam hal ini, tugas penyair, ahli
bahasa, dan sejarawan mempunyai tugas yang sama yaitu menemukan sesuatu hal yang tersembunyi. Suatu kebenaran
bisa dikatakan sudah jelas jika kebenaran tersebut sudah tidak ada fakta yang disembunyikan lagi.
0 comments:
Post a Comment