Konflik
Papua:
Campur
Tangan Pihak Asing
(Written
by: Nofi Maryana)
Papua. Begitu ia
disebutkan, pasti yang tergambar dalam benak banyak orang adalah konflik atau
terornya. Sebenarnya teror seperti apa yang terjadi di Papua itu? Teror yang terjadi
disana tak lain adalah teror yang dilakukan oleh Indonesian Brutal Security
Forces kepada milisi papua atau human right atas perintah dan dorongan militer
Indonesia sendiri.
Lalu bagaimana dengan
separatism? Siapa separatism itu? Separatism tak lain adalah mereka yang ingin
membebaskan diri dan papua dari tangan NKRI. Konflik Papua ini ternyata menarik
perhatian dunia sehingga banyak sekali riset-riset yang mencermati kasus
tersebut. Seperti Ester Heidbuchel (2007) misalnya, ia mengkategorikan konflik
Papua dalam empat level; pertama, subjektif level yakni perbedaan
sterotip orang Papua dengan Indonesia (ketakuan disintegrasi vs ketakutan untuk
dimusnahkan). Kedua, isuue level yakni inkonsistensi kebijakan,
pelanggaran HAM dan korupsi. Ketiga, damand level yakni integritas atau
persatuan nasional vs tuntutan merdeka atau pelurusan sejarah. Keempat, compromissie
level berupa otonomi khusus.
Dari artikel Eben Kirksey
diketahui bahwa Papuan menaruh expectasi yang besar terhadap dirinya. Dari
mulai farewall party yang diadakan Denny Yomaki dengan begitu megah hingga
‘ngototnya’ Waropen meminta Eben untuk menggunakan hasil penelitiannya di
Wasior itu sebagai alat membebaskan papua melalui istilah Don’t Use Your Data as a Pillow.
Paragraph 27: Agen militer Indonesia
menyuruh milisi Papua untuk melaksanakan misi serangan kepada polisi CERs di
minggu yang sama dengan kunjungan O’Reilly.
Paragraph 28: Militer Indonesia dan
gerilyawan Papua bekerja sama menyerang polisi.
Paragraph 29: Rumbiak itu meminta agar data tentang
kekerasannya dipergunakan tidak untuk disimpan, agar kekerasan dari Wasior itu
dituntut
Paragraph 30: John Rumbiak meminta Dr.Grote
menggunakan pengaruhnya terhadap pemerintah Indonesia untuk membantu memastikan
bahwa pelaku kekerasan di Wasior harus
ditangkap, tapi O’Reilly tidak setuju dengan alasan bahwa pihaknya belum cukup
percaya dengan fakta yang ada untuk mendekati autoritas Indonesia.
Paragraph 31: John Rumbiak tetap
kukuh mendesak Eben untuk go publik atas hasil penelitiannya itu dengan
menaruhnya di main paper. Setelah pertemuan di kantor pusat BP di London, Eben
dan Rumbiak tahu kalau BP memiliki rahasia. BP secara rahasia ingkar janji
untuk tidak bekerja sama dengan Indonesia Security Forces.
Paragraph 32: Grimston dari Sunday
Time menyatakan bahwa paper Eben akan dipublish jika Eben memberi tahu nama anggota milisi yang membantu
membunuh police officer, tapi Eben tidak melakukannya.
Paragraph 33: Grimston dan Eben
saling bekerja saling mengkonfirmasi atas detail kolaborasi BP dengan
Indonesian Security Forces.
Paragraph 34: Artikel Eben akhirnya
di publish di Sunday Time.
Paragraph 35: penelitian Eben di tukar dengan proyeknya
Haraway. Eben telah menantang NKRI “memutar balikan fakta”
Paragraph 36:
Paragraph 37: Eben
adalah seorang pakar aksi dengan hangat di sambut oleh Papua dengan hangat di
sambut oleh Papua yang telah memproyeksikan bp karena Eben merupakan
beberapa cabang gerakan kemandirian dan banyak yang melihat bahwa bp itu yang
bersekutu dengan papua adalah sebuah kebebasan. Tahun 2000 kongres papua adalah
peristiwa yang baru terjadi yang mendelegasikan menyatukan kesatuan oleh papua
yang di biayai oleh BP.
Paragraph 38: Radio BBC mengungkapkan fakta di papua bahwa
terjadi wawancara antara BP dan Dewan Presidium Papua, dan sebelum terjadinya
wawancara Eben melakukan pembelajaran dari Vikrtor Kaisiepo tentang pengalaman
hidup paua yang pernah di jajah oleh Belanda. Jadi
warga papua belajar dari sebuah kegagalan.
Paragraph 39: agen militer melakukan pendekatan ke BP dengan
cara tak tk yang kasar untuk memproyeksikan lokasi. Maksudnya, agen militer ingin bekerja sama dengan BP dan
sebelumnya juga terdapat kesepakatan untuk bekerja sama antara agen militer dan
BP agar memperoleh keuntungan yang lebih besar. Tapi,
BP mengingkari janjinya untuk tidak memberikan benteng pengamanan. Dalam
kerjasamanya terdapat benteng pengamanan dan pertahanan yang bertujuan untuk
memperlancar kerjasama tersebut tapi BP itu mencabut benteng pengamanannya
karena mengetahui bahwa agen militer melakukan kecurangan dalam kerjasamanya.
Paragraph
40: membahas mengenai kebudayaan yang ada di papua terutama Biak. Kasus kekerasan terjadi di Biak pada tanggal 6
Juli 1998, saat masyarakat melakukan aksi menuntut kemerdekaan di papua di
Tower Biak. Aksi tersebut dilakukan dari tanggal 2 Juli sampai dengan 6
Juli 1998. Masyarakat dengan
penuh semangat melakukan aksi besar-besar di Tower,dan menaikan bendera di
Tower. Jumlah massa aksi yangdiprediksikan berjumlah 100 orang
lebih, membakar jiwa kesemangatan mereka untuk tetap bertahan. Aksi tersebut dilaksanakan selam 4 hari. Kemudian dibubarkan paksa oleh militer gabungan seperti TNI
AL, TNI AU, dan TNI AD bersama POLRI.
Paragraph 41: Banyak orang papua mencari eben dan menyangka
eben bersekutu denga militer NKRI, kemudian John Rumbiak dan orang-orang papua
mengajurkan meneliti kerjasama dengan presidium papua. Kemudian eben belajar tentangpresidium ke multi nasional
korporasi dan bahkan agen korporasi indonesia. Ketika
eben mulai kesulitan, dia bersekutu dengan Denny Yomaki.
Paragraph 42: kemudian Denny Yomaki merekrut Eben dalam
penelitiannya untuk memimpin Eben dalam menghadapi orang-orang yang tidak
mengetahui Eben yang sebenarnya bisa dinamakan sebagai musuh Jeman yang
berpotensi. Seorang aktivis tersebut mengajari Eben tentang kebebasan
kemerdekaan lalu eben ingin menggabungkan para cendekiawan papua barat untuk
menghadiri wakil pemerintah di London, Washington, dan Jakarta. Dalam rapat tersebut, semuanya ide dari Eben.
Paragraph 43: viktor kaisiepo melayani sebagai seorang
pengacara yang memimpin Eben untuk memikirkan bahwa kenapa eben itu memutuskan
siapa yang akan membaca kemudian eben menerjemahkan penelitiannya dalam laporan
denny. Dengan penelitiannya tersebut di baca oleh semua pemerintah
dengan kasus lain eben melakukan penelitiannya untuk melengkapi BBC Radio dan
mengampanyekan tentang data papua.
Paragraph 44: banyak sarjana yang menjadi pengacara dari
elompok mereka belajar contohnya Charles Seret yang menggunakan datanya sebagai
koleksi dengan analisa yang berbasis komputer. Seperti
kartun – kartun tetapi di deteksi kan untuk politis yang lemah. Yang positifnya yaitu untuk melihat penelitannya itu
berepengaruh tetapi tanpa pamrih ( meminta imbalan). Charles meminta pemikiran ulang terhadap aktivis,
bukunya eben yang berjudul antrophology. Charles
menghimbau kepada eben agar menggunakan ilmu pengetahuannya sebagai ilmu yang
positif(Seret: 2006 113)
Paragraph 45: metode itu tidak boleh yang negative tetapi harus
yang positiv. Eben melihat dari sudut pandang epistemologis yang bebas dari
nilai(ideologi dan sosial). Sandra
harding mengatakan bahwa dalam strategi penelitian eben tanpa adanya strategi
yang kuat (1996:241). Sandra harding adalah seorang yang memiliki jiwa kepolitikan
yang kuat. Sandra harding meminta fakta yang kuat dengan sarjana yang
berintegrasi tinggi (eben) untuk memajukan demokrasi. Contohnya moral dan suatu kenegaraan(2004:136) selain itu sandra harding pun mengatakan “ bahwa data
penelitian itu lebih kuat terhadap pengetahuan di bandingkan ilusi atau
rekayasa data.
Paragraph 46: proyek eben itu
dalam pengalaman teori yang kaku (satu perstujuan yang mengikat). Selama
penelitian, eben mencoba perthankan pertanyaan dari viktor(paragrap 43). Cendekiawan di papua barat(orang-orang pintar) mencari eben
di luar papua. Tantangan terang tersebut menjadikan kesempatan emas untuk
eben karena sumber daya intelektual eben.
Paragraph 47: sandra harding dalam sudut pandang yang berbeda
melihat kemistisan yang ada di papua. Eben
dan viktor dapat memainkan kemistisan papua sebagai sebuah pacuan untuk dia
menghindari sebuah cobaan. Lalu
kemudian menandai seseorang / eben yang mengetahui pengetahuannya sebgai sebuah
kesalahan. Eben berkata”Kita dapat musnah dengan memanipulasi data
tersebut.
Paragraph 48: Eben menyelesaikan penelitian di november 2007,
dengan gelar PhDKu disertasi, dan memperbaiki sebuah penelitiannya. Dalam penelitiannya tersbut menyulap data yang sekian banyak
hanya dijadikan dalam satu buku. Eben
itu mencoba setia untuk menerjemahkan sebuah peristiwa di dalam mencoba untuk
membebaskan Papua dari NKRI kemudian eben berniat untuk merekayasa. Pada peristiwa yang sama dan eben mengetahui sumbernya.
Kemudian konflik selanjutnya
adalah tentang BP (British Petroleum) seperti yang dikatakan mr lala bahwa
disini, BP mengadu domba Papuan, TNI, Polri dan OPM. Skemanya seperti:
Analogi
diatas menerangkan bahwa TNI, polri, papuan dan OPM sama-sama meninta japrem
kepada BP. Milisi papua menganggap bahwa Papua adalah milik mereka maka awal
konflik BP ini adalah rasa tidak terima dan ketidakpuasan masyarakat adat papua
atas perilaku pihak perusahaan BP-Indonesia.
Sebagaimana diketahui oleh banyak orang termasuk masyarakat dunia
bahwa Indonesia merdeka pada 17 agustus 1945. Setelah dianalisa oleh grup
kami, ternyata terdapat hubungan dengan konflik Papua, mungkin itulah awal atau
dasar dari adanya konflik Papua. Kemerdekaan Indonesia didapat dari
tangan Jepang atau pada saat Jepang menjajah. Namun perlu diketahui bahwa
tanah Papua masih berada dalam genggaman Belanda ketika itu. Papua adalah
tanah kaya yang jika digali selama 100 tahun pun tidak akan habis sumberdaya
alam di dalamnya, oleh karena itu Belanda cemas dengan kehadiran Jepang di
Indonesia yang bisa kapan saja melakukan perebutan terhadap tanah Papua.
Dengan senjata yang lebih lengkap dan canggih Jepang akan lebih kuat dari
Indonesia. Akhirnya Belanda memakai cara licik untuk menusir Jepang dari
tanah Indonesia, yaitu dengan cara membantu Indonesia merdeka. Kesempatan
Indonesia mendapatkan Papua lebih kecil ketimbang Jepang, karena senjata yang
tidak memadai. Dengan merdekanya Indonesia dari Jepang, maka Belanda pun
dapat tersenyum karena Papua akan tetap dalam genggaman.
Dibalik kebahagiaan Indonesia dalam menyambut kemerdekaan ada satu
pihak yang merasa tersakiti. Papua merasa dikucilkan, merasa
dianaktirikan oleh ibu pertiwi. Ini dikarenakan Indonesia menggelar
kemerdekaan tanpa Papua, mengapa tidak merebut papua baru kemudian
merdeka? Pertanyaan yang normal muncul dibenak masyarakat Papua.
Kecemburuan inilah yang mendasari adanya gerakan Papua merdeka. Lalu berdirilah
OPM pada 28 Juli 1967, meskipun sebenarnya pada 1 Mei 1963 Papua sudah bagian
dari Indonesia, sakit hati tersebut masih melekat dalam.
Pada akhirnya Belanda harus merelakan Papua kembali pada pangkuan
ibu pertiwi pada 1 Mei 1963. Amerika ada di balik itu semua, Amerika
membujuk atau dapat dikatakan memaksa Belanda untuk melepaskan Papua.
Layaknya Belanda yang menolong Indonesia saat kemerdekaan, Amerika pun memiliki
rencana rahasia di balik bujukan juga paksaan kepada Belanda tersebut.
Pada tahun 1967, berdiri lah Freeport Indonesia di tanah Papua yang merupakan
perusahaan Amerika. Dengan keluarnya Belanda maka saatnya Amerika yang
mendominasi. Itu bukti bahwa pihak asinglah yang memperkeruh suasana.
0 comments:
Post a Comment