Penelusuran S. Eben Kirksey Semakin Memanas
Penelusuran S. Eben Kirksey
memanas ketika dia direkrut sebagai
sekutu dan didorong untuk meneliti lebih lanjut mengenai
penelitian-penelitiannya. Tidak dipungkiri sebetulnya Eben menaruh rasa
simpatik dan empatik yang tinggi terhadap warga Papu yang terletak di Papua
Barat. Betapa perjuangannya yang terbilang menghabiskan tenaga, pikiran,
financial, dan segala-galanya hanya untuk menguak fakta-fakta konflik yang
terjadi di Papua Barat khususnya pada humor proyek gas BP (Beyond Petroleum).
Terdapat banyak kisah-kisah yang panas nantinya dapat ditemui pada pembicaraan
selanjutnya. Merujuk pada setiap paragraph melanjutkan pembahasan pada minggu
lalu yang belum tertuang dalam ramuan class review.
Diawalai dari paragrap 5: Eben ditarik
sebagai sekutu bagi orang Papua. Dia yakin dapat membebaskan teror pasukan
keamanan Indonesia, inilah yang akan ditelitinya lagi dalam penelitiannya.
Sebelumnya ia mesti mempelajari data-data mengenai dimensi budaya kekerasan. Mengapa
selalu ada terror, bila sudah tiada hal ini orang Papua akan merasakan
kenyamanan dan ketenangan dalam kerukunan penduduknya. Sebagai bandingannya, di
Bali luar biasa tenangnya, mengapa mereka tidak mau merdeka sendiri yaitulah
karena ketenangan dan kenyamanannya yang mereka peroleh. Bisa saja Bali
melepaskan diri dari Indonesia, namun karena keamanan dan ketentraman di
dalamnya, Balai hanya diam dan menikmatinya.
Paragrap 6: Saat ini masih dalam
suasana pesta yang ada di sana adalah Eben, Denny, dan Telys Waropen (anggota
Komnas HAM). Kesemuanya setelah pesta selesai dan membersihkannya, mereka
mengunyah sirih, yaitu benih pohon palem hijau yang menghasilkan keringanan,
serta kesantaian dengungan suasana. Tukar-menukar lelucon yang ada, tukar-pikiran
yang selalu menyelimuti malam mereka, nyamuk yang selalu menggoda perbincangan
mereka, dan obrolan panas mengenai tuntutan gerakan reformasi di Indonesia.
Paragrap 7: Sedikit memanas memang,
pada saat Eben dan Denny pergi ke tempat asal Waropen di Wasior. Kedua orang
ini meneliti lebih lanjut mengenai Papua, disana sedang gencar-gencarnya rumor
bahwa agen-agen militer Indonesia diam-diam mendukung milisi Papua. Penelitian
itu dilakukan dalam beberapa minggu terakhir Eben dan Denny mengunjungi Wasior.
Paragrap 8: Bukanlah peranan yang
mudah sebagai peneliti yang sejati degan harapan memperoleh data yang lebih akurat. Eben dan Denny mesti
merahasiakan betul narasumber yang mereka peilih, tidak tanggung-tanggung mereka
berdua menjalankan wawancara dengan para narasumber di tengah kegelapan malam
agar tidak adanya kecurigaan dari para pengawas yang intens. Bukanlah
membalikkan telapak tangan yang mereka berdua lakukan, tapi data informasi yang
mereka harapkan. Perjuangan yang sangat menantang maut bagi ke-duanya.
Paragrap 9: Dengan di bawah pengawasan
itulah, ke-duanya tidak merasa khawatir dengan apa yang akan terjadi ketika
mereka mewancarai dukun Papua dekat dengan pegunungan. Para dukun itu ternyata
diyakini sebagai seseorang yang bertanggung jawab untuk menyebabkan gempa di
pulau sentral Indonesia Jawa dan untuk menenggak sebuah pesawat yang membawa
petinggi militer Indonesia. Ke-dua hal itu layaknya sebuah kekuatan yang
dimiliki oleh Papua, mungkin dengan do’a-do’a yang dipanjatkan kepada nenk
moyang mereka sehingga bisa menimbulkan ke dua hal tersebut. Kemantapan hati di
saat pedukun berdo’alah yang memiliki kekuatan yang dahsyat tiada tara.
Paragrap 10: Beberapa minggu kemudian,
Eben melihat bahwasannya Tely Waropen telah mempelajari dukun Wasior untuk
tesisnya di sebuah Universitas Lokal. Nah, ini adalah kesempatan emas bagi Eben
untuk mewancarai Waropen mengenai dukun Wasior tersebut. Data selalu
diagung-agungkan bagi si pencari (peneliti) yang murni dan setia. Waropen
adalah narasumber yang tepat bagi Eben.
Paragrap 11: Eben menginginkan
penjelasan yang mendetail dari Waropen, namun disisi lain Wropen menanyakan
mengenai data yang telah Eben kumulan yang berbentuk anonym. Ada perrtanyaan
lain dari Waropen, “tidakkah datamu (Eeben) akan lebih kuat bila diambil dari
sumber-sumber yang dipercaya?” selama wawancara yang Eben lakukan kurang lebih
dari 350 wawancara berbahsa Indonesia dengan politis Papua, korban kekerasan,
thanan politik, pejuang gerilnya, aktivis HAM, dan pemimpin adat. Namun, dengan
pernyataan Waropen, Neben merasakan nilai penelitiannya tenggelam ke dalam
ususnya. Ironic bukan.
Paragrap 12: Walaupun Eben mendapatkan
pertanyaan dari Waropen seperti itu (yang diungkap diatas), Eben mendapakan
dukungan penuh dari rekan-rekannya, sehingga pada akhirnya ia mampu menjaga
data-data anonymnya itu dengan menghapus identitasnya. Dalam catatan Eben,
orang-orang Papua termasuk Waropen ingin dikenal dan diakui sebagai intelektual
public. Kehidupannya memang dipertaruhkan berada di Papua untuk mencari
sumber-sumber anonym tersebut. “Menjaganya bukanlah hanya sarana untuk
meghindari omong kosong bisrokasi.” katanya.
Peneliti yang setia pasti akan memberikan segala-galanya, tenaga,
pikiran, uang, dan lain sebagainya.
Paragrap 13: Sumber anonym dipandang
dengan rasa kecurigaan dan misteri oleh pembaca surat kabar dan majalah.
Mungkin disebabkan tidak adanya identitas dari siapa sumber itu didapat. Para
jurnalis dan editor biasanya menggunakan satu set pedoman untuk menetukan kapan
harus menggunakan sumber anonym. Mungkin pada saat penulis ingin menceritakan
sesuatu yang tidak dapat dibicarakn di depan umum atau dicatat. Selain itu,
peranan penting bagi para jurnalis dan penerbit untuk melindungi diri dalam
gugatan pencemaran nama baik. Setelah praktik etnogrfilah Eben baru mendekati
wawancara dengan menggunakan sumber anonym.
Paragrap 14: Eben sedikit memberikan
pencerahan bagi Wropen yang ia anggap sebagai sekutu yang potensial. Keinginan
Waropen adalah ia ingin melihat anggota pasukan keamanan dituntut di pengadilan
Indonesia. Jadi memang ada rumor rasa takut bagi Eben untuk mengumpulkan
data-data yang ada di Papua Barat tersebut, bahkan oleh Waropen bahwa rumor
membantu menghasilkan terror. Jadi tidak ada yang mudah begitu saja untuk
diperoleh. Hal ini layaknya penyelam lautan yang ingin mencari mutiara di dasar
lautan gelap gulita yang dipenuhi berbagai bahaya yang ada.
Paragrap 15: Sekarang percakapan mulai
lebih memanas, setelah Eben menjelaskan keabsahan penelitiannya kepada Waropen,
ia bertiduran dengan sikutnya, dan mendengarkan perkataan dari Waropen bahwa
jangan gunakan data Anda sebagai bantal dan pergi tidur ketika Anda kembali ke
America. Waropen bersikeras lagi dan mengatakan bahwa jangan hanya menggunakan
ini sebagai jembatan untuk peluang professional Anda sendiri. Ada secarik
kesimpulan yang begitu tajam lancipnya, yaitu keinginan Waropen agar Eben tidak
hanya menyia-nyiakan data-datanya hanya sebatas ia menjadi seorang yang lebih
professional, namun dia ingin agar Eben
pun memberikan sesuatu yang luar bisa untuk orang-orang Papua itu sendiri.
Jangan sia-siakan datamu.
Paragrap 16: pada paragraph ini
Waropen selalu memprovokasi Eben menjadi seorang ahi regional yang handal.
Bannyak antropolog budaya dimengerti waspada tentang menggunakan penelitian
ereka untuk berbicara dengan kekuasaan.
Paragrap 17:Waropen selalu
mengingatkan apa yang dimaksud dengan data dalam antropolog budaya. Lebih baik,
otoritatfi, dan penerjemah.
Paragrap 18: ada kebimbnagan bagi Eben
mengenai datanya yang diterbitkan melalui artikel-artikelnya, dan ditantang
agar lebih menggunakan data-data pada fakta. Eben sulit untuk membawa Papua ke
kursi global. “apakah tepat data ini dibagikan khal layak.
Paragrap 19:mengenai BP (british
petroleum) atau juga (beyond petroleum) menghabiskan dana 100. Perusahaan ini
mengekplotasi lading gas alam.
Paragrap 20: Eben berhasil
mengamanakan wawancara dengan dobel-agen. Adanya kekerasan di Wasior untuk
proyek BP.
Paragrap 21: Ada anggapan dari Waropen
bahwa Eben hanya menggunakan data di Papua sebagai bantal. John Rumbiak
mengundang Eben agar mau ikut serta rapat mengenai BP . JADI Eben dapat
menjabarkan tentang kekerasan yang ada di Wasior.
Paragrap 22: adanya keterlambatan
kedatangan Eben di rapat itu sekitar 20 menit, karena tersesatnya Eben dalam
perjalanan.
Paragrap 23: adanya pengawasan dari
keamanan yang ketat, sehingga pada akhirnya bertemu dengan CFO Brayen Grote dan
John O’Reily.
Paragrap 24: jadi menurut Rumbiak,
selalu adanya kekerasan di BP sebelum adanya kontark keamanan kepada
masyarakatnya.
Paragrap 25:adanya keinginan yang kuat
dari Dr Grote untuk mengembangkan lading gas. Terbesit dalam benak Eben bahwa
mungkinkan akan menyampingkan militer Indonesia di Papua Barat. (sebagai
kekuatan)
Paragrap 26: permintaan Rumbiak agar
Eben hadir dalam pertemuan, Eben menjelaskan tentang serangkaian acara yang
sangat rumit.
Paragrap 27: dalam paragrap ini, Eben
sedang membicarakan kunjungan O’Reilly yang mana dia menantang kredibilitas si
Eben. Di akhir kalimat eben berkisah bahwa dirinya gagal membuat kerumitan para
actor dan peristiwa-peristiwa yang dapat dibaca.
Paragrap 28: ada hal menarik bahwa
John Rumbiak mencoba untuk ikut campur dengan menyedikan kontek yang lebih
bahwa tentara dan polisi Indonesia seringkali dalam kompetisi yang ganas selama
sumber daya. Kemudian diakhir O’Reilly mengatakan “bahwa kita tidak membaca apa
yang terjadi di Wasior sebgai tanda.”
Paragrap 29: menggambarakan pada
wawancara si Eben yang lain, ia membalaskan bahwa “Wasior adalah sebuah
perjalanan dua minggu dari lokasi mu (O’Reilly). Para anggota wamil yang sama
telah membunuh petugas polisi berjalan di jarak ini pada Februari 2001 untuk
melakukan pengintaian dekat bes kemp kamu (O’Reilly).
Paragrap 30: Dr. Grote terlambat dalam
pertemuan kali ini, ketika orang-orang yang berkumpul tergesa-gesa menyimpulkan
, Rumbiak pun membuat sebuah permintaan yang khusus: “gunakan pengaruhmu dengan
pemerintah orang Indonesia untuk menolong membuat kepastian bahwa pelaku
kekerasan di Wasior dituntut.”
Paragrap 31: namun keputusan yang
dibuat oleh Rumbiak direspon tidak searah dengan apa yang diungkapkan John
O’Reilly, karena mungkinkah kita mendekati kekuasaan orang Indonesia dengan
bukti-bukti pada kasus ini.
Paragrap 32: kemudian pada kali ini
Rumbiak meminta Eben untuk pergi ke masyarakat dengan penemuan-penemuannya dari
Wasior. Yang nantinya inginnya si Eben penemuannya itu dapat dituangkan dalam The
Sunday Times.
Paragrap 33: Jack Grimston, seorang asisten
pengedit asing sebuah paper, mengajak Eben untuk menulis bersama sebuah
artikel. Namun setelah wawancaranya, ternyata ia membutuhkan sebuah nama yang
telah Eben wawancarai. Dengan berat dan tulus, Eben menyatakan ketidak
sanggupannya menuliskan nama dalam transkrip wawancaranya itu.
Paragrap 34: tiga hari kemudian
Grimston dan Eben menggunakan telfon mencoba untuk menegaskan kelengkapan
kerjasama BP dengan kekuasaan keamanan.
Paragrap 35: Grimston dan Eben
mengurangi kerumitan para actor dan kejadian-kejadian yang telah Eben pelajari
Selama kerja lapangannya ke dalam beberapa paragraph yang jelas. di sini pun
Eben membantu transformasi apa yang Donna Haraway panggil pengetahuan yang
dilokasikan kedalam sebuah pandangan
dari tidak di manapun. Eben pun menjadi “The Sunday Time”.
Paragrap 36: pekerjaan penerjemaha si
Eben dalam bagiannya cocok dengan proyek Haraway: dia menantang kita untuk
menerjemahkan pengetahuan diantara sangat berbeda dan kekuatan perbedaan
komunitas. di paragraph ini pun ada gambaran perseketuan timbul dari
perkumpulan orang Papua, baik itu para siswa,
penduduk, dan pendorong hak asasi manusia ingin melihat proyek BP
dihentikan. Kemudian ada beberapa hal yang hilang dari artikel di The Time
Sunday seperti sebuah laporan lengkap mengenai cercaan atau makian hak asasi
manusia yang mengerikan di Wasior, konteks yang lebih luas mengenai pergerakan
kemerdekaan Papua, dan orang Papua berlomba dalam berpandangan tentang gas
proyek BP.
Paragrap 37: tidak adanya ucapan
selamat untuk Eben atas penulisan artikelnya dalam The Sunday Times oleh Telys
Waropen. Dan pada akhirnya Eben tidak dapat merespon tuntutan si Waropen bahwa
Eben mesti menamai orang Papua dalam sumbernya. Jadi ada tuntutan untuk
memberikan nama orang Papunya yang telah ada dalam sumber. Sehingga nantinya
pengedit The Sunday Time dapat menerima tulisannya.
Paragrap 38: Dewan Presidium Papua
yang dibentuk oleh congress, menerima uang dari BP untuk akomodasi (bantuan),
transportasi, dan pertemuan tempat kejadian kejahatan.(Richard 2000:14-16). Di
sini sebetulnya pergerakan kemerdekaan Papua menerima uang dari BP, tampak
jelas bahwa BP pun mendukung agar Papua merdeka.
Paragraph 39: sekarang Eben tertarik
pada percekapan mengenai BP dengan anggota Dewan Presidium Papua. Radio BBC
Pelayanan Dunia telah memiliki jadwal wawancara dengan Eben tentang komunitas
BP berdasarkan kebijakan keamanan. Ia pun belajar mengenai Victor Kaisiepo
seorang aktivis kemerdekaan Papua yang telah lama hidup dalam pengasingan di
Netherlands, percakapan mengenai hal ini aka disiarkan langsung dalam radio
BBC.
Paragrap 40: dalam paragraph ini Eben segera
menyimpulkan fakta-fakta mengenai agen militer Indonesia pada saat pertunjukan
radio dimulai yang mana para agen itu telah menimbulkan kekerasan dekat lokasi
proyek BP. Namun di sisi lain Eben merasa sulit dengan tantangan si Kaisiepo
yang mengatakan bahwa “Orang Papua sebagai masyarakat memiliki hak untuk
berkembang.” Ada keinginan dari Kaisiepo untuk terus meneruskan proyek gas BP
untuk perkembangan tadi. Jadi sulit bagi Eben untuk menggambarkan pandangan
para aktivis Papua yang melawan proyek gas BP agar dihentikan.
Paragrap 41: Di sini Kaisiepo
menganggap Eben sebagai Napi atau teman. Dia mengatakan bagaimana komunitas
Internasioanl memaksa tentara kembali ke asrama mereka dan menghentikan semua
hasutan ini. Sebetulnya ada keinginan besar bagi Kaisiepo untuk meneruskan
proyek gas BP in, namun dengan ketentuan yang terbilang tidak mudah kekerasan
militer harus dihentikan. Secara tersirat Kaisiepo berkata pada Eben “Pada hal
ini, sekurang-kurangnya, kita dapat bekerja bersama-sama.” Praktek persekutuan,
seperti konfrontasi, dapat menghasilkan kesadaran hubungan kuat yang mendasari
pengiriman pengetahuan melintasi budaya daerah. (Clifford 1997:182)
Paragrap 42: banyak orang Papua
mencari-cari Eben sebagai sekutu, yang mana John Rumbiak dan berkumpulan orang
Papua yang dekat mendorong saya untuk meneliti kerjasama antara Dewan Presidium
Papua dan pemimpin-pemimpin kemerdekaan yang terkemuka lainnya. Di sini Eben
bersukutu dengan golongan kemerdekaan yang khusus.
Paragrap 43: para aktivis hak asasi
manusia merekrut Eben kedalam proyek dan pembelaan mereka sendiri membawanya
untuk menemui masyarakat yang sebelumnya tak terpikirkan oleh Eben sebagai
perseutuan yang potensial. Dalam pertemuan sering melibatkan
pertanyaan-pertanyaan spesifik dan permintaan-permintaan untuk dilakukan.
Paragrap 44: kisahnya Eben ketika
banyak mencurahkan waktunya untuk menerjemahkan laporan-laporan hak asasi
manusia berbahasa Indonesia disertai harapan yang penuh pekerjaannya dapat
dibaca oleh petugas pemerintah. Eben pun menuliskan berita-berita ringan untuk
elektronik yang disalurkan kepada golongan kecil penyokong internasional yang
mana secara active kampanye mengenai Papua Barat.
Paragrap 45: banyak para sarjana yang
menjadi pembela untuk anggota pribumu yang mereka kaji. Contohnya Charles Hale,
ia menggunakan pengumpulan bentuk data yang teliti, cara menganalisis kasus,
computer baru berdasarkan kartografi
program (berkaitan dengan pembuatan peta) untuk membantu kesungguhan politik
yang lemah.
Paragrap 46: Sandra Harding menuliskan
bahwa “lebih jauh lemahnya sebuah strategi untuk memaksimalkan objektivitas
hasil-hasil penelitian yang mana empiris inginkan” (1996:241) dan ia
menambahkan juga bahwa menghasilkan klaim yang lebih kuat pada pengetahuan dari
pada klaim itu dipandu oleh kenetralan hasil khayalan.
Paragrap 47: si Eben selama penelitian
dan penulisan mencoba menjaga panduan pertanyaan-pertanyaan yang membuka untuk
merundingkan kembali dengan para intelektual orang Papua yang mencari-cari Eben
sebagai sekutu.
Paragrap 48: untuk Sandra Harding
sudut pandang teori-teorinya adalah dalam perlawanan langsung kepada “Tipuan
Tuhan” (Harding 2004: 128).
Paragrap 49: dalam menciptakan sebuah
antropologi yang mana adalah siap untuk berhenti pada diri, kita seharusnya
menyiapkan untuk menghadapi banyak tuntutan arahan untuk pertanggungjawaban.
Dari pelapor yang membantah, dari hukum fitnah, dan dari sebuah bacaan public
yang mana menginginkan bentuk-bentuk narrative khusus.
Paragrap 50: Eben menyelesaikan essai
ini pada November 2007 dia melihat melalui minggu-minggu akhir menyempurnakan
gelar Ph.D. disertasi, dan mewakili untuk meninjau ulang naskah sebagai buku.
Si Eben pun menyulap banyak genre dan bentuk-bentuk narrative: cerita
perumpamaan pribumi, realism kiasan, etnografi, sejarah lisan, dan tentang
riwayat singkat. `orang Papua berimajinasi masa depan-masa depan yang
mengejutkan. Runtutan-runtutan kejadian yang tidak diharapkan, penuh harapan
impian-impian boleh menghasilkan kemungkinan-kemungkinan politik yang timbul
secara baik.
Jadi bagaimana peran BP? Kesan awal ketika BP sepenuhnya dibangun
untuk kesejahteraan, mengalirkan uang ke masyarakat sekitar, dan mempekerjakan
mereka semua sebagai pertaruhan atas dasar hak asasi manusia. Ketergantungan
Rakyat papua pada BP ini sangat tinggi. Akan ada masalah ketika pekerjaan
berakhir. Akan ada degradasi ekonomi dan psikologis.
Hal tersebut nyata saja terjadi.
Ketika proyek BP semakin meningkat dan berkembang, dan orang-orang luar papua
(Pendatang) telah membanjiri daerah, maka konflik antara masyarakat lokal dan
pendatang sudah mulai. Para migran [dari seluruh Indonesia] telah datang
ke daerah tersebut untuk mencari pekerjaan, dan tinggal. Ada sekitar 1.500 jiwa
di desa Babo dan 1.200 jiwa di Bintuni dan Mereka adalah mayoritas penduduk
asli di desa tersebut.
Lapangan gas BP Tangguh, diyakini pada
akhirnya bernilai lebih dari £ 100 milyar untuk BP dan pemerintah Indonesia,
merupakan salah satu yang terbesar di dunia yang dikenal sebagai "Super
Raksasa", itu dikontrak untuk menyediakan gas untuk Cina, Meksiko dan
Amerika Serikat, dan harus berlangsung 30 tahun.
Dari pada itu, imbasnya adalah ketika
orang-orang tidak diizinkan untuk menangkap ikan atau udang di zona eksklusif
yang ditetapkan oleh BP. Semakin banyak migran yang datang karena tanaman. Ada
inflasi yang sangat tinggi karena ada banyak uang di sekitar. Jumlah penduduk
setempat dari Bintuni yang bekerja di proyek ini sangat rendah. Orang
Papua lokal tidak pernah direkrut sebagai anggota penuh.
Jadi dapat disimpulkan bahwa di satu
sisi orang Papua ingin sebetulnya menghentikan proyek gas BP tersebut, dan di
sisi yang lain orang Papua ingin agar proyek ini tetap berjalan terus, namun
dengan menghentikan kekerasan militer. Dikatakan secara implicit oleh Viktor
Kaisiepo bahwa “Pada hal ini, sekurang-kurangnya, kita dapat bekerja bersama.”
Sungguh luar biasa dirinya yang diliputi keberanian yang tak kunjung henti dan
habis. Semua itulah kisah memanas yang dialami oleh S. Eben Kirksey hingga
bertemu dengan orang-orang yang luar biasa seperti Viktor Kaisiepo, Tellys
Waropen, John Rumbiak, dan lain-lain. Thank you.
0 comments:
Post a Comment