Exhausted,
itulah satu kata yang menggambarkan perasaan saya terhadap writing. Writing
memang sangat melelahkan,, tak hanya lelah fisik namun juga lelah otak karena
pertemuan demi pertemuan tugas writing semakin rumit, terlebih dalam writing 4
ini kita harus lebih banyak menambah porsi reading (membaca) karena
sesungguhnya kegiatan utama dalam menulis yaitu
membaca dan memahami informasi
sebanyak-banyaknya secara detail dan seksama agar dapat memunculkan ide-ide
untuk dituangkan dalam tulisan. Menurut sebagian besar mahasiswa writing memang
hal yang sulit, kita pun harus melawati proses/perjalanan yang cukup panjang
dan melelahkan dalam menulis. Tentunya Coach kita Mr. Lala telah menanti
karya-karya kita yang brilian karena beliau sedang mencari mutiara (mahasiswa
yang berbakat/ berkualitas tinggi) dalam menulis. Dalam mencari mutiara memang
tidak mudah karena harus bersusah payah ke dasar laut dan pengolahannya pun
membutuhkan waktu yang cukup lama. Oleh karena itu, untuk menjadi penulis yang
handal dan berbakat ibarat mutiara kita harus lebih intens dan detail dalam
membaca karena orang-orang yang besar adalah orang-orang yang membacanya intens
dan karya yang berkualitas adalah karya yang diproduksi secara constant.
Untuk
menjadi penulis yang berkualitas tinggi kita juga harus menghindari
kebodohan-kebodohan kecil karena hal itu akan merugikan kita sebagai penulis,
menurut Mr. Lala (one small ignorance can kill you). Selain itu penguasaan
terhadap L1 dan L2 pun sangat dibutuhkan karena L1 dan L2 ibarat garis kehidupan
yang bersifat continuing, jika kita ingin pintar berbahasa Inggris kita harus
berfikir dalam bahasa Inggris pula (think in English). Penulis juga harus
memiliki perseverance (ketekunan/ memiliki “daya banting”) karena orang-orang
yang memiliki mental tahan banting adalah orang-orang yang hebat. Selain
beberapa hal yang telah di jelaskan di atas ada satu hal yang lebih penting
dari segalanya yaitu doa. Doa adalah hal yang sakral, dalam setiap aktivitas
maupun tugas yang dikerjakan membutuhkan doa karena dengan doa kita
mengharapkan diberi kemudahan oleh Sang Pencipta dalam setiap mengerjakan tugas
dan bisa mendapatkan hasil yang maksimal.
Dalam
pertemuan kemarin Mr. Lala mengangkat tema Reading-time dimana kita membentuk
beberapa kelompok dan dalam satu kelompok terdapat lima anggota. Di sini kita
diberi waktu 20 menit untuk berdiskusi mengenai teks yang berjudul “ Don’t Use Your Data as a Pillow” karya
S. Eben Kirsey. Kemudian setelah berdiskusi, perwakilan dari beberapa kelompok
itu mempresentasikan hasil diskusi mereka masing-masing mengenai makna dari
judul teks tersebut. Presentasi dari tiap kelompok berbeda-beda ada yang
mengartikan data sebagai ilmu, fakta, evidence (bukti), source, dan ada juga
yang mengartikan data sebagai informasi. Sedangkan pillow dianalogikan sebagai
benda static, kejadian, sandaran, dan suatu hal yang bersifat optional. Menurut
Lehtonen data adalah informasi yang selalu tersaji dalam bentuk teks (real) dan
teks tersebut bisa disajikan dalam bentuk verbal, written, audio maupun visual.
Sebelum
beranjak ke pembahasan bab 1 sampai 26 pada teks yang berjudul “Don’t Use Your Data as a Pillow” saya
akan membahas mengenai Trivia Quiz yang terdapat dalam power point yang
berkaitan dengan Papua Papua Barat (Irian Jaya). Di mata kartografer, New Guinea berbentuk
seperti kasuari, sebuah burung besar endemik pulau yang tidak bisa terbang. Ujung ekor kasuari adalah negara
independen Papua New
Guinea (PNG). Sebuah
garis lurus sepanjang 141 º Bujur Timur memisahkan
PNG dari Papua Barat, setengah dari pulau
di bawah kekuasaan Indonesia. Kepala
burung adalah Papua Barat. Biak adalah pulau kecil di utara
Teluk di atas leher
burung. (Eben
Kirksey,Freedom in Entangled Worlds:
West Papua and the Architecture of Global Power, P.5). Pada masa pemerintahan kolonial Hindia-Belanda, wilayah
ini dikenal sebagai Nugini Belanda (Nederlands Nieuw-Guinea atau Dutch New
Guinea). Setelah berada di bawah penguasaan
Indonesia, wilayah ini dikenal sebagai Provinsi Irian Barat sejak tahun 1969
hingga 1973. Namanya kemudian diganti menjadi Irian Jaya oleh Soeharto pada
saat meresmikan tambang tembaga dan emas Freeport, nama yang tetap digunakan
secara resmi hingga tahun 2002. Irian sendiri merupakan kependekan dari Ikut
Republik Indonesia Anti Nederland (join/follow the Republic of Indonesia,
rejecting the Netherlands). (http://kebindo.blogspot.com/2013/02/sejarah-pulau-irian-jaya-atau-papua.html#.U0Di-XZm3Mw/)
Pada saat Gus Dur menjabat sebagai Presiden RI nama Irian
Jaya diganti menjadi Papua. Penggantian ini bukan tanpa perdebatan. Sebab, saat
itu Gus Dur tidak berkonsultasi kepada DPR dan tidak sesuai dengan konstitusi.
Tanggal 31 Desember1999 ketika Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) berkunjung ke
Irian saat itulah beliau merubah nama Irian menjadi Papua. Kala itu gejolak di
tanah Papua sedang membara dan entah dari mana dan siapa yang menyebutkan
akronim IRIAN ( Ikut Republik Indonesia Anti Nederland). Padahal menurut tetua
adat sendiri, nama Irian diambil dari bahasa salah satu suku di Irian. Frans
Kaisiepo yang mengusulkan nama Irian yang berarti “sinar yang menghalau kabut”.
Sungguh indah arti Irian, namun sayangnya sekarang berubah menjadi Papua.Nama
Papua berarti “daerah hitam tempat perbudakan.”(http://www.anneahira.com/irian-jaya.htm)
Papua dijajah oleh bangsa barat seperti Portugis, Inggris dan Belanda
pada tahun tahun 1515. Ketika Kemerdekaan RI 1945 Papua masih berjuang selama
kurun waktu yang cukup lama sekitar
1945-1957. Saat itu Indonesia masih terjadi sengketa, para pemuda Indonesia melakukan perlawanan
untuk mengusir penjajah dari bumi pertiwi ini, saat itu juga Papua masih
berjuang sendiri untuk kemerdekaannya sendiri. Tahun 1915 Portugis memberi nama Papua yaitu Isla del Oro
yang artinya Pulau Emas (Gold Island).
Irian Barat merupakan bagian dari
koloni Belanda sejak 1828. Ketika Belanda diakui Kedaulatan Indonesia pada
tahun 1949, status Irian Jaya masih harus diselesaikan. Itu Perjanjian Transfer
Kedaulatan, yang ditandatangani oleh Indonesia dan Belanda pada Den Haag pada
bulan November 1949, menyatakan antara lain: "Status quo Karesidenan
Nugini harus dipelihara dengan ketentuan bahwa dalam waktu satu tahun sejak tanggal
penyerahan kedaulatan kepada Republik Indonesia Serikat pertanyaan tentang
status politik New Guinea akan ditentukan melalui negosiasi. "
Melihat bahwa tidak ada tanda-tanda
dari setiap solusi untuk masalah Irian, Indonesia mengajukan masalah ini ke PBB
pada tahun 1954. Posisi Indonesia adalah disahkan oleh Konferensi Asia Afrika
pada April 1955 yang mengeluarkan resolusi mendukung Indonesia dan kemudian
meminta PBB untuk membantu dua bertentangan pihak dalam mencapai solusi damai.
Namun demikian, sampai sampai 1961 tidak ada indikasi dari setiap solusi damai
meskipun masalah ini telah dibahas pada pleno pertemuan Majelis Umum PBB dan
pada Komite One. Sementara itu, hubungan diplomatik antara kedua negara diputus
dalam 1961. Pemerintah Indonesia mengumumkan kebijakan baru, Tri Komando Rakyat
(Trikora), dan konfrontasi antara kedua partai tidak terhindarkan. Isi Trikora tersebut
adalah (a) Menggagalkan pembetukan ”Negara Papua” buatan kolonial Belanda; (b)
Mengibarkan bendera merah putih di Irian Barat Tanah Air Indonesia; dan (c)
Persiapan mobilisasi umum untuk mempertahankan kemerdekaan dan kesatuan tanah
air dan bangsa.(http://suarakolaitaga.blogspot.com/2013/03/sejarah-kembalinya-irian-jaya-papua.html)
Sejarah masuknya/ kembalinya Irian
Barat (Papua) ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sudah
benar adanya sehingga tidak perlu dipertanyakan dan diutak-atik lagi. Hal
tersebut diungkapkan Tokoh Pejuang Papua, Ramses Ohee di Jayapura, menanggapi
sejumlah kalangan yang masih mempersoalkan sejarah masuknya Papua ke dalam
wilayah Indonesia yang telah ditetapkan melalui Penentuan Pendapat Rakyat
(Pepera) pada 1969 silam. Ramses menegaskan, ada pihak-pihak yang sengaja
membelokkan sejarah Papua untuk memelihara konflik di Tanah Papua.“Sejarah
masuknya Papua ke dalam NKRI sudah benar, hanya saja dibelokkan sejumlah warga
tertentu yang kebanyakan generasi muda,” ujarnya.
Lebih lanjut dijelaskannya, fakta
sejarah menunjukkan keinginan rakyat Papua bergabung dengan Indonesia sudah
muncul sejak pelaksanaan Sumpah Pemuda, 28 Oktober 1928.
“Sayangnya,
masih ada yang beranggapan bahwa Sumpah Pemuda tidak dihadiri pemuda Papua. Ini
keliru, karena justru sebaliknya, para pemuda Papua hadir dan berikrar bersama
pemuda dari daerah lainnya. Ayah saya, Poreu Ohee adalah salah satu pemuda
Papua yang hadir pada saat itu,” ujar Ramses.
Adapun mengenai pihak-pihak yang
memutarbalikkan sejarah dan masih menyangkal kenyataan integrasi Papua ke dalam
NKRI, Ramses tidak menyalahkan mereka karena minimnya pemahaman atas hal
tersebut. Menurutnya, hal yang perlu disadari adalah bahwa keberadaan negara
merupakan anugerah Tuhan Yang Maha Kuasa sehingga seharusnya disyukuri dengan
memberikan kontribusi positif bagi pembangunan di Papua.
Berdasarkan catatan sejarah, pada 1
Oktober 1962 pemerintah Belanda di Irian Barat menyerahkan wilayah ini kepada
Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) melalui United Nations Temporary Executive
Authority (UNTEA) hingga 1 Mei 1963. Setelah tanggal tersebut, bendera Belanda
diturunkan dan diganti bendera Merah Putih dan bendera PBB. Selanjutnya, PBB
merancang suatu kesepakatan yang dikenal dengan “New York Agreement” untuk memberikan
kesempatan kepada masyarakat Irian Barat melakukan jajak pendapat melalui
Pepera pada 1969 yang diwakili 175 orang sebagai utusan dari delapan kabupaten
pada masa itu. Hasil Pepera menunjukkan rakyat Irian Barat setuju untuk bersatu
dengan pemerintah Indonesia.
Beralih
ke pembahasan artikel karya S. Eben Kirsey yang berjudul “ Don’t Use Your Data
as a Pillow). Di sini saya akan menjelaskan isi dari artikel tersebut dari
paragraph 1-26.
Paragraf
pertama, dalam artikelnya Eben
menuliskan tentang pengalamannya yang mendapatkan pesta kecil (tradisional)
yang diselenggarakan oleh masyarakat Papua salah satunya yaitu Denny Yomaki
pekerja HAM, pesta tersebut diselenggarakan sebagai tanda berakhirnya penelitian
yang dilakukan Eben di Tanah Papua.
Paragraf
kedua, menjelaskan tentang pertama kalinya Eben
datang ke Indonesia untuk melakukan penelitian terhadap kekeringan El-Nino,
namun ketika dia datang di Papua turun hujan sehingga antusiasme untuk membahas
kekeringan berkurang. Saat itu, di Indonesia presiden Soeharto baru saja
digulingkan oleh gerakan reformasi yang ingin memisahkan diri dari NKRI salah
satunya yaitu Papua. Eben pun merasa
heran dengan kejadian tersebut, mengapa masyarakat Papua ingin membentuk
pemerintahan baru dan terlepas dari NKRI?
Paragraph
ketiga, Eben menyaksikan terjadinya
pembantaian militer (genosida) terhadap puluhan mahasiswa yang berdemonstrasi,
mereka ditembak kepalanya kemudian dibuang ke laut. Dari situ lah Eben mulai
mengerti mengapa banyak orang Papua ingin mengambil jalan kemerdekaan , bukan
reformasi.
Paragraf
keempat, tentang peranan pemerintah
AS yang memberikan dukungan terhadap penempatan militer, dan keinginan untuk
merdeka.
Paragraf
kelima, Eben menjelaskan bahwa saat dia meneliti masyarakat papua,
dia pernah dianggap sebagai sekutu. Lalu dia sempat ditarik kedalam gerakan separatis dan
mereka menjelaskan kepada
Eben soal teror yang dilakukan mititer Indonesia terhadap
mereka. . Saat itu, Eben berfikir bahwa dengan mempelajari dimensi
budaya kekerasan, dia bisa membantu orang Papua mencapai kebebasan dari teror
dalam rezim saat pendudukan Indonesia .
Paragraf
keenam, Eben bertemu dan mengobrol dengan
Telys Waropen seorang anggota Komnas HAM yang juga seorang penghasut muda.
Paragraf
ketujuh, Waropen berasal dari Wasior, tempat dimana polisi
Indonesia saat itu melakukan serangan pada para separator melalui operasi penyisiran dan penumpasan. Eben dengan Denny mengunjungi Wasior untuk menyelidiki rumor
bahwa agen-agen militer Indonesia diam-diam mendukung milisi Papua.
Paragraf
kedelapan, Penelitian yang dilakukan
Eben dan Denny dilakukan secara sembunyi-sembunyi karena penelitian tersebut
berlangsung di bawah pengawasan intens militer Indonesia. Kirsey dan Denny
mewawancarai beberapa masyarakat Papua yang berani untuk menceritakan kisah
yang dialami oleh mereka.
Paragraf
kesembilan, Eben menjelaskan bahwa dia sempat berencana akan mewawancarai
seorang dukun terkenal di pegunungan di dekat wasior yang mengklaim telah
bertanggung jawab atas gempa yang tejadi di pulau jawa. Namun sayangnya hal
tersebut tidak terpenuhi
karena mereka berada di bawah pengawasan.
Paragraf kesepuluh, Eben
mulai melihat Waropen sebagai sumber penting yang dapat
membantu memenuhi beberapa kesenjangan dalam penelitiannya .
Paragraf
kesebelas, saat Eben memulai mewawancarai waropen. Prosedur yang dilakukannya
sama seperti saat dia mewawancarai 350 narasumber yang pernah ia tanyai mulai
dari politisi, korban kekerasan hingga para aktivis. Dia akan membuat mereka tetap anonim untuk menjaga mereka dari resiko. Namun waropen
dengan tegas menolak prosedur tersebut. Dia mempertanyakan apakah identitas
narasumber itu tidak penting? Padahal sebuah penelitian akan lebih kuat bila
mengutip sumber-sumber yang kredibel.
Paragraph keduabelas, Eben sadar bahwa dengan membuat mereka tetap anonim
memang membuat mereka aman dari resiko, tetapi
dengan menjaga sumber-sumber anonim berarti Eben menghapus identitas mereka
sama sekali. Sedangkan Waropen menginginkan kutipan – kutipan mereka diakui
sebagai intelektual publik.
Paragraf ketigabelas, Sumber anonim dipandang dengan rasa kecurigaan dan misteri
oleh pembaca surat kabar dan majalah .
Paragraf
keempatbelas, Eben menuliskan tentang waropen yang yang menginginkan keadilan, dan ekpektasi
dia tentang tanah leluhurnya di masa depan. Waropen menganggap bahwa Eben
merupakan salah satu seorang yang potensial yang dapat membantu menyelesaikan
masalah ini dengan banyaknya data yang telah ia peroleh.
Paragraf
kelimabelas, di sana
terdapat hak asasi manusia karenanya mengapa saksi harus dilindungi. Itu
sebabnya, jangan hanya menggunakan data sebagai bantal, sebagai pendukung untuk
profesi sendiri. Tapi gunakanlah untuk yang sebenanya harus diluruskan.
Paragraf keenambelas, Waropen memprovokasi Eben untuk menjadi seorang ahli
regional yang handal - seseorang yang akan mengetahui hal-hal dengan pasti dan
seseorang yang akan mengambil pertanyaan akuntabilitas serius.
Paragraf
ketujuhbelas, Waropen meminta Eben
untuk memikirkan kembali apa itu " data" dalam antropologi budaya.
Paragraf
kedelapanbelas, Waropen
memberi penyadaran kepada Eben, bahwa ia harus melakukan aksi nyata. Tidak
hanya lewat sekedar menulis kata-kata.
Paragraf
kesembilanbelas, Eben dan Denny Yomaki
meneliti rumor yang menghubungkan kekerasan BP yang dulunya “British Petroleum”
dan berubah menjadi “Beyond Petroleum”. Kabarnya , agen militer Indonesia
memprovokasi kekerasan dalam upaya konvensional untuk menguntungkan " perlindungan
" kontrak .
Paragraf
keduapuluh, Eben mengungkapan rumor kekerasan yang terjadi di proyek
BP oleh para pejuang kemerdekaan (Papua double agen).
Paragraf keduapuluh satu, Eben menulis bahwa ia pernah diminta oleh seorang pembela
HAM asal papua lainnya yakni John Rumbiak pada akhir mei 2003 untuk menghadiri
pertemuan di markas besar BP di London dengan Dr Byron Grote, CFO dari
perusahaan minyak raksasa tersebut.
Paragraf keduapuluh dua,
Perjalanan Eben menuju kantor BP.
Paragraf keduapuluh tiga, Berhadapan
dengan orang yang berkuasa di Eropa membuat Eben terpacu adrenalinnya. Byron
Grote dan O’ Reilly adalah orang penting BP, dimana sebelumnya bekerja di BP
Colombia perusahaan yang terlibat kontroversi paramiliter yang membunuh aktivis
lingkungan.
Paragraf keduapuluh empat, disana
(BP) Eben menemukan fakta baru soal keterlibatan polisi Indonesia
atas kekerasan yang terjadi di sekitar perusahaan tersebut di Papua. Pasukan
keamanan negara Indonesia membuat sekitar 80 persen dari pendapatan mereka dari
konrak adalah untuk melindungi perusahaan. Dan agen rahasia militer di Indonesia memprovokasi kekerasan sampai perusahaan
mengalah dan memberi mereka kontrak keamanan.
Paragraf keduapuluh lima, Dr. Grote tetap yakin bahwa kebijakan keamanan
berbasis masyarakat akan tetap bekerja, jika tidak maka akan ada perusahan ladang
gas lain yang akan masuk ke Papua. Eben
pun bertanya-tanya pada diri sendiri apakah mungkin perusahaan ini bisa menjadi
kekuatan untuk membantu mengesampingkan militer Indonesia di Papua Barat.
Paragraf keduapuluh Enam, Rumbiak meminta Eben untuk hadir dan mememuinya di Wasior. Eben menceritakan kepada Rumbiak
mengenai wawancaranya dengan anggota milisi Papua yang takut untuk hidupnya:
"Dia mengaku telah membunuh sekelompok polisi Indonesia dengan bantuan
agen militer Indonesia.”
Setelah membaca artikel diatas, saya merasa terkejut dan prihatin atas tragedi
yang terjadi di Papua . Disana terdapat banyak kasus pelanggaran HAM yang dilakukan oleh militer Indonesia terhadap masyarakat papua yang
berdemonstrasi atau protes mengenai konflik di sana.
Alur artikel karya Eben tersebut maju-mundur,
sehingga membuat saya sebagai pembaca sedikit sulit dan bingung dalam memahami teks tersebut secara keseluruhan.
KESIMPULAN
Konflik yang
terjadi di Papua pada intinya bersumber dari ketidakpuasaan rakyat papua
terhadap Pemerintah pusat. Selama
ini, eksploitasi sumber daya alam di tanah Papua
terus berlangsung tetapi masyarakat Papua masih saja terabaikan bahkan
terlupakan. Akibatnya masyarakat Papua kehidupannya tetap terbelakang dan
sangat jauh tertinggal dari kota-kota lain yang lebih diperhatikan Pemerintah.
Bahkan penduduk dan orang Papua yang berdiam di tanah air pun tercatat sebagai
manusia termiskin di Indonesia. Padahal Papua terkenal sebagai pulau terkaya di
Indonesia bahkan di seantero jagad, tetapi penduduknya masih saja hidup miskin.
Sebagai bangsa Indonesia, kami berharap agar konflik ini bisa menemukan titik
terang dan Papua tetap berada dalam NKRI.
Referensi
http://kebindo.blogspot.com/2013/02/sejarah-pulau-irian-jaya-atau-papua.html#.U0Di-XZm3Mw di unduh
pada 6 April 2014
http://www.anneahira.com/irian-jaya.htm di unduh
pada 6 April 2014
http://www.myheritage.com/FP/newsItem.php?s=11319482&newsID=42 di unduh
pada 5 April 2014
http://suarakolaitaga.blogspot.com/2013/03/sejarah-kembalinya-irian-jaya-papua.html di unduh
pada 5 April 2014
http://papuapost.wordpress.com/2011/11/05/sejarah-masuknya-irian-barat-papua-ke-dalam-wilayah-negara-kesatuan-republik-indonesia-nkri-sudah-benar/ di unduh
pada 6 April 2014
0 comments:
Post a Comment