Kali ini adalah
kali terakhir kami mereview tugas critical review kami, dan ini adalah hal yang
krusial yang kami lakukan. Disana kami melakukan peer review bagaiman menulis
harus dalam unity dan coherance. Kedua hal ini adalah memang hal yang wajib ada
dalam tulisan kami karena kedua hal inilah barometer tulisan kami. Barometer
terhadap apa yang kami tulis adalah sebuah proses ide yang berkesinambungan.
Menulis tentang
sejarah, mengungkapnya, menemukannya memang bukan suatu hal yang mudah. Banyak
dari kami tersesat. Akan tetapi kata milan kudera, puisi tidak berbeda dengan
sejarah. Keduanya adalah mengutamakan pencarian/ penemuan dibanding
menciptakan. Sejarah seperti puisi, mengungkapkan, dalam situasi yang selalu
baru. Kemungkinan-kemungkinan tentang manusia yang selalu baru, dan
tersembunyi.
Untuk menelan
pernyataan milan kudera ini memang tidak mudah. Bagaimana mungkin menulis
sejarah dengan menulis sebuah puisi. Persamaan dari keduanya adalah ketika
sejarah mengungkapkan sebuah fakta, sebuah kebenaran, dan sebuah realita yang
bisa masyarakat percaya itu juga merupakan sebuah misi dari puisi. Membuat
puisi itu berarti bahwa seorang penyair harus jujr dan berani ke permukaan.
Artinya, untuk
naik ke misi ini, penyair harus menolak kebenaran yang diketahui sebelumnya.
Kebenaran sudah jelas “karena mengambang dipermukaan “. Karena sejarah adalah
proses tanpa akhir penciptaan manusia, itu bukan karena alasan yang sama (dan
dengan cara yang sama) proses tak berujung dari penemuan jati diri manusia.
Ahli sejarah terkadang-terkadang memperdebatkan sifat sejarah dan kegunaannya
dengan membahas studi tentang ilmu sejarah dan sebagai cara untuk memberikan
pandangan pada permasalahan masa kini.
Sejarah menitik
beratkan pada pencatatan yang berarti dan penting bagi manusia. Catatan itu
meliputi tindakan-tindakan dan pengalaman-pengalaman manusia dimasa lampau pada
hal-hal yang penting sehingga merupakan cerita yang berarti. Ihwal ini juga
hampir sama dengan puisi. Dimana puisi akan menceritkan suatu peristiwa dan
pengalaman-pengalaman dengan cara yang nyentrik dan kental dengan seni. Teks
sejarah dan puisi sebenarnya adalah karya seni, karena keduanya disusun secara
apik.
Persamaan
lainnya yaitu dalam memilih memilih suatu informasi, keduanya memperhatikan
bagaimana cara penulisannya seperti melihat batasan-batasan temporal dan
spasial tema itu sendiri. Jika hal itu tidak dijelaskan, maka sejarahwan
mungkin akan terjebak ke dalam falsafah ilmu lain, dan ini terjadi pula dalam
kegiatan yang dilakukan oleh seorang penyair. Dimana ia harus memperhatikan
kata-kata yang dipilihnya untuk menarik minat pembaca dan pendengar.
Banyak orang
yang mengkritik ilmu sejarah. Para pengkritik tersebut melihat sejarah sebagai
sesuatu yang tidak ilmiah karena tidak memenuhi faktor-faktor keilmuan.
Terutama faktor “dapat dilihat dan dicoba kembai”, artinya sejarah hanya
dipandang sebagai pengetahuan belaka, bukan sebagai ilmu. Sebenarnya, pendapat ini kurang bisa diterima akal sehat
karena sejarah mustahil dapat diulang walau bagaimanapun caranya karena sejarah
dapat hanya terjadi sekali untuk selama-lamanya. Walau mendapat tantangan
sedemikian itu, ilmu sejarah terus berkembang dan menunjukan keeksisannya dalam
tataran ilmu.
Kini,
sumber-sumber apa saja yang dapat digunakan untuk mengetahui tentang sesuatu
yang terjadi pada masa lampau (misalnya, sejarah, pencitraan, linguistik, dan
lain-lain) diterima sebagai sumber yang sah oleh kebanyakan ahli sejarah.
Ketika puisi
terikat dengan aturan sajak, baris, bait, dan sebagainya. Ketika puisi memiliki
makna, gaya bahasa/majas, dan puisi memiliki banyak makna tergantung orang
memaknainya, sebenarnya sejarahpun bekerja sepeti itu. Ketika sejarah
menceritakan atau mengisahkan sejarah tertentu, puisi pun bekerja demikian.
Namun, suatu
hal yang sangat penting dalam pertemuan kali ini ketika kita menulis, banyak
yang absen menuliskan generic structure secara gamblang. Padahal generic
structure seperti pagar yang akan merapihkan sekaligus mengamankan tulisan
kita, agar tidak ada out of the box, terorganisir, dan rapih. Juga, mutual
dialog yang tidak terjadi dikelas kita adalah sebuah peringatan bahwa kita
harus mampu belajar dengan lebih baik lagi dari sebelumnya.
Dapat
disimpulkan bahwa, memproduksi sebuah teks yang syarat akan sejarah ternyata
mempunyai sisi kesamaan seperti penulis puisi. Oleh karena itu, sudah
seyogianya penulis sadar akan apa yang ia tulis, sadar bahwa tulisannya akan
dibaca orang lain, sehingga sudah seharusnya penulis memberikan tulisan yang
menarik untuk dibaca dan memberikan makna ketika sudah membaca.
0 comments:
Post a Comment