Tenggelam Lebih Dalam
Menggali Makna Literasi
Tergoda saya berpikir untuk lebih dalam dan lebih dalam lagi
mengenai makna berliterasi (membaca dan menulis). Saya tahu makna literasi
bukan hanya sekedar berbaca tulis saja, tapi maknanya sangat luas mencakup
keseluruhan aspek-aspek knowledge dalam kehidupan kita. Makna literasi sangat
erat dengan berbagai hal dalam realita kehidupan, kehadirannya sangat penting
dalam literasi, dan merupakan jantung dalam pendidikan.
Sebenarnya , saya tidak
ingin menyajikan sebuah tulisan yang
“murahan” dan tidak bercita rasa tinggi. Sejau ini saya sudah mencoba
untuk menyajikan lebih baik dari sebelumnya, meskipun belum mampu menyajikannya
sesuai selera Bapak. Memang sesuatu yang penuh dengan tantangan, saya harus
belajar ekstra untuk mampu mencapai itu semua. Pertemuan minggu lalu Bapak
mengevaluasi pembahasan pada minggu sebelumnya. Ada beberapa poin penting yang
Bapak tekankan. Pertama yaitu berkaitan dengan salah satu tugas utama penulis
adalah untuk mengungkapkan kemungkinan-kemungkinan pemahaman baru, jadi disini
ceruk-ceruknya sudah ketahuan, misalnya pemahaman kita menanggapi sejarah
Columbus. Ceruk-ceruknya sudah diketahui,
tinggal tugas kita adalah harus mampu memahami Columbus dengan
perspektif baru. Yah, tugas kita sebagai emulator (seperti yang sudah kita
jelaskan minggu lalu) yaitu terus menggali pengetahuan-pengetahuan baru,
paradigma-paradigma baru, karena memang itu tugas emulator/peniru yang sedang
menuju ketahap orang literat (yang mampu
menghasilkan)
Berikutnya, kembali dibahas mengenai mencapai bentuk-bentuk baru
dari pemahaman meliputi tiga tahap penting yaitu : meniru (emulate) menentukan
(discover) kemudian menciptakan (create). Seperti yang sudah dibahas pada
paragraf sebelumnya, segala sesuatu membutuhkan proses, apalagi dalam dunia
literasi. Untuk menjadi orang yang literat menghasilkan sesuatu, maka dia harus
melewati tahapan-tahapan tersebut. Dan Bapak mengatakan “emulate” ini memiliki
arti besar, bermakna besar kita saat ini ada diposisi peniru, itu berarti
sedang dalam proses menuju discover dan akhirnya create.
Menurut saya, tugas seorang emulator itu tidak mudah, meskipun
hanya sebagai peniru, namun disana ada banyak hal yang harus dilakukannya.
Contohnya diri saya sendiri saat ini berada diposisi tersebut. Dan memang saya
mengungkapkan demikian bukan tanpa alasan, tapi karena saya rasakan sendiri
berdasarkan pengalaman menjadi seorang emulator , merupakan satu alasan kita
untuk mencapai sampai titik creator dan bukan salah satu alsan untuk
bermalas-malasan karena kita masih seorang emulator.
Selanjutnya masih berkaitan dengan menulis. Ketika kita menulis
harus “writing is a matter of creating affordance and exploring the meaning
potential” artinya yang harus digaris bawahi disini adalah affordances maknanya
masih sama dengan poin satu tadi, yaitu berkaitan dengan sumber daya. Menulis
itu adalah menggali potensi diri kita, dimana disini kita harus mampu menemukan
sesuatu yang baru, mampu mengembangkan dan memahami betul ilmu yang kita
pelajari, ilmu yang kita dapatkan.
Selanjutnya, manusia sebagai makhluk yang paling mulia, paling
sempurna yang tuhan ciptakan, haruslah mampu menggali potensi dirinya,
mengembangkan, kemudian memahami sebaik-baiknya. Rasanya sayang sekali, jika
kelebihan tersebut tidak kita gunakan sebaik mungkin, itulah salah satu ciri
orang yang literat, terus berkembang dan terus ceruk-ceruk baru.
Pada minggu lalu juga dibahas menulis itu merupakan semiogenesis.
Karena menulis itu adalah suatu proses sedang menciptakan hal-hal yang baru,
maka semiogenesis itu artinya menulis itu meaning making practices.
Poin terakhir yang diulas dari minggu sebelumnya, yaitu tesis
statemen merupakan tahapan yang sangat penting, diharapkan untuk membuat dialog
awal dengan pembaca. Disini pokoknya kita harus bisa berkoneksi dengan pembaca.
Pembicaraan kita dalam menulis, memang seakan tak ada habisnya.
Berkaiatn dengan ini ada sebuah komentar dari Milan Kundera (di L’Art
duroman,1986) menurutnya, untuk menulis berarti untuk penyair untuk
menghancurkan sesuatu yang ada dibelakang dinding “selalu ada” hides. Dalam hal
ini, tugas seorang penyair tidak berbeda
dari karya sejarah, yang juga menemukan dari pada menciptakan. sejarah, seperti
puisi-puisi, mengungkapkan dalam sesuatu yang selalu baru, kemungkinan manusia
sampai sekarang tersembunyi.
Artinya, untuk menulis, seorang historian sama dengan linguist,
sama dengan penyair (poet), mereka itu dipaksa mencari tahu apa yang tidak
diketahui, mereka dipaksa untuk mencari tahu apa yang disembunyikan.
Mereka harus mengungkap, menemukan sesuatu yang disembunyikan,
sedangkan tugas kita adalah uncovering, (menulis ulang sejarah).
Sebagai inspirasi dari sumber
lain disebutkan bahwa sejarah bahkan mencekik, merupakan misi untuk
penyair. Dan untuk naik ke misi ini, penyair harus menolak melayani kebenaran
yang diketahui sebelumnya, kebenaran itu sudah jelas karena mengambang
dipermukaan karena sejarah adalah suatu proses tanpa akhir ciptaan manusia, itu
bukan karena alasan yang sama (dan dengan cara yang sama) proses tak berujung
penemuan dari diri manusia? Sepanjang masa sejarah akan selalu ada dan akan
selalu lahir sejarah-sejarah baru.
Berbicara tentang sejarah
memang selalu berkaitan dengan literasi dan tidak bisa dipisahkan, sekarang
yang terpenting adalah sebagai orang yang berjalan ke arah orang yang
berlitersi, maka tugas kita adalah menggali tanpa henti , bagaimana untuk
menjadi orang yang literat dan selalu belajar / mempelajari tanpa henti pula.
Dapat saya simpulkan untuk menutup class review kali ini, yaitu ketika kita berbicara tentang berbaca
tulis itu adalah bagian dari berliterasi. Namun makna berliterasi bukan hanya
sebatas berbaca tulis saja, melainkan sangat erat dengan berbagai hal dalam
realita kehidupan. Dan hasil pembahasan mengenai evaluasi minggu sebelumnya
yaitu tugas seorang penulis yang utama salah satunya harus mengungkap
pemahaman-pemahaman baru, untuk mampu menciptakan, seorang penulis harus
melewati dua tahap sebelumnya, yaitu “emulate” lalu “discovery” baru kemudia
“create.” Menulis juga harus affordances, artinya harus bisa menggali potensi
diri (menemukan, mengembangkan, memahami). Menulis juga memiliki makna
semiogenesis artinya proses pembentukan makna /meaning making practices.
Kemudian tesis statemen merupakan tahap yang sangat penting untuk membuat dialog
awal dengan pembaca.
Selanjutnya ada komentar dari Milan Kundera (1986) seorang
historian, linguis dan penyair dipaksa untuk mencari tahu apa yang tidak
diketahui atau disembunyikan. Sedangkan tugas kita adalah uncovering (menulis
ulang sejarah). Semua pihak memiliki
tugas masing-masing baik penulis, pembaca, historian, linguist, poet, mereka dan kita semua dituntut untuk mampu memaknai
makna literasi dan sejarah.
0 comments:
Post a Comment