Judul dari sebuah tekas adalah segalanya,
sebelum ‘prima facie principle’ dibaca seorang pembaca cenderung melihat judul
dari teks itu sendiri. Dari judul pembaca akan memutuskan apakah ia akan
melanjutkan membaca atau tidak, jadi intinya sebuah judul itu harus bisa
menarik perhatian pembaca. Selain menarik judul juga harus tepat dan sesuai
dengan apa yang diungkapkan di teks karena judul itu sebuah rekonstruksi dari
apa yang sebenarnya hendak diungkapan oleh peenulis di dalam teks. Sebagai
penulis, kita juga harus mengetahui bahwa kritikan itu dimulai dari judul apakah judul itu pas untuk mewakili keseluruhan
teks atau tidak. Dari pemaparan di atas bisa ditarik kesimpulan bahwa judul
mempertaruhkan nasib sebuah teks, apakah teks itu dapat diterima/diminati
banyak orang atau tidak.
Selanjutnya sebagai seorang penulis, kita
harus sudah menyadari bahwa tulisannya harus bisa memberikan pemahaman baru
bagi pembaca dalam arti penulis harus bisa memenuhi aspek affordance (sanggup
merubah) setidaknya satu pandangan seorang pembaca terhadap sesuatu pokok
bahsan. Kegiatan menulis adalah semogenesis yang bisa diartikan sebagai meaning
making practice, maka dari itu penulis harus bisa menyajikan tulisan yang
membangun pengertian antara penulis dan pembaca.
Kemudian hal selanjutnya yang harus
diperhatikan oleh penulis yaitu ‘thesis statement’ yang disebut dengan
‘milestone’ (batu loncatan) yang menjadi awal dari semogenesis antara penulis
dan pembaca dan menjadi sandaran pertama pembaca tentang apa yang sedang ia
pahami di dalam teks.
Milan
Kundera dalam artikel ‘Art Du Roman 1986 berkomentar bahwa seorang puitis
adalah ia yang bisa menghancurkan dinding yang mana di balik dinding
tersembunyi sebuah rahasia. Dalam konsep ini seorang puitis tidak jauh berbeda
dengan sejarawan yang mana sejarawan itu sama dengan seorang linguist dan
persamaannya itu terletak pada kiprahnya sebgai seorang yang bisa mengungkap seguah
persembunyian yang menyimpan rahasia.
Berlanjut pada pembahasan tugas seorang
penulis, seorang penulis harus bisa meredam asumsi yang telah beredar di
kalangan masyarakat tentang suatu hal. Ini adalah tugas yang besar dan berat
bagi seorang penulis dan tugas ini tergantung kepada seberapa pintar ia
bersilat lidah di atas sebuah kertas.
Seorang penulis menuliskan sebuah teks
berdasarkan ideologinya masing-masing, begitu pula ketika menulis sejarah, seperti
yang telah diketahui sebelumnya bahwa tidak ada sebuah teks yang netral. Dalam
penulisannya sejarah ini tidak akan pernah putus dan akan terus menerus ada
seperti penemuan yang ada pada diri kita (self discovery) yang akan terus ada
sesuatu yang baru yang kita temukan dalam hidup kita. Dalam hal ini bisa
dianalogikan kepada pengembaraan para nabi yang mana dalam perjalanannya selalu
berdakwah kepada umatnya dan di ditulah ditemukan sebuah pembaruan dan
continouitas berkesinambungan tentang penyebaran agama Islam dan tidak akan
pernah putus hingga akhir dari kehidupan dunia, episode terakhir dari sandiwara
kehidupan umat manusia.
Kesinambungan penulisan sejarah adalah satu
dari tombak fakta atau data yang merupakan bukti tertulis sebuah sejarah adalah
satu dari tombak fakta atau data yang merupakan bukti tertulis sebuah sejarah,
dikatakan di materi 7th meeting of writing4 bahwa sejarah merupakan sebuah misi
dari puisi yang mana di situ sejarah mengungkap sebuah fakta dengan cerita,
namun bukan sekedar cerita karena di dalamnya terdapat bukti atau fakta yang
telah terjadi di masa lampau tentang bagaimana bentuk teks atau penulisannya
itu kembali kepada ideologi penulis sejarah itu sendiri.
Misi yang dimunculkan oleh sebuah pujangga
haruslah bisa merubah asumsi pembaca seperti yang telah dituliskan di halaman
sebelumnya bahwa penulis harus mampu merubah asumsi (point of view) pembaca
terhadap suatu pokok bahasan (kasus) dengan ini maka pujangga sudah bisa
dikatakan sebagai seseorang yang telah mencapai misinya.
Sejauh pemaparan ini saya mengambil garis
besar yang merangkum keseluruhan dari isi yang tertulis di teks ini. masih
tentang penulis yang menjadi kajian utama di writing4 ini yang juga disokong
oleh literasi sebagai patok kehidupan ini.
Pertama yaitu judul yang menjadi penentu awal
kesuksesan sebuah teks. Kedua yaitu affordance yang disamakan dengan ‘meaning
making practice’ dan menjadi langkah awal adanya pemahaman satu sama lain
antara penulis dan pembaca. Ketiga masih tentang thesis statement yang
diistilahkan sebagai ‘milestone’ (batu loncatan) yang menjadi dasar akan
kesadaran pembaca tentang apa yang sedang ia pahami dari teks itu.
Milan Kundera
‘to write, means for the poet to crush the
wall behind which something that was always there hides’
0 comments:
Post a Comment