Pada pertemuan yang ke-9 ini challenge kita
semakin bertambah dari yang biasanya, karena tugas kita tidak hanya menulis,
melainkan reading comprehension juga perlu diterapkan. Maka dalam pertemuan
yang ke-9 ini Mr. Lala Bumela Memberikan tema “Reading Time”. Di pertengahan
semester ini kita diharapkan konstan dalam pengalaman reading (ekstensif maupun
intensif reading), selain itu diharapkan pula untuk fokus, konstan dalam
berkomitmen, tekun, selalu berdoa, dan yang paling penting adalah teamwork,
maka dalam teamwork ini kita membutuhkan diskusi dengan partner terbaik.
Untuk mengefektifkan diskusi dalam teamwork
ini, maka kita diharuskan membuat suatu group yang terdiri atas lima orang.
Setelah itu melakukan reading time bersama dengan club readingnya
masing-masing. Reading time ini mengambil topik “Don’t Use Your Data as a
Pillow”, yang merupakan karya tulis dari seseorang yang bernama S. Eben
Kirksey. Maka tugas reading club disini yakni membaca per kalimat, kemudian
mengartikan maksudnya sesuai dengan pemikirannya masing-masing. Setiap kelompok
tentu mempunyai pendapat yang berbeda-beda. Maka dalam hal itu pula terkait
dengan adanya passion yang kuat dari Mahasiswa jurusan PBI ini untuk menghadapi
tantangan baru yang lebih berat dari sebelumnya.
Meskipun dalam pertemuan ke-9 ini lebih ditekankan
dalam membaca, namun sebenarnya itu merupakan langkah untuk dapat menjadi
penulis yang baik. Seperti yang kita ketahui pada masa sekarang banyak para
pelajar yang lebih senang menonton televisi ketimbang menyempatkan membaca, maka
hal tersebut yang menjadikan kebanyakan dari kita disebut less qualify reader. Lantas
bagaimana menanggapi keadaan tersebut, semua itu memang tergantung pada diri
kita masing-masing, namun hal tersebut sebisa mungkin harus kita hindari, demi
terciptanya generasi yang memiliki qualified reader.
Dalam wacana yang berjudul Don’t Use Your
Data as a Pillow ini menggambarkan penelitian seorang penulis, yang awalnya
ingin meneliti kasus kekeringan El-Nino, tapi pada saat ia datang Papua sedang
turun hujan, sehingga membuatnya berpindah fokus pada tujuan asalnya, ia harus
mempelajari gerakan reformasi dan kasus politik yang ada di Papua. Papua barat
yang sebelumnya Irian Jaya Barat adalah sebuah provinsi Indonesia yang terletak
di bagian barat Pulau Papua. Wilayah provinsi ini mencangkup kawasan kepala
burung Pulau Papua dan kepulauan-kepulauan disekelilingnya. Lantas apa perbedaan
Papua dengan Irian Jaya? Sebenarnya sebagian besar rakyat Papua menganggap
bahwa nama Irian adalah pelecehan jati diri sebuah bangsa, dimana nama Irian
dipelesetkan sebagai Ikut Republik Indonesia Anti Netherland. Maka pada saat
memasuki era reformasi, sebagian besar rakyat Papua menuntut pengembalian nama
Irian Jaya menjadi Papua sebagai wujud jati diri sebuah bangsa, dan di awal 1
januari 2000, Abdurrahman Wahid atau yang biasa dikenal dengan sebutan Gus Dur telah
bijaksana dalam memaklumkan kembalinya nama Papua hingga saat ini.
Sejak tahun 1866 Pulau Papua berada dalam
penjajahan tiga negara Eropa yakni Belanda, Inggris, dan Jerman. Bagian sebelah
timur pulau Papua yang oleh bangsa Eropa lebih dikenal dengan nama Papua New
Guinea dikuasai oleh German dan Inggris. Sedangkan bagian barat Pulau Papua
yang oleh bangsa Eropa dikenal dengan nama West Papua dikuasai oleh Belanda. Belanda
bukan hanya memperluas wilayahnya, namun mereka juga menyebarkan agama kristen
dan mencari dimana letak emas, karena keinginan yang kuat dari Belanda untuk
menjadikan Papua Barat sebagai wilayahnya, maka diam-diam Belanda memberi nama
Netherland New Guinea.
Pada tanggal 17 Agustus 1945, Hindia Belanda
memproklamasikan kemerdekaan negara Indonesia. Indonesia pun menuntut semua
wilayah bekas Hindia Belanda sebagai wilayah kedaulatannya. Sehingga Bung Karno
pada saat itu berpidato mengenai “Memasukan
Kembali Irian Barat ke dalam Wilayah Kekuasaan R.I”, yang diselenggarakan di Kota
Baru pada tanggal 4 Mei 1963. Dalam pidatonya tersebut Bung Karno mengatakan bahwa “yang dinamakan tanah air Indonesia ialah segenap wilayah yang dulu dijajah
oleh pihak Belanda, yang dulu dinamakan Hindia Belanda, yang dulu dinamakan
Nederlands Indië. Itulah wilayah Republik Indonesia”. Itu berarti
bahwa sejak 17 Agustus 1945 Irian Barat telah masuk di dalam wilayah Republik
Indonesia, dan menjadi satu kesatuan yang tak terpisahkan dengan wilayah Negara
Indonesia.
Namun Belanda
sebenarnya belum rela melepas Irian Barat. Belanda ingin menjadikan Papua bagian barat sebagai negara terpisah dengan
alasan adanya perbedaan etnis. Keengganan Belanda melepaskan Papua juga karena
ada pusat pemerintahannya di Hollandia (Jayapura) yang topografinya sangat mirip
dengan pantai utara Belanda tersebut. Papua menjadi daerah yang diperebutkan
antara Indonesia dan Belanda. Hal ini kemudian dibicarakan dalam beberapa
pertemuan dan dalam berbagai forum internasional. Dalam Konferensi Meja Bundar
tahun 1949, Belanda dan Indonesia tidak berhasil mencapai keputusan mengenai
Papua bagian barat, kemuadian sepakat bahwa hal ini akan dibicarakan kembali dalam
jangka waktu satu tahun. Pada bulan Desember 1950, PBB memutuskan bahwa Papua
bagian barat memiliki hak merdeka sesuai dengan pasal 73e Piagam PBB.
Dalam rangka mempersiapkan kekuatan militer untuk merebut Irian Barat,
Pemerintah Republik Indonesia mencari bantuan senjata kepada luar negeri. Misi
ini sukses, sehingga Belanda mulai menyadari bahwa jika Irian Barat tidak
diserahkan secara damai kepada Indonesia, maka Indonesia akan berusaha
membebaskannya secara militer (operasi militer). Maka pada tanggal 19 Desember
Presiden Soekarno mengeluarkan Surat Perintah dalam rangka perjuangan
pembebasan Irian Barat yang dikenal dengan nama Tri Komando Rakyat (Trikora). Isi
Trikora tersebut yaitu:
1.
Gagalkan pembentukan Negara Papua oleh Kolonial Belanda
2.
Kibarkan Sang Merah Putih di Irian Barat Tanah Air Indonesia
3.
Bersiaplah untuk mobilisasi umum untuk mempertahankan kemerdekaan dan
kesatuan tanah air Indonesia.
Seperti itulah gambaran sedikit mengenai kasus Papua. Selanjutnya mengenai sebuah
artikel penelitian yang dilakukan oleh Eben, yakni dalam judul Don’t Use
Your Data as a Pillow. Sebenarnya artikel tersebut merupakan ringkasan
pemaparan penelitiannya, yakni sebelumnya ia telah menuliskan sebuah buku “Freedom
in entangled Worlds. West Papua and the Architecture of Global Power”. Dalam artikel
Don’t Use Your Data as a Pillow tersebut terdapat 26 paragraf. Masing-masing
paragraf tersebut memiliki main idea tersendiri.
Mengenai judul artikel tersebut, kelompok kami mengartikannya sebagai suatu
informasi yang seharusnya diungkap, tetapi malah ditutup-tutupi, dan diungkap
hanya pada saat dibutuhkan saja. Hal tersebut dikarenakan kelompok kami
menganggap kata “data” sebagai “informasi” dan “pillow” sebagai “sesuatu yang
ditempatkan dibelakang, dan digunakan hanya pada saat tidur atau pada saat
dibutuhkan”.
Kemudian di paragraf pertama artikel tersebut menyebutkan kata “pesta”. Maksud
dari pesta tersebut adalah sebuah perayaan kecil bentuk penghormatan yang
dilakukan masyarakat adat terhadap Eben. Pesta tersebut terlihat biasa, dengan
penyajian makanan yang sederhana, namun pesta tersebut benar-benar berarti bagi
seorang Eben Kirksey, pasalnya itu merupakan pesta yang menandai akhir dari
penelitiannya di Mei 2003, yang diselenggarkan oleh Denny Yomaki, pekerja hak
asasi manusia, ia pula yang telah menemani Eben Kirksey saat pergi ke Wasior
untuk melakukan sebuah penelitian.
Pada peragraf kedua, ia menceritakan bahwa awal tujuannya ke Papua adalah
untuk melakukan penelitian Thesis Sarjananya dalam mempelajari kekeringan
El-Nino, namun ia kaget karena ternyata disitu juga sedang terjadi konflik
ketika Papua ingin merdeka dan ketika Irian Jaya berubah menjadi Papua.
Pada paragraf ketiga, setelah Eben Kirksey berfokus pada penelitian barunya
dalam meneliti Papua, Eben meneliti ternyata telah terjadi kasus genosida pada
masa gerakan reformasi, hal tersebut pulalah yang membuat Papua ingin
memisahkan diri dari Indonesia. Eben mengetahuinya ketika ada seorang mahasiswa
yang kritis tentang Papua, dan kemudian mahasiswa tersebut malah ditembak oleh
militer. Gerakan reformasi dilakukan oleh mahasiswa di tahun 1998, gerakan
mahasiswa itu guna ingin menjatuhkan kekuasaan Presiden Soeharto, gerakan
mahasiswa ini adalah bentuk pemberontakan terhadap Soeharto.
Kemudian pada paragraf selanjutnya, Eben
menemukan sesuatu yang unik, ia mencatat beberapa adat khas, yang mana adat
khasnya itu tentang penyiksaan dan tentang peran pemerintah Amerika dalam
mendukung militer. Ia juga mempelajari kampanye teror yang di picu oleh “Dracula”.
Maksud dari dracula tersebut adalah pencabut nyawa, penghisap, dan selalu
melakukan tindak kekerasan. Eben juga mencatat tentang bagaimana nenek moyang
Eben berkulit putih yang mencuri keajaiban modernitas dari penduduk asli Papua.
Pada peragraf ke lima, masyarakat papua
menganggap Eben sebagai sekutu, seorang yang memiliki potensi untuk membantai
warga papua barat. Padahal ia datang untuk melakukan sebuah penelitiannya, bukannya
ikut dalam konflik militer Indonesia dan Organisasi Papua Merdeka (OPM).
Pada paragraf ke enam, menggambarkan situasi
pada saat pesta, dimana Denny mengucapkan do’a singkat dalam Kristen. Setelah selesai
menjamu makanan, Denny dan Eben kemudian bersantai sambil bertukar lelucon di
Logat Papua, dan pada saat itu juga ia bertemu dengan Telys Waropen yang
merupakan anggota Komnas HAM dan seorang penghasut muda.
Pada paragraf selanjutnya, menceritakan
mengenai asal Waropen. Ia berasal dari Wasior, tempat dimana polisi Indonesia
baru-baru ini melakuakan serangan berkelanjutan, dan Wasior juga merupakan
tempat dimana Eben Kirksey bersama Denny mengunjungi tempat tersebut untuk
melakukan penyelidikan rumor bahwa agen-agen militer Indonesia diam-diam mendukung
milisi Papua.
Kemudian paragraf selanjutnya, Eben meminta
Waropen untuk wawancara, namun Waropen menolak, karena ia membuatnya tetap
anonim, maka Waropen pun menanyakan “apa jenis penelitian yang Anda lakukan?” “mana
identitas sumber Anda? Bukankah data Anda menjadi lebih kuat jika Anda mengutip
sumber-sumber yang kredibel?” maka dalam hal ini Eben merasa dicurigai ketika
sumber anonim dipandang dengan rasa kecurigaan dan misteri oleh pembaca surat
kabar ataupun majalah.
Kemudian setelah lelah berdebat kasusnya dan
membenarkan penelitiannya, Eben beristirahat kembali pada sikunya dan tetap
mendengarkan Waropen berbicara. Waropen berkata “Don’t Use Your Data as a
Pillow”. Barulah penulis paham ternyata yang mengatakan don’t use your data
as a pillow adalah Waropen. “jangan menggunakan data Anda sebagai bantal
dan pergi tidur ketika Anda kembali ke Amerika”, Waropen bersikeras. Ternyata maksud
dari kata-kata Waropen adalah “jangan hanya menggunakan ini sebagai jembatan
untuk peluang profesional Anda sendiri”. Itulah kata-kata yang ditujukan untuk
Eben Kirksey yang kemudian ia jadikan sebagai judul dalam sebuah artikelnya.
Sebenarnya banyak sekali yang ditulis oleh
Eben Kirksey, ia mempunyai banyak data-data dalam penelitiannya tersebut, dan dalam
menceritakan sejarah mengenai Papua ini sungguh sangat merumitkan, karena
konflik yang terjadi didalamnya bukan hanya satu, tapi begitu banyak,
Terdapat pertanyaan bahwa apakah kalian setuju
jika Papua itu dilepas saja? Setiap orang pasti mempunyai pendapat tersendiri
dalam menjawab pertanyaan tersebut, namun menurut pendapat saya, jika Papua
dilepas, sungguh sangat disayangkan perjuangan bangsa kita terdahulu yang telah
berusaha memperebutkan tanah Papua. Kita harus percaya pada NKRI, dan
jelas-jelas pada pidato Presiden Soekarno pun mengakui akan Papua sebagai bagian
dari wilayah Indonesia. Ketika kita ingin melepaskan sesuatu, maka kita harus
ingat seberapa sulitnya ketika kita memperjuangkannya. Perjuangan bangsa
Indonesia untuk Papua sangatlah banyak, mulai dari mengadakan pertemuan konferensi
internasional, sampai membuat perjanjian, dan mengadakan kemiliteran Indonesia.
Dalam membaca artikel yang merupakan karangan
dari Eben Kirksey ini, penulis menemukan banyak sekali kendala, dikarenakan
kurangnya pembiasaan diri dalam membaca teks berbahasa Inggris dan kurangnya
pengetahuan dalam mempalajari kasus sejarah. Maka dalam hal ini penulis
mencatat sebuah kekurangan dan kelebihan setelah membaca teks artikel tersebut,
diantaranya:
weakness
|
Strenghtness
|
Masih banyak vocabularies yang asing yakni the reader
less vocabularies
|
Menjadi tahu
akan sejarah tentang papua
|
Kesulitan dalam mengartikan sebuah makna yang
terkandung dalam wacana tersebut
|
Memaparkan
berdasarka pengetahuan penulis
|
Terdapat beberapa kata-kata kiasan yang sulit dipahami
|
Referensi:
·
Marien, Engelberth. 2009. “Akar Permasalahan
dan Solusi Konflik di Papua Barat.”
http://engelberth-tutupfreeportindonesia.blogspot.com/2009/06/akar-permasalahan-dan-solusi-konflik-di_1558.html?m=1 Diunduh pada
tanggal 5 April 2014
· http://politik.kompasiana.com/2012/03/16/menurut-bung-karno-papua-sudah-menjadi-nkri-walaupun-tanpa-pepera-bagian-2-447305.html Diunduh pada tanggal 6 April
2014
0 comments:
Post a Comment