Nama
: Resa Novianti
Class
: PBI_B
NIM : 14121310343
Kudeta Papua Barat
Negara
Indonesia adalah negara hukum dengan sistem pemerintahan demokrasi. Salah satu
ciri dari negara demokrasi adalah adanya jaminan atau perlindungan bagi
rakyatnya untuk dapat dengan bebas dan merdeka dalam mengeluarkan pendapat
maupun ide-idenya, serta adanya jaminan dan perlindungan hukum pada pihak yang
menjadi korban dari pelaksanaan kemerdekaan menyatakan pendapat tersebut. Menurut Sukarno, kemerdekaan adalah jembatan emas
menuju masyarakat adil dan makmur. Kemerdekaan bagi seseorang atau satu bangsa
adalah kepemilikan wewenang dan kemampuan pengaturan, terhadap diri sebagai
individu dan terhadap kelompok sebagai kesatuan masyarakat bangsa. Tapi bukan
hanya itu! Abu Daud meriwayatkan sabda Nabi Saw yang melukiskan seorang merdeka
sebagai Siapa yang memiliki rumah, dan pembantu. Tentu saja makna kata
‘pembantu ‘ harus disesuaikan dengan perkembangan masyarakat. Kini ia dapat
berarti alat-alat yang membantu/mempermudah seseorang memenuhi kebutuhan-nya
Dengan demikian kemerdekaan bukan sekedar wewenang dan kemampuan pengaturan
tetapi juga kesejahteraan hidup.
Menurut Prof. Chaedar Alwashilah dalam artikelnya yang
berjudul “ rekayasa literasi,” beliau berkata, “pendidikan seyogyanya
menghasilkan manusia literate, yakni manusia yang memilki literasi memadai
sebagai warga Negara yang demokratis.” (Alwasilah, A.Chaedar. 2012.
“Rekayasa Literasi.” Bandung: Kiblat Buku Utama.)
Konflik Papua memiliki satu hal
unik, yang membedakannya dengan konflik-konflik lokal lain di Indonesia.
Keunikan ini adalah adanya nasionalisme Papua yang telah tertanam di dalam diri
rakyat Papua selama puluhan tahun. Rasa nasionalisme tersebutlah yang mendorong
rakyat Papua membenci adanya penjajahan terhadap mereka, baik yang dilakukan
Belanda maupun Indonesia.
Nasionalisme Papua yang mulai ditanamkan oleh Belanda ketika
didirikan sekolah pamong praja di Holandia, tertanam serta tersosialisasikan
dari generasi ke generasi. Ketika Belanda dan Indonesia bukanlah pihak yang
diharapkan, rakyat Papua melihat keduanya sebagai bangsa yang hendak menguasai
Papua. Pemikiran ini yang menyebabkan gerakan anti-Indonesia sangat kuat dan
mudah meluas di Papua. Kebijakan represif pada masa Orde Baru tidak mampu
memadamkan nasionalisme ini, namun justru memperkuatnya.
Sejarah Konflik
Papua
1960 - 2000
ü 1966-67:
pemboman udara Pegunungan Arfak
ü 1967:
Operasi Tumpas (penghapusan operasi). 1.500 diduga tewas di Ayamaru, Teminabuan
dan Inanuatan.
ü Mei
1970: Pembantaian perempuan dan anak-anak oleh tentara Indonesia. Saksi
melaporkan melihat seorang wanita memusnahkan, membedah bayinya di tempat dan
pak bibi bayi-diperkosa.
ü Jun
1971: Bapak Henk de Mari melaporkan bahwa 55 orang dari dua desa di Biak Utara
dipaksa untuk menggali kuburan mereka sendiri sebelum ditembak
ü Mei
1978: Lima OPM (Organisasi Papua Merdeka) pemimpin menyerah untuk menyelamatkan
desa mereka tertangkap masuk Mereka dipukuli sampai mati dengan batang besi
panas merah dan tubuh mereka dilemparkan ke dalam lubang jamban. 125 penduduk
desa maka mesin ditembak sebagai simpatisan OPM dicurigai.
ü pertengahan
1985: 2.500 tewas di wilayah Kabupaten Paniai Danau Wissel, termasuk 115 dari
desa-desa Iwandoga dan Kugapa dibantai oleh pasukan 24/6/1985, 10 orang, desa,
taman makanan, dan ternak desa Epomani, Obano Sub-distrik; 15 orang, desa, dan
ternak dari kabupaten desa Ikopo Monemane, dan 517 orang, 12 desa, taman
makanan, dan hidup-stok Monemane. Dsb.
2000 - 2010
v Pada
tanggal 31 Agustus 2002: pemberontak menyerang pada sekelompok profesor dari
Amerika Serikat. 3 tewas dan 12 lainnya luka-luka. Polisi menuduh OPM
bertanggung jawab.
v Pada
tanggal 1 Desember 2003: Sekelompok 500 orang mengibarkan bendera separatis,
beberapa tindakan lain telah terjadi 42 orang ditangkap.
v Pada
tanggal 9 April 2009: Sebuah serangan bom di Jayapura menewaskan 5 orang dan
beberapa orang terluka. Sementara itu, sekitar 500 militan menyerang sebuah pos
polisi dengan busur dan anak panah dan bom bensin.. Polisi bereaksi dan
membunuh seseorang.
v Pada
24 Januari 2010: Pemberontak menyergap sebuah konvoi penambang PT Freeport
McMoran. Sembilan orang terluka, OPM menyangkal Tanggung Jawab.
Organisasi Papua Merdeka (disingkat OPM) adalah
sebuah organisasi yang didirikan tahun 1965 dengan tujuan membantu dan
melaksanakan penggulingan pemerintahan yang saat ini berdiri di provinsi Papua dan Papua Barat
di Indonesia ,
sebelumnya bernama Irian Jaya, memisahkan diri dari
Indonesia, dan menolak pembangunan ekonomi dan modernitas. Organisasi
ini mendapatkan dana dari pemerintah Libya pimpinan Muammar
Gaddafi dan pelatihan dari grup gerilya New People's Army
beraliran Maois
yang ditetapkan sebagai organisasi teroris asing oleh Departemen Keamanan
Nasional Amerika Serikat. Organisasi ini dianggap tidak sah di Indonesia.
Perjuangan meraih kemerdekaan di tingkat provinsi dapat dituduh sebagai
tindakan pengkhianatan terhadap negara. Sejak berdiri, OPM berusaha mengadakan
dialog diplomatik, mengibarkan bendera Bintang Kejora, dan melancarkan
aksi militan sebagai bagian dari konflik Papua.
Para pendukungnya sering membawa-bawa bendera Bintang Kejora dan simbol
persatuan Papua lainnya, seperti lagu kebangsaan "Hai Tanahku Papua"
dan lambang nasional. Lambang nasional tersebut diadopsi sejak tahun 1961
sampai pemerintahan Indonesia diaktifkan bulan Mei 1963 sesuai Perjanjian New York.
Tahun
1982, Dewan Revolusi OPM (OPMRC) didirikan dan di bawah kepemimpinan Moses
Werror, OPMRC berusaha meraih kemerdekaan melalui kampanye diplomasi
internasional. OPMRC bertujuan mendapatkan pengakuan internasional untuk
kemerdekaan Papua Barat melalui forum-forum internasional seperti PBB, Gerakan
Non-Blok, Forum Pasifik Selatan, dan
ASEAN.
Tahun
1984, OPM melancarkan serangan di Jayapura,
ibu kota provinsi dan kota yang didominasi orang Indonesia non-Melanesia.
Serangan ini langsung diredam militer Indonesia dengan aksi
kontra-pemberontakan yang lebih besar. Kegagalan ini menciptakan eksodus pengungsi
Papua yang diduga dibantu OPM ke kamp-kamp di Papua Nugini.
Tanggal
14 Februari 1986, Freeport Indonesia mendapatkan informasi bahwa OPM kembali
aktif di daerah mereka dan sejumlah karyawan Freeport adalah anggota atau
simpatisan OPM. Tanggal 18 Februari, sebuah surat yang ditandatangani
"Jenderal Pemberontak" memperingatkan bahwa "Pada hari Rabu, 19
Februari, akan turun hujan di Tembagapura". Sekitar pukul 22:00 WIT,
sejumlah orang tak dikenal memotong jalur pipa slurry dan bahan bakar dengan
gergaji, sehingga "banyak slurry, bijih tembaga, perak, emas, dan bahan
bakar diesel yang terbuang." Selain itu, mereka membakar pagar jalur pipa
dan menembak polisi yang mencoba mendekati lokasi kejadian. Tanggal 14 April
1986, milisi OPM kembali memotong jalur pipa, memutus kabel listrik, merusak
sistem sanitasi, dan membakar ban. Kru teknisi diserang OPM saat mendekati
lokasi kejadian, sehingga Freeport terpaksa meminta bantuan polisi dan militer.
Dalam insiden terpisah pada bulan Januari dan Agustus 1996, OPM menawan
sejumlah orang Eropa dan Indonesia; pertama dari grup peneliti, kemudian dari
kamp hutan. Dua sandera dari grup pertama dibunuh dan sisanya dibebaskan.
Bulan
Juli 1998, OPM mengibarkan bendera mereka di menara air kota Biak di pulau Biak. Mereka menetap di
sana selama beberapa hari sebelum militer Indonesia membubarkan mereka. Filep Karma
termasuk di antara orang-orang yang ditangkap. Tanggal 24 Oktober 2011,
Dominggus Oktavianus Awes, kepala polisi Mulia, ditembak oleh orang tak dikenal
di Bandara Mulia, Puncak Jaya. Kepolisian Indonesia menduga sang penembak
adalah anggota OPM. Rangkaian serangan terhadap polisi Indonesia memaksa mereka
menerjunkan lebih banyak personil di Papua. Pada tanggal 21 Januari 2012,
orang-orang bersenjata yang diduga anggota OPM menembak mati seorang warga
sipil yang sedang menjaga warung. Ia adalah transmigran asal Sumatera Barat.
Tanggal 8 Januari 2012, OPM melancarkan serangan ke bus umum yang mengakibatkan
kematian 3 warga sipil dan 1 anggota TNI. 4 lainnya juga cedera. Tanggal 31
Januari 2012, seorang anggota OPM tertangkap membawa 1 kilogram obat-obatan
terlarang di perbatasan Indonesia-Papua Nugini. Obat-obatan tersebut diduga
akan dijual di Jayapura. Tanggal 8 April 2012, OPM menyerang sebuah pesawat
sipil Trigana Air setelah mendarat yang akan parkir di Bandara Mulia, Puncak
Jaya, Papua. Lima militan bersenjata OPM tiba-tiba melepaskan tembakan ke
pesawat, sehingga pesawat kehilangan kendali dan menabrak sebuah bangunan. Satu
orang tewas, yaitu Leiron Kogoya, seorang jurnalis Papua Pos yang mengalami
luka tembak di leher. Pilot Beby Astek dan Kopilot Willy Resubun terluka akibat
pecahan peluru. Yanti Korwa, seorang ibu rumah tangga, terluka di lengan
kanannya dan anaknya yang berusia 4 tahun, Pako Korwa, terluka di tangan
kirinya. Pasca-serangan, para militan mundur ke hutan sekitar bandara. Semua
korban adalah warga sipil. Tanggal 1 Juli 2012, patroli keamanan rutin yang
diserang OPM mengakibatkan seorang warga sipil tewas. Korban adalah presiden
desa setempat yang ditembak di bagian kepala dan perut. Seorang anggota TNI
terluka oleh pecahan kaca. Tanggal 9 Juli 2012, tiga orang diserang dan tewas
di Paniai, Papua. Salah satu korban adalah anggota TNI. Dua lainnya adalah warga
sipil, termasuk bocah berusia 8 tahun. Bocah tersebut ditemukan dengan luka
tusuk di bagian dada.
Jika dilihat dari sejarah, konflik di tanah papua sudah bisa
di rasakan sejak awal kemerdekaan indonesia. Kekisruan makin terlihat ketika
daerah ini tergabung kepada Indonesia setelah adanya penandatangan kesepakan
politik antara RI-Belanda yang difasilitasi PBB pada 1962. Awalnya saat
bergabung, provinsi yang memiliki luas 427,981 km persegi dan terletak di koordinat
130 derajat- 141 derajat lintang timur, dan 2,25 derajat utara-9 derajat
selatan ini memiliki nama Irian Barat (1962-1963) dan berubah menjadi Irian
Jaya ( 1973-2001) nama “Iryan” di perkenalkan oleh Marcuc W kaisepo pada
september 1945, yang dalam bahasa Biak Numfor berarti sinar matahari atau
tanaha yang panas ( the hot land) barulah oleh presiden Abdul rahman Wahid pada
1 januari 2000, nama provinsi Papua kemudian di legalkan melalui UU No 21 tahun
2001 tentang otonomi khusus bagi Provinsi papua, dan sejak 10 november 2004
dengan keputusan mahkama konstitusi No 018/PUU-I/2003 area ini terdiri dari dua
Provinsi: Provinsi Papua Barat dan papua yang terdiri dari 29 daerah
pemerintahan dan dua kota praja.
Secara terminologi
konflik didefinisikan sebaga relasi
yang menggambarkan ketidaksejalanan sasaran yang dimiliki atau yang
di rasa dimiliki oleh dua pihak atau lebih. Sedangkan kekerasan di
artikan sebagai kegiatan yang mmencakup tindakan, sikap, berbagai struktur
atau sistem yang menyebabkan kerusakan fisik, mental sosial atau
lingkungan dan atau menghalangi seseorang meraih potensi penuh. Konflik atau
perang internal di bagi dalam dua jenis yaitu konflik yang terjadi antara pemerintah dengan
gerakan separatis yang ingin memerdekakan diri , kemudian konflik terjadi antar
kelompok di dalam negara atau lebih di kenal sebagai perang sipil.
Menurut William
J.Dixon konflikdi bagi menjadi ndua kategori , pertama, konflik timbul
dari pengakuan bersama atas kepentingan dan nilai-nilai dasar yang saling
berbenturan; kedua, konflik merupakan gambaran yang sangat jelas dari hubungan
sosial. Konflik yang berlangsung terus menerus dalam suatu negara bisa di
sebabkan dengan adanya krisis dalam pemerintahan terasuk tidak adanya tujuan
perdamaian dalam resolusi konflik, kebijakan yang lumpuh dan krisis
kemanusiaan yang hebat.
Khusus
untuk konflik internal, Michael E Brown menjelaskan ada dua pendorong yang
menjadi penyebab terjadinya sengketa, yakni dari internal dan eksternal.
Sementara faktor pemicu konflik saling berkaitan satu sama lain.Brown
berargumen hampir semua konflik internal di pucu oleh problem internal dan di
lakukan oleh aktor yang berada pada tingkatan elit. Pemimpin yang buruk telah
menjadi katalis perubahan yang telah menjadi perang terbuka. Sementara, masalah
seperti pada dampaknya pembangunan ekonomi, modernisasi atau diskriminasi
politik dan ekonomi lebih pada penciptaan kondisi yang tersirat yang kemudian
membuka peluang terjadinya konflik.
Konflik papua secara sederhana
menururt amich Alhumani dapat di lihat dari dua sisi, yakni sisi Ekonomi dan
politik. Faktor utama yang bisa menjelaskan sisi dimensi ekonomi adalah
ekspoloitasi sumber daya alam (SDA) Papua yang tidak di rasakan oleh
warga setempat. Semua orang tahu bahwa propinsi Papua adalah propinsi yang kaya
di Indonesia. Akan tetapi fakta menunjukan standar hidup penduduk asli masih
dibawah rata-rata daerah lain. Kebijakan pemerintah pusat telah menghasilkan
adanya kesenjangan kesejahteraan ekonomi yang besar di antara penduduk Papua
tidak puas dengan strategi pembangunan nasional yang disiapkan pemerintah pusat
yang telah nyata bahwa ketidak sejajaran kesejahteraan
Operasi Trikora (Tri Komando
Rakyat) adalah konflik 2 tahun yang dilancarkan Indonesia
untuk menggabungkan wilayah Papua bagian barat. Pada tanggal 19 Desember
1961, Soekarno
(Presiden Indonesia) mengumumkan pelaksanaan Trikora
di Alun-alun Utara Yogyakarta. Soekarno juga membentuk Komando
Mandala. Mayor Jenderal Soeharto
diangkat sebagai panglima. Tugas komando ini adalah merencanakan,
mempersiapkan, dan menyelenggarakan operasi
militer untuk menggabungkan
Papua bagian barat dengan Indonesia.
Melalui
artikel yang di tulis oleh S. Eben Kirksey yang berjudul “don’t use your data
as a pillow.” Kemudian kita mendiskusikan judul dalam paragraf
pertama pada artikelnya,
dengan teman satu tim kita. Saat
mendiskukan artikel tersebut, kelompok kami mengambil kesimpulan bahwa dalam
paragraph pertama menjelaskan tentang keterbukaan warga Papua yang
menyelenggarakan pesta upacar perpisahan dengan Kirksey. Dalam paragraph ini
jelas sekali kirksey sangat menikmati pesta tersebut, karena dalam paragraph
ini beliau menulis begitu banyak kata “party” dan beliaupun menulis beberapa
menu yang tersedia dalam pesta tersebut, yang menandakan bahwa moment tersebut
tidak terlupakan oleh Kirksey. Dalam paragraf pertama dalam
artikelnya,
Paragaraf kedua, menjelaskan
saat dia pertama kali ke papua
barat untuk melakukan penelitiannya terhadapkekeringan yang terjadi disana. Namun, secara
tidak sengaja saat dia tiba di papua ia merasa sangat heran karena maraknya aksi
para sparatis yang ingin membebaskan diri dari negara kesatuan republik indonesia ( NKRI) , yang salah
satunya adalah papuayang
ia tuju untuk objek penelitiannya.
paragraf ketiga, yang
menerangkan bahwa sebuah kampanye genosida sistematis telah terjadi di tanah
tesebut. Ia telah menyaksikan serangkaian pembantaian militer indonesia yang
menembaki puluhan mahasiswa yang berdemonstrasi lalu dengan kejam dibuangnya
mereka ke laut.
paragraf berikutnya (paragraf empat) yang
menerangkan bahwa apa yang terjadi di papua adalah suatu hal memang selalu
terjadi di daerah konflik, seperti cerita tentang penyiksaan dan pendudukan
militer. Penemuan tak terduga itu pun membuat ia memikirkan kembali
penelitiannya, dan memberikan dukungan kepada aktivis kemerdekaan papua. S. Eben Kirksey mengambil inisiatif
untuk meneliti lebih jauh tentang konflik yang terjadi di papua. Opini
masyarakat sekitar pun sangat kuat bahwasannya dalam upaya pelepasan diri dari
indonesia, Papua di bantu oleh negara lainnya.
Pada paragraf kelima, dia menjelaskan tentang masyarakat papua meminta
kepadanya untu membantu mereka agar terbebas dari teror dan rezim pendudukan
Indonesia. Dan hal itu lah yang kemudian mempertemukannya dengan seorang
aktivis HAM yang juga merupakan penghasud muda, Telys Waropen.
Paragraf keenam menceritakan
tentang Waropen berasal dari Wasior, tempat dimana polisi
Indonesia saat itu melakukan serangan pada para sparator melalui operasi
penyisiran dan penumpasan. Dia pun akhirnya mengunjungi tempat tersebut untuk
meneliti isu yang
marak bahwa polisi indonesia diam-diam mendukung milisi papua.
Selanjutnya
pada paragraf tujuh menjelaskan tentang ketiga orang
tersebut yakni S.Eben Kirksey, Deni Yomaki, dan Telys Waropen, Mereka bergabung untuk tujuan
menyelidiki dugaan adanya pihak pihak terkait yang berasal dari indonesia yang
mendukung pembebasan papua.
Selanjunya paragraf delapan membahas tentang S. Eben mewawancarai
orang-orang untuk menceritakan kisah mereka dari rumah kerumah di tengah malam
agar tidak terlihat polisi Indonesia yang kemungkinan beresiko mengancam jiwa
mereka bila mereka ketahuan menceritakan cerita mereka pada peneliti asing.
Pada paragraf sembilan, menjelaskan tentang mereka juga sempat berencana akan mewawancarai
seorang dukun terkenal di pegunungan di dekat wasior yang mengklaim telah
bertanggung jawab atas gempa yang tejadi di pulau jawa. Namun sayangnya hal
tersebut di batalkan karena informasi soal
dukun tersebut dia dapatkan
dari Waropen ketike
bertemu di sebuah pesta. Dan itu pun yang membuat dia berfikir bahwa waropen
bisa jadi merupakan narasumber
sekaligus dia dapat belajar bersamanya karena waropen ternyata seorang yang
sangat cerdas dan tangkas , yang ia jelaskan lebih dalam pada paragraf
kesepuluh.
Paragraf
sebeleas, saat Eben memulai mewawancarai waropen. Prosedur
yang dilakukannya sama seperti saat dia mewawancarai 350 narasumber yang pernah
ia tanyai mulai dari politisi, korban kekerasan hingga para aktivis. Dia akan
membuat mereka tetap anonim untuk menjaga mereka dari resiko. Namun waropen dengan
tegas menolak prosedur tersebut. Dia mempertanyakan apakah identitas narasumber
itu tidak penting? Padahal sebuah penelitian akan lebih kuat bila mengutip
sumber-sumber yang kredibel.
Eben pun tersadar bahwa dengan membuat mereka tetap anonim memang membuat
mereka aman dari resiko, tapi saat ia menghapus identitas mereka itu sama
halnya dengan tidak mengakui mereka sebagai intelektual publik seperti apa yang
Waropen tuntut, pernyataan itu pun kemudian ia tulis pada paragraf duabelas.
Terdapat kutipan untuk memperkuat
pendapat Waropen yang ia cantumkan pada paragraf tigabelas yakni “sumber
anonim dipandang sebagai rasa mencurigakan dan misteri oleh pembaca surat kabar
dan majalah. Jurnalis dan editor biasanya menggunakan satu set pedoman ketat
untuk menentukan kapan harus menggunakan sumber anonim” ( Boeyink 1990).
Pada paragraf empatbelas,menjelaskan bahwa Waropen menganggap S. Eben merupakan
salah satu seorang yang potensial yang dapat membantu menyelesaikan masalah ini
dengan banyaknya data yang telah ia peroleh.
Pada paragraf lima belas pun
waropen menambahkan “jangan gunakan data yang anda punya sebagai bantal dan
pergi tidur ketika saat anda kembali ke Amerika dan jangan hanya menggunakan
ini sebagai jembatan untuk peluang profesional anda sendiri.”
Pada paragraf berikutnya (mulai paragraf enam belas hingga delapan
belas), waropen menyemangati
S. Eben untuk meneliti
lebih jauh fakta yang
sebenarnya
terjadi di papua
tersebut .
Konflik yang terjadi antara aparat polisi dan milisi papua pun diungkapkan pada paragraf sembilan belas , konflik
itu terjadi karena doktrin
yang di buat oleh suatu pihak terhadap pihak lainnya melalui
perusahaan BP (British Petroleum yang kemudian berganti nama menjadi Beyond
Petroleum). Dan pada paragraf dua puluh menjelaskan bahwa S. Eben mengungkapan Isu kekerasan yang
terjadi di proyek BP oleh para pejuang kemerdekaan (Papua double agen).
Pada paragraf dua puluh satu, Eben menulis bahwa ia pernah diminta oleh
seorang pembela HAM asal papua lainnya yakni John Rumbiak pada akhir mei 2003
untuk menghadiri pertemuan di markas besar BP di London dengan Dr Byron Grote,
CFO dari perusahaan minyak raksasa tersebut. Dan pada pargraf berikutnya
(paragraf dua puluh dua dan dua puluh tiga ) menjelaskan soal
perjalanan Eben dalam menemukan kantor BP di London.
Setelah itu paragraf dua
puluh empat, menjelaskan
tentang penemuan fakta baru soal keterlibatan polisi Indonesia atas
kekerasan yang terjadi di sekitar perusahaan tersebut di Papua. Pasukan
keamanan negara Indonesia membuat sekitar 80 persen dari pendapatan mereka dari
konrak adalah untuk melindungi perusahaan. Dan agen rahasia di militer
Indonesia memprovokasi kekerasan sampai perusahaan mengalah dan memberi mereka
kontrak keamanan.
Paragraf dua puluh lima dan dua puluh
enam S. Eben beragumen tentang fakta yang ia
temukan dengan berfikir bahwa perusahaan tersebut dapat menjadi kekuatan untuk membantu menggulingkan militer Indonesia di Papua Barat.
Kelebihan dari artikel ini adalah kita dapat mengetahui
gambaran tentang masyarakat papua yang baik dan ramah terhadap orang orang yang
datang kesana sehingga para pengunjungpun serasa menjadi orang yang di hormati
dan di istimewakan.
Sayangnya kelemahan artikel dari S. Eben Kirksey yang
berjudul “don’t use your data as a pillowa adalah kurangnya penjelasan secara
detail tentang konflik konflik yang terjadi di papua barat pada saat itu.
Kesimpulan
Selama kesenjangan itu terjadi, maka akan
semakin banyak konflik yang akan tetap membakar masyarakat di Papua. Apapun
kebijakan yang dilakukan pemerintah tidak akan benar-benar memadamkan konflik
yang terjadi. Justru sebaliknya, menurut saya masyarakat akan menilai kebijakan
yang dilakukan pemerintah tersebut adalah sebagai akal-akalan mereka saja. penyebab konflik di Papua, OPM dan
sejenisnya adalah sebagai salah satu
penyebab konflik itu sendiri .Tujuan mereka dalah menimbulkan kesan bagi
pemerintah pusat dan daerah serta pihak internasional bahwa Papua selalu tidak
aman karena adanya OPM, ini jelas-jelas bertujuan menggagalkan ide dan
keinginan luhur orang asli Papua untuk berdialog atau berdiskusi dengan
pemerintah Indonesia dalam waktu dekat. Selanjutnya banyaknya kasus kekerasan
dan konflik yang ada di Papua menunjukkan
bahwa aparat kepolisian yang ada di Tanah Papua beserta jajaran
Polres-nya di seluruh tanah papua tidak mampu mengungkapkan kasus-kasus
kekerasan bersenjata yang terjadi di Papua tersebut. Di tambah lagi polisi di
daerah ini susah sekali mendapatkan barang bukti yang bisa menjadi petunjuk
penting dalam mengungkapkan sebab dan siapa pelaku dari setiap kasus tersebut.
Referensi :
Artikel
S. Eben Kirksey yang berjudul “don’t use your data as a pillow.”
Alwasilah,
A.Chaedar. 2012. “Rekayasa Literasi.” Bandung: Kiblat Buku Utama
http://quraishshihab.blogdetik.com/2010/08/17/kemerdekaan-dan-kebebasan/
0 comments:
Post a Comment