Class Review 8
Suara dari Bumi Papua
Membaca adalah kegiatan
meresepsi, menganalisa, dan mengintepretasi yang dilakukan oleh pembaca untuk
memperoleh pesan yang hendak disampaikan oleh penulis dalam media tulisan.
Kegiatan membaca meliputi membaca nyaring dan membaca dalam hati. Membaca
nyaring adalah kegiatan membaca yang dilakukan dengan cara membaca keras-keras
di depan umum. Sedangkan kegiatan membaca dalam hati adalah kegiatan
membaca dengan seksama yang dilakukan untuk mengerti dan memahami maksud atau
tujuan penulis dalam media tertulis. Proses
membaca nyaring ini sering digunakan oleh seseorang untuk menyampaikan gagasan
terhadap orang lain dengan cara membaca teks yang ada. Membaca dengan metode
ini dilakukan dalam bentuk pidato, khotbah, debat, diskusi, wawancara, dan
segala kegiatan yang berurusan tentang penyampaian di depan umum. Membaca dalam hati meliputi dua aspek yaitu (extensive reading) dan (intensive reading). membaca ekstensive dalah
tahapan awal dimana pembaca dituntut untuk bisa menyurvei atau menilai dengan
membaca secara sekilas. Sedangkan membaca intensif merupakan tahapan lanjutan
untuk dapat memahami isi dan memahami konteks bahasa dalam yang digunakan dalam
penulisan.
Terkadang
ada beberapa kasus dalam hal baca-tulis yang sering dilupakan oleh pelajar. Yaitu
benang merah atau keterkaitan. hal inilah yang sering terlupakan dan harus
diberikan perhatian, supaya ada koneksi yang benar antara satu paragraf dengan
paragraf lainya. Padahal benang merah adalah penghubung antara pembahasan
masalah yang satu dengan lainya di dalam sebuah teks. Sehingga dapat menangkap
meaning yang sempurna dalam proses membaca atau pun menulis.
Masalah yang
kedua yang seringkali ditemukan adalah apabila mahasiswa disuruh menulis dengan
bahasa yang kedua dari pada bahasa ibu yang sering digunakan dalam kehidupan
sehari-hari, maka cenderung kehilangan sense. Saya sendiri pernah mengalami hal
demikian karena memang menulis dengan bahasa kedua terkadang agak sulit. Karena
maksud yang akan kita sampaikan justru malah terkesan berbeda di mata pembaca.
Ingat kita
hidup dalam continue. Sehingga apa yang kita kerjakan dan perbuat seyogyanya
harus lebih baik dari apa yang sudah kita kerjakan sebelum-sebelumnya. Pertahankan
attitude yang baik di dalam proses belajar, fokus, tingkatkan komitmen penuh,
persiapkan daya banting yang kuat untuk mengahadapi babak terberat dalam hidup,
dan perbanyaklah berdo’a. Karena usaha tanpa diiringi do’a tidak akan mencapai
hasil yang maksimal. Pada pertengahan jam perkuliahan writing 4, kami disuruh
oleh pak lala untuk reading aloud tentang teks yang berjudul “Dont Use Your
Data as A Pillow” (S. Eben Kirksey) dan hubungkan antara kejadian yang terjadi
di papua barat.
Papua barat
adalah merupakan wilayah bagian barat dari pulau papua yang terbagi ke dalam 2
provinsi indonesia, yaitu provinsi Papua dan Papua Barat. Wilayah ini juga
sering hanya disebut sebagai Papua Barat (West Papua) oleh berbagai media
Internasional.tapi nama irian jaya sekarang sudah berganti menjadi papua barat.
Tetapi siapa yang menyangka, nama Papua sendiri tidak disukai oleh penduduk asli
bumi cendrawasih tersebut. Mereka lebih suka negerinya disebut dengan nama Nuu
War.
Nuu Waar adalah dua kata
bahasa Irarutu di kerajaan Nama Tota Kaimana, yakni Nuu Eva. Nuu bermakna
sinar, pancaran atau cahaya. Sementara Waar dari kata Eva, yang makna pertama
adalah ‘mengaku’ atau diterjemahan dengan makna lebih dalam yang artinya
‘menyimpan rahasia’. Dari bahasa Onim (Patipi) Nuu juga adalah cahaya. Waar
artinya perut besar yang keluar dari perut Ibu. Maka nama Nuu Waar artinya
negeri yang mengaku menyimpan atau memikul rahasia. sedangkan kata “papua”
sendiri memiliki makna negatif seperti hitam, keriting, bodoh, jahat, perampok,
jahiliyah. Oleh sebab itulah penduduk asli setempat tidak suka dengan pemberian
nama tersebut.
Namun oleh portugis penyematan nama “papua” terus di
populerkan sehingga sepeninggal penjajahan portugis dan berganti ke era belanda
nama itu terus di sebut-sebut. Sehingga perspektif negatif yang dialamatkan
kepada orang papua terjadi sampai saat ini. Sejarah masuknya Irian Barat (Papua) ke dalam wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sudah benar sehingga tidak perlu
dipertanyakan dan diutak-atik lagi. (POSTED BY BLACK LION ON 09:07 AM, 04-MAY-12)
Menurut J. Ottow (1998: 29-30),
konflik Papua bermula dari deklarasi wilayah Papua Barat oleh Negara Kesatuan
Republik Indonesia pada bulan maret 1962, lewat suatu perundingan antara
Belanda dan Indonesia atas perantaraan Amerika Serikat yang diwakili oleh
Ellswort Bunker dihutland Washington. Perundindingan awal tidak menghasilkan
keputusan disebabkan diPapua terjadi ketengangan persinjataan antara negara
pencetus konflik yaitu Belanda dan Indonesia. Akhirnya dilanjutkan pada bulan
juli 1962 oleh kedua negara itu dan berakhir dibulan agustus, serta
menghasilkan sebuah keputusan yang dikenal dengan nama “perjanjian New York”
atau New York Agreement tanggal 15-agustus 1969.
Ketika pulau penghuni orang-orang
berkulit hitam dan berambut keriting atau “PapuaMelanesia” diserap masuk
kedalam wilayah NKRI wilayah ini dipenuhi dengan kekerasan dan, kekuasaan
diktatorial rezim penguasa yang sampai saat ini masih bercokol. Presiden
pertama RI “Suekarno Hatta” merebut wilayah Papua Barat dengan Tri Komando
Rakyat “ Trikora” yang saat itu didominasi pihak bersinjata atau
militer Indonesia dari berbagai satuan.
Pada
bulan maret 1962 wilayah Papua Barat resmi menjadi anak asuh NKRI berbagai
upaya untuk memasukan wilayah yang penuh SDA ini berakhir dipuncak dengan
tragis, yakni ; mekanisme memasukan wilayah Papua Barat kedalam NKRI dengan
cara yang cukup administratif. Namun nyatanya proses menuju pelaksanaan
plebisit “PEPERA” dilakukan berdasarkan keinginan Jakarta. Setelah berhasil
menyingkirkan kelompok-kelompok oposisi yang dianggap berbahaya, dicurigai
simpatisan OPM yang sangat vocal menyampaikan aspirasi untuk merdeka ditangkap.
Pembentukan dewan musyawarah (DMP) dibentuk sepihak tanpa sebuah kordinasi dan
transparansi yang layak.
Brigjen Ali
Murtopo mendoktrin tokoh-tokoh Papua yang dianggap kritis dengan kalimat
“ jakarta sama sekali tidak tertarik dengan orang Papua, akan tetapi
jakarta tertarik dengan wilayah Papua. Jadi orang Papua ingin merdeka sebaiknya
rakyat Papua minta kepada Allah agar diberikan tempat disalah satu pulau
disamudra pasifik, atau menyuratilah kepada Amerika serikat untuk mencari
tempat dibulan”. Walaupun M Hatta megakui bahwa orang Papua adalah
ras melanesia yang berbeda dengan penduduk wilayah Indonesia lain, beliau
menegaskan mestinya diberi ruang untuk mereka menyatakan sikap mereka menjadi
sebuah negara yang merdeka.
Setelah mencermati dan menimbang
bahwa proses pepera akan dimenangkan maka tepat tanggal 14, juni 1969 penentuan
pendapat rakyat “PEPERA” dilakukan pertama kali di Meraoke, dan
berakhir diJayapura tanggal 2, agustus 1969. Dewan Musyawarah
Papua "DMP" yang memiliki hak suara dibatisi pada hal penduduk
asli Papua pada tahun 1960 - 1970 ± 700.000 jiwa, namun hanya diberi 1026 DMP
yang memiliki hak memilih, mereka yang memiliki hak memilihpun diberikan opsi “
Merdeka bersama NKRI atau Merdeka bersama Papua akan tetapi mati” yang
sesungguhnya adalah satu jiwa satu suara (one soul, one vote ), meskipun
demikian akan ada kosekuensi yang ditanggung oleh mereka yang menentang
keinginan Jakarta.
Pada akhirnya proses pelaksanaan plebisit
mutlak dimenangkan pihak Jakarta, semangat patriotisme dan rasa nasionalisme
bangsa untuk merdeka sendiri harus takluk dan ada dalam bayang-bayang
ketakutakan dalam dekade cukup lama, sikap-sikap kekritisan dideteksi lalu
kemudian diberi lampu merah agar tidak melanggar. Peluang bersuara, berserikat
serta dengan bebas menyampaikan keinginan dimuka umum benar-benar mati kutu,
ketika rezim orba masih berjaya masyarakat pribumi Papua dikontrol dari
propinsi sampai kampung atau dari pangdam sampai babinsa. Jika ditemui orang Papua
yang bermimpi tentang nama Papua atau terang-terangan menyebut nama Papua dan
Bintang Kejora tentu dijemput lalu pulang nama.
Banyak sumber menilai “OPM” adalah
lebel separatis ada sumber lain juga yang mengatakan OPM adalah GPK “ Gerakan
Pengacau Keamanan” bagi orang Papua sendiri menilai bahwa, sebutan separatis
dan GPK adalah bentukan Jakarta. Secara obyektif OPM adalah “ Gerakan
perlawanan murni yang lahir dari keresahan dan rasa dendam orang-orang pribumi Papua,
ketika menyaksikan istri dan anak-anak gadis diperkosa, keluarga dibunuh,
saudara ditangkap tanpa alasan yang cukup relevan. Menurut pengertiannya OPM
adalah kependekan dari “Organisasi Papua Merdeka” jadi berdasarkan subtansinya
pengertian ini tidak dapat dikebiri menjadi pengertian yang dangkal seperti
beberapa suber diatas, OPM lahir atas azas yang luhur namun sulit dipastikan
gerakan ini berdiri sejak kapan.
Pasca reformasi mei 1998 yang
berhasil menglengserkan pemimpin rezim orde baru (ORBA) dari tahta kekuasaanya,
± 32 tahun memimpin NKRI. Berkat reformasi organisasi atau
kelompok-kelompok yang sedikit tidak puas dengan kebijakan ataupun sistem
bermunculan dan kian bercokol didataran West Papua, organisasi dan
gerakan-gerakan perlawanan tumbuh seperti jamur yang bersemi dimusim hujan,
dibawah naungan Mahasiswa-mahasiswa Papua yang menunjukan eksistensi
kekritisannya dengan mendirikan kelompok-kelompok gerakan, misalkan
beberapa dibawa ini, yakni : (FNMPP) Front Nasional Mahasiswa Pemuda Papua,
(AMP) Aliansi Mahasiswa Papua, (KNPB) Komite Nasional Papua Barat,
(GANJA) Gerakan Nasional Anti Penjajahan.
Dan organisasi-organisasi berpayung
hukum dan politik bertaraf internasional untuk Papua juga telah bermunculan
dibeberapa negara besar, sebagai alat propaganda untuk berkampanye isu-isu Papua
Merdeka. beberapa lembaga yang bertaraf internasional terus mengkampanyekan
masalah-masalah pelanggaram HAM dan atas penyelewengan sejarah yang terjadi
dibumi Papua masa lalu, maka hadirlah (ILWP) International Lawyers West Papua
(IPWP) International Parliamentarians For West Papua , dan (WPNCB) West Papua
National Cordination Body.
Setelah berdiskusi dengan kelompok
yang berjumlah 5 orang dan membahas teks “ Dont use your data as a pillow” .
saya mengambil beberapa poin yaitu sebagai berikut : Dilihat dari segi judul , data sama dengan bukti-bukti. Pillow sendiri
adalah sandaran. Jadi, data jangan dijadikan sebagai landasan tetapi kita tetap
harus mencari data-data lain yang lebih konkret. Di paragraf pertama : seorang mahasiswa dari
University of California yang hendak melakukan research di Papua Barat.
Dari artikel S. Eben Kirksey yang
berjudul “Dont Use your data as a Pillow” dapat saya simpulkan bahwa dia (mahasiswa) pertama kali datang ke Papua Barat sekitar lima tahun sebelumnya , pada tahun
1998 , untuk melakukan penelitian tesis sarjana kehormatan saya di New College
of Florida . Kemudian " Papua Barat " secara resmi dikenal sebagai
" Irian Jaya . " Awalnya aku berniat untuk mempelajari kekeringan El
Nino yang melanda wilayah tersebut. Penguasa lama di Indonesia , Suharto , baru
saja digulingkan oleh gerakan reformasi . akan tetapi ia melihat kejadian
pembantaian militer indonesia dimana mahasiswa ditembak di kepala dan puluhan
demonstran lain yang tak bersenjata dibuang ke laut untuk ditenggelamkan. Dan dia
mulai mengerti kenapa banyak orang papua yang ingin mengambil jalan kemerdekaan,
bukan reformasi .
Kemudian pada saat
itulah dia (mahasiswa) mengubah tujuan research-nya di Papua Barat. Dimana beberapa
cerita yang mengatakan tentang penyiksaan, tentang peran pemerintah AS dalam
mendukung pendudukan militer. Dan pada saat itu banyak orang papua yang mencari
saya sebagai sebagai sekutu, padahal dia ke Papua untuk belajar dan untuk
menuntaskan researchnya . tetapi dia berfikir bahwa dia bisa membantu
orang-orang papua dan mencapai kebebasan dari teror dalam rezim saat pendudukan
Indonesia.
Lalu dia pergi ke pesta
yang diadakan tuan rumah yaitu Deny Lovato. Di sana dia bertemu dengan Telys
Waropen seorang (Anggota Komnas Ham) yang bersal dari wasior, tempat dimana
polosi-polisi Indonesia melakukan (operasi penyisiran dan penumpasan).
Penelitian
kami di Wasior berlangsung di bawah kondisi pengawasan intens . Kami hanya
mewawancarai orang-orang yang ingin mengambil risiko kemungkinan terlihat
dengan peneliti asing untuk menceritakan kisah mereka . Denny dan saya
menggunakan protokol yang rumit untuk melindungi identitas narasumber kami :
kami menghubungi mereka melalui jalur belakang dan mengatur pertemuan di
rumah-rumah tetangga di kegelapan malam.
Agenda penelitian
ambisiusnya yaitu untuk mewawancarai dukun terkenal. Dia mulai melihat bahwa
Waropen adalah orang yang bisa membantunya dalam melakukan researchnya. Aku
bertanya kepada Waropen untuk wawancara , menjelaskan dalam omongan terlatih
dengan baik bahwa saya akan membuatnya tetap tanpa nama, seperti sisa sumber
saya . Waropen mundur . " Apa jenis penelitian yang Anda lakukan , "
ia bertanya , " dimana identitas sumber Anda tidak penting ? Bukankah data
Anda menjadi lebih kuat jika Anda mengutip sumber-sumber yang kredibel.
Waropen pernah
berkata kepadanya jangan guanakan data kamu sebagai bantal, dan pergi tidur
ketika kamu kembali ke Amerika. Dan jangan jadikan hal itu sebagai kesempatan
untuk diri sendiri. Bagaimanapun juga orang-orang seperti Waropen dan orang Papua
Barat sendiri ingin bahwa dunia global itu tahu apa yang sebenarnya terjadi di
Papua Barat. Melalui research dari mahasiswa University of California tersebut.
Papua Barat Sementara 2014,
masih misteri. Namun, aspek kebijakan ke Papua, tidak semuanya berubah di era
2014. Sebagian persoalan Papua tak jauh beda dengan seluruh Indonesia. Masalah
kedaulatan, suatu persoalan kekinian kita semua.
Bedanya, Papua terus dilimuti
hegemoni "dinasti internasionalisasi", sejak kehadiran AS dan
sekutunya ke Papua, melibatkan kebijakan luar negeri yang akhirnya menistakan
masalah akut bagi Tanah Papua. Para bandit ini mengelurkan berbagai regulasi
seperti kontrak karya freeport, proses pepera, operasi militer (DOM) dan
otonomi khusus.
Masih ada agenda lanjutan paska
2013. Sebut saja penerapan otsus, operasi militer yang kerap digelar di
sejumlah titik rawan, sampai persoalan seputar freeport. Adanya korban sipil,
tumpang tindih birokrasi, pertanggungjawaban negara terkait hegemoni tambang.
Otsus Papua menjadikan negri ini sebagai ladang eksploitasi, kran bagi
pembukaan akses pertambangan asing yang meningkat. Sementara operasi militer,
melebarkan benih kebencian terhadap Indoneisa.
Dalam proses membaca
artikel S.Eben Kirksey, saya masih
bertanya-tanya kenapa nama mahasiswa yang dari University of California itu
tidak disebutkan? Kenapa hanya memakai kata ganti orang pertama “I” sampai
akhir paragraf.
Kesimpulan :
bagaimanapun juga dulu Bung Karno mempertahankan keras Papua agar bisa sama-sama
menjadi bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Karena pada dasarnya
beliau tidak ingin kalau seandainya Papua menjadi negara boneka bagi
negara-negara yang sedang mengincarnya. Dan dulu latar belakangnya adalah tidak
akan berhasil merebut kemerdekaa apabila setiap suku bangsa berjuang
sendiri-sendiri. Oleh karena itu perlu adanya kesatuan yang utuh.
Referensi: :
-Written By Suara Kolaitaga on
Rabu, 13 Maret 2013 | Rabu, Maret 13, 2013
-S. Eben Kirksey “Don’t use data
as a pillow”
-Rajawali News
-http://www.facebook.com/notes/telius-k-yikwa/sejarah-kembalinya-irian-jaya-papua-barat-ke-indonesia/495915280445314
-wikipedia ensiklopedia bebas
0 comments:
Post a Comment