Boneka
Kemerdekaan
Kemerdekaan
adalah sesuatu yang mudah diucapkan tapi sulit untuk dilaksanakan. Indonesia
memiliki begitu banyak pulau. Indonesia pun memiliki kekayaan alam yang begitu
besar. Mungkin secara tertulis, Indonesia telah merdeka. Tapi pada kenyataannya,
banyak pulau-pulau di Indonesia yang masih tercampur tangan bangsa lain.
Sehingga turut menjadi profokator bagi Negara kita. Mengapa untuk mencapai
kemerdekaan yang “sesungguhnya” itu sulit? Karena masyarakat Indonesia belum
bisa membudayakan literasi pada kesehariannya. Sehingga mudah terprofokasi dan
tercampur tangani oleh bangsa lain.
Seperti
halnya yang dikatakan Prof. Chaedar Alwashilah dalam artikelnya yang berjudul “
rekayasa literasi,” beliau berkata, “pendidikan seyogyanya menghasilkan manusia
literate, yakni manusia yang memilki literasi memadai sebagai warga Negara yang
demokratis.” (Alwasilah, A.Chaedar. 2012. “Rekayasa Literasi.” Bandung:
Kiblat Buku Utama.)
Pada
pertemuan minggu ini, Pak lala menjelaskan tentang Papua Barat melalui artikel
milik S. Eben Kirksey yang berjudul “don’t use your data as a pillow.” Kemudian
kita mendiskusikan judul dan paragraph pertama dengan teman satu tim kita. Saat
mendiskukan artikel tersebut, kelompok kami mengambil kesimpulan bahwa dalam paragraph
pertama menjelaskan tentang keterbukaan warga Papua yang menyelenggarakan pesta
upacar perpisahan dengan Kirksey. Dalam paragraph ini jelas sekali kirksey
sangat menikmati pesta tersebut, karena dalam paragraph ini beliau menulis
begitu banyak kata “party” dan beliaupun menulis beberapa menu yang tersedia
dalam pesta tersebut, yang menandakan bahwa moment tersebut tidak terlupakan
oleh Kirksey. Disebabkan artikel yang di berikan Pak Lala, secara otomatis
membuat kami sebagai masyarakat Indonesia menjadi penasaran akan apa yang
terjadi di Papua itu sendiri.
Apabila ditinjau dari segi politis, bahwa berdasarkan
perjanjian international 1896 yang diperjuangkan oleh Prof. Van Vollen Houven
(pakar hukum adat Indonesia) di sepakati bahwa ”Indonesia” adalah bekas Hindia
Belanda. Sedangkan Irian Barat walaupun dikatakan oleh Belanda secara kesukuan
berbeda dengan bangsa Indonesia, tetapi secara sah merupakan wilayah Hindia
Belanda.
Warga Indonesia kini telah banyak
yang mengetahui jika Papua itu sangat kaya dan berpotensi membangun Negara
kita, tapi kenapa bangsa kita hanya duduk diam dan sekedar mengetahui jika
papua itu bagaikan harta yang terpendam. Sehingga tidak ada gerakan dari kita
sebagai bagian dari Negara Indonesia. Karena kurangnya pelestarian budaya
literasi di Indonesia, dan mudah terprofokasi oleh bangsa lain sehingga
menyebabkan ketakutan warga Negara
Indonesia untuk memperjuangkan wilayah kita (Papua Barat). Bagaimana bisa
membantu saudara-saudara kita yang berada diwilayah Papua, sedangkan kita
sendiri ditahan untuk mengutarakan pendapat kita tentang Negara kita.
Tri Komando
Rakyat (TRIKORA)
Pada masa itu, soekarno berperan dalam
pidatonya ”Membangun Dunia Kembali” di forum PBB tanggal 30 September 1960,
Presiden Soekarno berujar, ”......Kami telah mengadakan
perundingan-perundingan bilateral......harapan lenyap, kesadaran hilang, bahkan
toleransi pu n mencapai batasnya. Semuanya itu telah habis dan Belanda tidak
memberikan alternatif lainnya, kecuali memperkeras sikap kami.”
Tindakan konfrontasi politik dan
ekonomi yang dilancarkan Indonesia ternyata belum mampu memaksa Belanda untuk
menyerahkan Irian Barat. Pada bulan April 1961 Belanda membentuk Dewan Papua,
bahkan dalam Sidang umum PBB September 1961, Belanda mengumumkan
berdirinya Negara Papua. Untuk mempertegas keberadaan Negara Papua, Belanda
mendatangkan kapal induk ”Karel Doorman” ke Irian Barat.
Terdesak oleh persiapan perang Indonesia itu,
Belanda dalam sidang Majelis Umum PBB XVI tahun 1961 mengajukan usulan
dekolonisasi di Irian Barat, yang dikenal dengan ”Rencana Luns”.
Menanggapi rencana licik Belanda tersebut,
pada tanggal 19 Desember 1961 bertempat di Yogyakarta, Presiden Soekarno
mengumumkan TRIKORA dalam rapat raksasa di alun alun utara Yogyakarta, yang
isinya :
1. Gagalkan
berdirinya negara Boneka Papua bentukan Belanda
2. Kibarkan
sang Merah Putih di irtian Jaya tanah air Indonesia
3. Bersiap
melaksanakan mobilisasi umum
Pada
kenyataannya, kita mungkin tidak tahu keadaan nyata yang terjadi disana, tapi kita
sebagai bagian dari Indonesia harus mempertahankan Irian Jaya sebagai salah
satu bagian dari Indonesia. Bukan karena hasil alam ataupun kekayaan yang ada
didalamnya, tapi karena rasa kesatuan antara kita sebagai warga Negara
Indonesia yang harus mempertahankan saudara-saudara kita disana. Karena pada
kenyataannya kita disatukan dan dibesarkan melalui tanah air kita tercinta
Indonesia, yang sampai kapan pun tidak akan terelakkan.
Seperti
dalam artikel S. Eben Kirksey ”Don’t Use Your data as a pillow” yang
menceritakan tentang pengalamannya mencari data-data ditanah Papua. Beliau
menceritakan tentang keadaan Papua Barat yang amat sangat mencekam. Sehingga
menyebabkan warga sekitar takut untuk beropini untuk kebebasan Papua Barat ini.
Bagaimana tidak takut, pasalnya setiap warga yang ingin menujukan aspirasinya
selalu ditentang pasukan militer setempat, sehingga timbullah rasa ketidak pedulian
akan nasib kedepannya. Sebenarnya mungkin bukan ketidak pedulian tapi ”pemaksaan” untuk tidak peduli akan
nasib kedepannya.
Jadi,
kesimpulannya adalah kita sebagai warga negara Indonesia yang terbagi kedalam
beberapa pulau dan ternaungi kedalam satu pemerintahan yaitu Negara Republik
Indonesia. Kita harus menjaga keutuhan negara kita, contohnya dengan
mengajarkan kepada generasi mendatang tentang pentingnya berliterasi sehingga
kedepannya warga negara Indonesia tidak akan mudah terpropokasi oleh bangsa
lain.
Referensi :
Kirksey, S. Eben. 2009. ”Don’t use Your Data
as a Pillow.” Blackwell Publishing.”
Alwasilah,
A.Chaedar. 2012. “Rekayasa Literasi.” Bandung: Kiblat Buku Utama.
0 comments:
Post a Comment