Class Riview 6
Ideologi di dalam Literasi
Pada
class review ke-6 pak Lala menekankan tentang thesis statement “pay attention
to thesis statement”. Thesis statement adalah satu atau dua kalimat yang berisi
topik (Topic), klaim (Claim), alasan
(Reason) . kalimat yang bernama thesis statement sebenarnya selalu ada pada
sebuah tulisan. Bentuk thesis statement ada yang tersirat dan ada yang
tersurat.
Hal
ini dibutuhkan karena klaim dan alasan topik harus dibuktikan pada bagian body
of paragraph dan pembuktian itu dijabarkan secara ringkas dalam kesimpulan.
Pembelajaran ini akan lebih gamblang dengan mengambil berbagai contoh dari
koran dan majalah. Dengan menempatkan diri sebagai pembaca, seorang penulis
dapat juga melihat thesis statement penulis lainya tentang bagaimana mereka menempatkan thesis statement itu dan
bagaimana cara memberikan bukti-bukti.
Disini,
ada dua fungsi thesis statement yaitu :
·
Pertama sebagai penulis menciptakan
thesis statement untuk fokus subjek essay.
·
Yang kedua, dengan adanya thesis
statement yang bagus atau baik dapat membantu si pembaca agar mengerti atau
paham apa yang ingn disampaikan si penulis dalam teksnya.
Sebuah
thesis statement adalah hasil dan proses pemikiran yang panjang. Karena pada
kenyataanya memang menentukan thesis statement dalam sebuah tulisan adalah hal
yang paling membutuhkan pemikkiran yang panjang.
Terkadang,
jika kita sudah menemukan thesis statementnya justru malah mentok ke supporting
ideanya, tapi hal tersebut jarang terjadi karena biasanya jika kita sudah
menemukan thesis statemenya maka di paragraf-paragraf berikutnya akan mengalir.
Apalagi
kaitanya ketika kita sedang menulis kritikal essay dan hal itu memang tidak
mudah karena dituntut untuk berfikir secara kritis, menganalisis, mengevaluasi,
dan memberikan argumentasi berdasarkan teori-teori yang sudah dipelajari.
Menunjukkan fakta dan pengalaman terhadap hasil tulisan orang lain.
Apabila
anda menulis ilmiah, maka perlu memberikan analisis secara kritis.
Penjelasan-penjelasan anda perlu didukung oleh teori-teori, menghubungkan
antara teori dengan praktis, atau
didukung oleh hasil penelitian . begitu juga menulis kritikal essay, kita dapat
memberikan pendapat terhadap tulisan orang lain baik secara positif maupun negatif.
Berdasarkan teori-teori yang sudah kita pelajari, memberikan penilaian secara
kritis, menuntut kita untuk mengevaluasi tulisan orang lain agar kiat menjadi
lebih jelas bagaimana proses menulis.
Dalam
menulis critical juga berlaku hal demikian, bahwa paragraf pertama adalah
segala-galanya yang mana thesis statement juga terdapat diparagraf pertama.
Terkadang paragraf pertama juga dijadikan acuan bagi pembaca. Apakah layak
untuk dilanjutkan membaca ataukah sebaliknya. Thesis statement akan menjelaskan
isi dari paragraf-paragraf berikutnya.
Seperti
yang pak lala jelaskan pada minggu kemarin, bahwa orang-orang yang literate
adalah orang-orang yang tercerahkan karena otomotis mereka adalah orang-orang
yang banyak membaca, memahami, mempresentasikan, menghasilkan teks. Lewat jalan
berliterasilah pikiran kita akan tercerahkan
karena membaca adalah keimanan. Bisa dilihat pada wahyu pertama yang
turun. Kita diperintahkan untuk membaca.
Begitu
berliterasi sudah ada dan sudah diajarkan pada zaman Nabi Muhammad SAW. Membaca
adalah bentuk kita meniru (emulate), lalu menuju ke discover yaitu menemukan
sesuatu yang baru sehingga orang lain tercerahkan. Dan kembali lagi, umtuk
menjadi orang-orang yang tercerahkan
harus berlitersi antara history. Yaitu orang-orang yang menulis sejarah
adalah oang-orang yang berliterasi.
Teks
itu bersifat ideologi, dan ideologi itu adalah sebagai medium, instrumen atau
akar penyampaian fikiran individu kepada masyarakat luas, dan setiap orang
pasti akan memiliki ideologi yang berbeda-beda, oleh karena itu ideologi ada
dimana-mana dan sudah tentu setiap orang yang menulis akan menyampaikan
ideologinya masing-masing ke dalam tulisanya. Seperti kata pak haidar literasi
tidak pernah netral, pasti ada keberpihakan penulis di dalamnya.
Seperti
yang kita ketahui di media cetak terdapat klaim bahwa media menjadi pandangan
hidup atau ideologi dominan, di satu sisi, dan mewakili ideologi yang
menentangnya di sisi lain, namun media secara sadar selalu mengklaim berada
pada posisi tengah, posisi abu-abu, dan pada kenyatataanya media menjadi apa
yang James Davrion Hunter sebut sebagai “pusat perang budaya.”
Media
sebagai medan tempur utama bagi bermacam-macam kelompok yang ingin menyebarkan
ide-ide mereka baik itu politisi, pebisnis, aktivis dan kelompok-kelompok
keagamaan.
Contoh
lain dalam sebuah koran, adakah koran yang netral? Tidak ada koran yang
benar-benar netral. Yang ada hanyalah koran yang berusaha untuk netral. Karena
biar bagaimanapun sedikit banyak apa yang ada dipikiran wartawan pada saat
menulis, apa yang ada dipikiran redaktur pada saat memilih untuk menerbitkan
atau tidak, dan banyak lagi turut
mempengaruhi kenetralan tulisan yang muncul di koran tersebut. Selain itu
faktor eksternal pun secara tidak langsung juga turut mempengaruhi pembaca,
environment, pemerintah, dan banyak hal eksternal lainya pun secara tidak
langsung juga turut mempengaruhi kenetralan ini.
Jadi
literasi (tulisan) setiap orang itu berbeda-beda tergantung pada background
yang mereka naungi sekarang, da tentu juga karena setiap orang itu memiliki
ideologi yang berbeda-beda.
0 comments:
Post a Comment