Proyek BP,
pemanipulasi Sistem kesejahtaraan
Pengungkapan
terkait misteri papua dan hubungannya dengan BP dalam artikel Eben kirskey, “Dont
Use Your Data as a pillow”, akan mengawali penjelajahan ihwal misteri ini.
Sebelumnya telah dibahas mengenai bagaimana seorang Eben Kirskey dituntut oleh
telys waropen dan sebagian besar orang papua lainnya untuk profesional dalam Bertindak.
Dengan kata lain, Waropen berharap data penelitian yang diperoleh Eben tersebut
tidak hanya untuk keperluan pribadinya saja dalam rangka meraih gelar Thesis, melainkan
harus dipublikasikan ke ranah Publik, sehingga mampu mengungkap fakta yang
sebenarnya mengenai kasus di Papua, bahkan mampu membebaskan papua
dari tragedi misteri negrinya.
Pada akhir mei
2003 Eben Kirskey, bertemu dengan John Rumbiak, seorang pembela Hak Asasi
Manusia. Rumbiak meminta si Eben untuk menghadiri pertemuan dengan Dr Byron
Grote, Chief financial BP, di markas BP di London. Rumbiak berbicara ihwal bagaimana
kebijakan BP mempengaruhi iklim HAM di Papua. Kemudian mengenai Rumbiak yang meminta
Eben untuk memperlihatkan penemuannya (data penelitian) terkait masalah kekerasan
milisi di Wasior. Penemuan atau data penelitian Eben ini diharapkan untuk mampu
menjadi saksi dan bukti kuat yang dapat dipertanggungjawabkan validitasnya.
Mereka berdua
(Eben dan Rumbiak) pergi ke markas BP, dan Sesampainya disana, mereka bertemu
dengan Dr Grote dan John O’Reilly. O’reilly merupakan Vice
Presiden BP Indonesia yang sebelumnya bekerja untuk BP Kolombia, juga bersama
dengan Dr Grote. Perusahaan BP disinyalir terlibat dalam kasus kontroversi
terkait kematian para anggota militer Indonesia.
Pada sesi dialog
tersebut, Dr Grote membuat suasana perbincangannya menjadi off the record atau perbincangan rahasia. Jawaban rumbiak mengenai
hal tersebut adalah, bahwa orang-orang papua ketika ia bertemu dengan Grote,
mereka ingin mengetahui apa yang kita bicarakan. Sehingga dalam momen tersebut,
rumbiak disajikan suatu momen yang jelas mengenai statement ihwal keterlibatan BP
yang menghasut kekerasan di Wasior. Pada sisi lain, Pasukan keamanan Indonesia menjadikan
sekitar 80 persen pendapatan mereka untuk melindungi perusahaan dari kebijakan BP
yang menguntungkan.
Eben menceritakan
ihwal wawancaranya
dengan milisi papua yang hidupnya dalam ketakutan karena ia mengaku telah
membunuh polisi indonesia dengan bantuan agen militer Indonesia. Polisi
indonesia pun menggunakan insiden ini sebagai operasi penyisiran dan penumpasan,
sehingga baik para polisi atau pun militer, mereka menginginkan perlindungan
dari BP.
Selanjutnya
O’reilly merasa ketakutan dan menyangka jika para militer yang membunuh polisi
merencanakan penyerangan bertepatan dengan kedatangan Eben dan John rumbiak
ini. Namun hal tersebut langsung
disangkal oleh Eben. Menurtnya, penyerangan dilakukan pada minggu yang sama
saat Kedatangannya. hal tersebut dibuktikan dengan dikirimnya surat dari
militer indonesia tentang rencana penyerangannya. Kemudian hal yang patut
dipertanyakan adalah mengapa militer Indonesia merencanakan penyerangan
tersebut? Kemungkinnya adalah mereka ingin melakukan teror agar mendapat JAPREM
(Jatah Preman). O’reilly tidak cukup PD untuk mendekati pemerintah Indonesia
dari fakta kasus ini mengingat hal ini berhubungan dengan militer dan polisi
Indonesia.
Sementara itu BP
pusat menyatakan bahwa Perusahaan berniat untuk membatalkan perjanjiannya untuk
tidak menggunakan kekuatan pengamanan Indonesia, hal ini dikarenakan para
militer dan polisi hanya akan membuat kerusuhan saja.
Menurut Rumbiak,
militer dan polisi Indonesia sering berada dalam kompetisi yang sengit karena
mereka berada dalam cabang yang berbeda. Dalam hal ini, Rumbiak ingin
menggunakan pengaruh Eben (data) dengan pemerintah Indonesia agar dapat
memastikan pelaku kejahatan di wasior dapat segera dituntut. Rumbiak meminta
Eben untuk mempublikasikan penemuannya di Wasior.
Kemudian mengenai
proses pengeditan berita di London, Grimston, Editor surat Kabar meminta nama milisi
papua yang membunuh polisi untuk dicantumkan. Namun Eben menolaknya dengan
alasan hal itu akan membahayakan nyawa para milisi papua.
Lebih dari 3
hari Eben dan Grimston (Asisten Editor) mencoba memperjelas hubungan BP Dengan
Kolaboratornya. BP telah membuat kesal para aktivis HAM sehingga melibatkan
mereka dengan para pasukan keamanan brutal indonesia dalam upaya melindungi skema
produksi gas sekitar 28.000.000.000 poundsterling. Perusahaan menuduh aktivis
HAM telah melampaui batas karena telah mengambil alih tugas mereka. Barnabas Mawen,
nama samaran dari salah satu kelompok yang membunuh polisi mengatakan kepada The Sunday
time bahwa agen militer Indonesia telah mensuplai
dana, peluru dan makanan sebelum serangan dilakukan.
Banyak orang
papua yang percaya bahwa BP adalah sekutu mereka, karena ketika Kongress 2000,
delegasi papua yang menghadiri pada saat itu menuntut kemerdekaan. Mereka
mengaku mendapat dana dari BP untuk akomodasi transportasi dan lain-lain.
Artinya BP mendukung kemerdekaan Papua. Akan tetapi sekarang kenyataannya
berbanding terbalik.
Dalam
wawancaranya di radio, Eben berusaha untuk merangkum bukti-bukti bahwa agen militer Indonesia telah
memprovokasi kejahatan dekat dengan tempat proyek BP. Juga merekam ulang
bagaimana BP telah mengingkari janjinya untuk tidak melakukan kerja sama lagi
dengan pasukan keamanan Indonesia. Tapi Viktor
Kaisepo, seorang aktifis kemerdekaan papua mengaggap BP sebagai program
berkelanjutan untuk mengembangkan masayarakat papua. Tapi dalam hal ini Eben tatap
bersikeras bahwa orang papua berseberangan dengan BP. Hingga akhirnya Kaisepo
mengirim e-mail kepada Eben yang intinya adalah mengajak Eben bekerja sama
untuk menghentikan provokasi kejahatan. Namun disisi lain juga Kaisepo tetap
mendukung kelanjutan proyek BP. Jadi bagaimana peran BP?
Kesan awal ketika BP sepenuhnya dibangun untuk kesejahteraan bagi warga Papua, mengalirkan uang ke masyarakat sekitar, dan mempekerjakan mereka semua. Perusahaan tersebut
menjanjikan warga Papua rumah yang lebih baik,
pekerjaan jangka panjang dan perlindungan lingkungan penuh ketika pertama kali membangun pabrik raksasa untuk mengekstrak 14 triliun meter kubik gas. Ketergantungan Rakyat papua pada BP ini sangat tinggi. Akan ada masalah
ketika pekerjaan berakhir. Akan ada degradasi ekonomi dan psikologis.
Hal tersebut
nyata saja terjadi. Ketika proyek BP semakin meningkat dan berkembang, dan orang-orang luar
papua (Pendatang) telah membanjiri daerah, maka konflik antara masyarakat lokal dan
pendatang sudah mulai. Para migran [dari seluruh Indonesia] telah datang
ke daerah tersebut untuk mencari pekerjaan, dan tempat tinggal. Ada sekitar 1.500 jiwa di desa Babo dan 1.200 jiwa di Bintuni dan Mereka adalah mayoritas sekarang di
semua desa.
0 comments:
Post a Comment