Menguak si Pulau
Cendrawasih
Akademik
writing. Perjalanan panjang yang meski kita tempuh di semester 4 ini.
Perjalanan yang tentunya memerlukan pengorbanan yang tak sedikit. Perjalanan
yang tak selamanya lurus. Perjalanan yang kadangkala tak sesuai dengan
keinginan. Seperti apa yang Pak Lala rasakan dengan hasil UTS kita kemarin yang
tak sesuai dengan apa yang beliau harapkan. Sulit bagi beliau untuk melihat
karya-karya berkualitas tinggi. Hal yang sering beliau katakana yaitu “untuk
mendapatkan berlian yang berkualitas tinggi, memang perlu diasah beberapa kali
dan sedemikian rupa sehingga hasilnya memang memuaskan.” Teringat dengan apa
yang novelis bernama Tere Liye katakana bahwa “untuk membuat sebilah pedang
terbaik, pandai besiharus memanaskannya di tungku dengan suhu memerihkan wajah,
menghantamnya berkali-kali, menempanya berulang-ulang, setelah prosesnya
selesai maka sepotong besi yang biasa tumpul dan jelek akan berubah menjadi
sebuah pedang tajam, gagah, dan bisa menebas apapun. Indah sekali.“ Begitulah
perjalanan di akademik writing ini. Sesuatu akan menghasilkan kata “terbaik,”
jika telah melewati berbagai rintangan yang menerpanya.
Beberapa
hal yang harus kita garis bawahi di pertemuak ke sembilan ini yaitu, FOKUS,
KOMITMEN, KETEKUNAN, dan KERJASAMA. Hal-hal yang disebutkan tersebut merupakan
kata kunci kita untuk tetap bertahan di pertengahan perjalanan ini. Bedanya,
kali ini kita berjalan dengan metode teamwork atau kerjasama. Hal yang kita
fokuskan kali ini yaitu mengenai membaca. Dimana kita dibentuk ke dalam sebuah
klub membaca yang terdiri dari lima orang tiap kelompok. Kali ini, artikel yang
akan menjadi bayang-bayang pertemuan kita kedepan yaitu “Don’t Use Your Data as a Pillow” karya S. Eben Kirksey.
Diintruksikan bahwa setiap orang harus membaca kalimat dengan keras dan berbagi
pemikiran mengenai setiap kalimat yang terdapat dalam artikel tersebut, selain
itu harus dipastika bahwa setiap anggota memiliki pemikiran yang sama pada
setiap kalimatnya.
Sebelum
terjerumus ke dalam lembah artikel ada beberapa point yang harus kita pahami
terlebih dahulu. Mengingat apa yang Eben ungkap yaitu mengenai Papua. Mari kita
menjelajah lebih jauh mengenai si Pulau Cendrawasih atau Papua ini.
Nama
Papua mengacu pada sebagian barat Pulau Papua. Provinsi Papua juga dikenal
dengan nama Irian Jaya Barat. Secara administratif, Provinsi Papua Barat
terdiri dari 8 kabupaten dan 1 kotamadya. Papua Barat adalah Provinsi dengan
Ibu kota Manokwari, dan mempunyai banyak sekali obyek wisata. Beberapa obyek wisata
yang terkenal yaitu Perairan Raja Ampat, Pulau Mansinam, Situs Purbakala
Tapurarang, dan Teluk Triton. Berdasarkan peraturan pemerintah No.45 tahun
1999, wilayah yang mencakup Pulau Papua yang ditetapkan sebagai Irian Jaya
Barat dan terdiri dari pulau-pulau kecil Provinsi Papua. Sejak 7 Februari 2007,
provinsi ini resmi bernama Irian Jaya Barat atau Papua Barat. Nama Irian Jaya,
dicetuskan pada pemerintahan Soeharto, setelah itu diganti kembali menjadi
Papua pada masa pemerintahan Gusdur (Abdurrahman Wahid). Berdasarkan peraturan
pemerintah No.45 tahun 1999, wilayah yang mencakup pulau Papua yang ditetapkan
sebagai Irian Jaya Barat dan terdiri dari pulau-pulau kecil Provinsi Papua.
Sejak 7 Februari 2007, provinsi ini resmi bernama Irian Jaya Barat atau Papua
Barat.
Pada
tanggal 1 Mei 1963 adalah hari bersejarah karena "Irian Barat"
(Papua) diintegrasikan ke dalam NKRI, dimana Belanda menyerahkan Papua ke
tangan Indonesia. Penyerahan ini dijaminkan oleh Perjanjian New York yang
ditanda tangani di New York pada tanggal 15 Agustus 1962. Sebelum
penyerahan Papua ke tangan Indonesia, presiden Soekarno membentuk Operasi Trikora (Tri Komando
Rakyat), yaitu konflik 2 tahun yang dilancarkan Indonesia untuk menggabungkan wilayah Papua bagian barat. Pada tanggal 19
Desember 1961, Soekarno (Presiden Indonesia) mengumumkan pelaksanaan Trikora di Alun-alun Utara Yogyakarta. Soekarno juga membentuk Komando
Mandala. Mayor
Jenderal Soeharto diangkat sebagai panglima. Tugas komando ini adalah merencanakan, mempersiapkan,
dan menyelenggarakan operasi
militer untuk
menggabungkan Papua bagian barat dengan Indonesia.
Organisasi
Papua Merdeka atau disingkat OPM adalah sebuah organisasi yang
didirikan tahun 1965 dengan tujuan membantu dan melaksanakan
penggulingan pemerintahan yang saat ini berdiri di
provinsi Papua dan Papua Barat di Indonesia, yang sebelumnya bernama Irian
Jaya. Tujuan dari OPM ini adalah memisahkan diri dari Indonesia dan menolak
pembangunan ekonomi dan modernitas. Hal yang mengagetkan yaitu, organisasi ini
mendapatkan dana dari pemerintah Libya di bawah
pimpinan Muammar Gaddafi dan pelatihan dari grup gerilya New People's Army beraliran Maois
yang ditetapkan sebagai
organisasi teroris asing oleh Departemen Keamanan Nasional Amerika Serikat.
Organisasi ini dianggap tidak sah
di Indonesia. Perjuangan meraih kemerdekaan di tingkat provinsi dapat dituduh
sebagai tindakan pengkhianatan terhadap negara. Sejak berdiri, OPM berusaha mengadakan dialog diplomatik, mengibarkan bendera
Bintang Kejora, dan melancarkan aksi militan sebagai bagian dari konflik Papua. Para pendukungnya sering
membawa-bawa bendera
Bintang Kejora dan simbol persatuan Papua lainnya, seperti lagu kebangsaan "Hai
Tanahku Papua" dan lambang nasional. Lambang nasional tersebut diadopsi
sejak tahun 1961 sampai pemerintahan Indonesia diaktifkan bulan Mei 1963
sesuai Perjanjian
New York.
Organisasi
Papua Merdeka (OPM) yang sekarang secara gencar mengembangkan manuver
internasionalnya lewat Free West Papua Campaign, kiranya perlu
dicermati secara intensive dan penuh kewaspadaan. Betapa tidak, pada tanggal 28
April 2013 lalu, kantor perwakilan OPM di Oxford, Inggris secara resmi dibuka.
Tak pelak lagi, hal ini mengindikasikan semakin kuatnya tren ke arah
internasionalisasi isu Papua tidak saja di Amerika Serikat, melainkan juga di
Inggris, Australia dan Belanda. Terbukti sudah bahwa sebagian negara mendukung
kemerdekaan Papua Barat.
Sebagai bahan tambahan,saya ankan
mengungkap beberapa catatan berita tentang Papua akhi-akhir ini.
Pertama, mengenai pengampanye Papua Merdeka di 7 negara telah tiba di
LP Abepura. Salah satu pengampanye tersebut bernama Jeremy Bally. Pemuda Kanada berusia 25 tahun
tersebut tiba di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Abepura, kota Jayapura, Papua
pada hari Senin tanggal 16 Desember 2013. Sebelumnya, Bally dan pengampanye
lainnya telah melakukan perjalanan panjang yang melelahkan, yaitu mengkayuh
sepeda keliling ke 7 negara selama 6 bulan untuk mengampanyekan mengenai
Kemerdekaan Papua. Kedua, Organisasi Papua Merdeka (OPM) seringkali dianggap
sebagai orang-orang di balik penyerangan polisi dan warga di Papua akhir-akhir
ini. Namun, sedikit demi sedikit gerakan ini berubah haluan. Jika sebelumnya
kekerasan yang mereka lakukan demi kemerdekaan Papua, kini telah berubah arah.
Polisi bahkan memandang gerakan mereka sebagai gerakan kriminal, bukan lagi
bermuatan ideologis. Banyak kelompok yang menculik belasan gadis diperkosa
terus minta emas dari ayahnya, sering menembaki masyarakat, membakar perusahaan
yang menolak dimintai uang. Oleh karena itu kami menyebutnya sebagai kelompok
bersenjata bukan OPM. Hal ini dakatakan oleh Kabid Humas Polda Papua Kombes Pol
Sulistyo Pudjo pada tanggal 4 Februari 2013. Ketiga, Anggota Kaukus Papua, Herman Dogopia
mengatakan, perbincangan tentang “Papua” sekarang ini, dipicu oleh adanya
perkembangan politik terbaru yang kental dengan keinginan memisahkan Papua dari
NKRI. Aksi kekerasan yang terus berlangsung di tanah Papua tersebut,
mengakibatkan semakin kuatnya usaha-usaha memisahkan diri dari NKRI. Menghadapi
situasi tersebut, pihaknyalangsung merespons dan mengundang pejabat terkait
untuk membahas masa depan Papua dalam bingkai NKRI. Tetapi hasil pembicaraan
atau diskusi dengan Kaukus Papua, tidak sama dengan penerapannya di lapangan.
Keinginan Papua menjadi merdeka
semakin membara, terutama dipicu oleh pernyataan Presiden SBY tahun lalu yang
menurut Herman sudah menjadi rahasia umum di masyarakat Papua bahwa Presiden
SBY tidak mau berdialog lagi dengan rakyat Papua. Meskipun, SBY sudah pernah
bertemu dengan sejumlah tokoh Papua, namun menurutnya entah alasan apa yang
membuat SBY menolak berdialog dengan sejumlah tokoh Papua. Meski begitu,
menurut Herman, Presiden SBY sendiri sudah menyatakan setuju Papua merdeka.
Hal selanjutya yang akan dibahas yaitu
mengenai artikel berjudul “Don’t Use Your Data as a Pillow” karya
S. Eben Kirksey. Di dalam artikel ini terdapat 26 paragraf yang harus kita
bahas per kalimat. Pertama yaitu mengenai judul yang dalam bahasa Indonesia
berarti “Jangan Gunakan Datamu sebagai Bantal”. Setelah berkelompok, setiap
kelompok mengungkapkan apa itu data. Data yaitu informasi, tapi apakah setiap
informasi harus ada data? Jawabannya iya. Data disini dapat diambil dari
konteks research. Fungsi research yaitu untuk menjawab pertanyaan yang belum
kita ketahui. Harus kita ketahui bahwa informasi adalah sebuah sistem yang
berpola. Lehtonen melihat data itu=teks yang sifatnya verbal dan nonverbal.
Menurut Lehtonen (2000) hlm 77, "Pekerjaan itu sendiri bersifat abstrak yang dihasilkan dari teks concrete oleh peneliti. Seringkali, konstruksi setara lain
pembaca yang memenuhi syarat untuk membacanya. Pembaca berkualitas pada gilirannya,
tampaknya orang-orang yang mencoba untuk
mematuhi petunjuk yang dibentuk oleh sistem tidak berubah kualitas yang
berisi teks.
Oleh karena itu, 'pembaca yang memenuhi syarat' mampu melihat apa pekerjaan itu
sendiri. Sekali lagi, batu ujian kualifikasi secara tegas kemampuan ini untuk melihat 'di balik' teks. Ketika pembaca mampu mengenali keberadaan dari
beberapa teks, sehingga ia menjadi 'berkualitas'. Lingkaran selesai: pembaca
berkualitas mendefinisikan 'pekerjaan itu sendiri', yang
pada gilirannya mendefinisikan pembaca berkualitas.
Ide-ide ini dari 'nyata' yang berarti mengintai 'dalam teks itu sendiri' meninggalkan pembaca
(dan pemirsa dan pendengar) sangat sedikit ruang untuk memanuver pembaca. Bahkan pembaca 'berkualitas' tampaknya harus dikurangi menjadi fungsi teks
belaka. Mereka adalah semacam budak yang lemah lembut
dari teks,
berusaha untuk mendengarkan sebagai penuh perhatian
mungkin untuk apa teks utama berkenan untuk mengucapkan
kepada mereka. Ketika datang untuk menjadi pembaca yang berkualitas yang dapat
lulus yang terbelenggu cinta terbaik mereka dan menjadi penafsir yang paling setia untuk
tuannya.
Pillow?
Kita menggunakan bantal sebagai tambahan atau hal yang membantu kita ketika
tidur sehingga sifat bantal itu optional. Jadi, makna dari judul “Don’t Use Your Data as a Pillow” adalah,
jangan gunakan data hanya sebagai tambahan saja. Seperti apa yang dikatakan
oleh Waropen terhadap Eben ketika pesta yang diadakan Denny untuk melepas
kepergian Eben ke Amerika setelah melakukan penelitian di Papua. “Jangan
menggunakan data Anda sebagai bantal dan pergi tidur ketika Anda pergi ke
Amerika, dan jangan hanya menggunakan ini sebagai jembatan untuk peluang
professional Anda sendiri.” ujar Waropen terhadan Eben.
Hal yang dikatakan oleh Waropen
terhadap Eben berkaitan dengan fungsi literasi. Menurut kutipan Baynham di dalam buku Hyland, pada penelitiannya
mengenai literasi mengatakan bahwa investigasi keaksaraan sebagai praktek yang melibatkan penyelidikan keaksaraan
sebagai' benteng aktivitas
manusia', bukan hanya apa yang dilakukan orang dengan melek huruf, tetapi juga
apa yang mereka membuat apa yang
mereka lakukan , nilai-nilai yang mereka tempatkan di atasnya dan ideologi yang
mengelilinginya . Baynham (1995 : 1 )
Babak
selanjutnya, penulis akan menceritakan kembali isi artikel yang berjudul “Don’t Use Your Data as a Pillow” karya
S. Eben Kirksey dari paragraph satu sampai dua puluh enam.. Paragra
pertama, Eben ingin mengetahui adat-adat dari papua dan bentuk
penghormatan yang dilakukan suku papua terhadap Eben. Paragraf Kedua,
kedatangan Eben yang kedua kalinya setelah lima tahun sebelumnya ia datang ke Papua. Kedatangannya kali ini ingin
meneliti kekeringan yang ada di Papua namun dalam waktu yang tidak tepat karena
sedang musim hujan. Pada saat itu, Papua ingin memisahkan diri karena adanya
Reformasi dan ketika Irian Jaya berubah nama menjadi Papua. Paragraf
ketiga, sistem genosida telah terjadi di Papua dan alasan kenapa Papua
ingin memisahkan diri. Salah satu alasannya karena banyak mahasiswa yang
ditembak mati. Paragraf empat, mencatat cerita adat khas yang ada kaitannya antara Papua dengan
Amerika dan menganalogikan genocida dengan Dracula. Paragraf lima, keterbukaan
orang Papua terhadap Eben, mencari kasus teror “drakula” terhadap Papua, orang
Papua menarik orang putih (Eben) untuk ikut membantu bisa memisahkan diri dari
NKRI. Paragraf enam, Waropen adalah anggota dari Komnas HAM yang
dulunya menjadi profokator papua untuk bisa memisahkan diri. Paragraf
tujuh, Indonesia melakukan serangan berkelanjutan menumpas pemberotakan
yang ada di papua dan rasa ketidakpercayaan Indonesia terhadap Papua. Paragraf
delapan, penelitian Eben dan Denny di wasior berlangsung dibawah
kondisi pengawasan yang intens. Paragraf sembilan, rencana
penelitiannya adalah untuk mewawancari dukun. Beberapa dukun di klaim telah
bertanggung jawab atas gempa bumi di Jawa. Namun niatnya diurungkan dikarenakan
ketatnya pengawasan. Paragraf sepuluh, memanfaatkan
Waropen karena dia telah mempelajari dukun Wasior untuk tesis sarjananya.
Sehingga Eben mengambil kesempatan ini untuk mengisi kesenjangan dalam
penelitian Eben. Paragraf sebelas, Waropen diwawancarai oleh Eben dengan cara
berbicaranya yang terlatih dan akan tetap merahasiakan namanya. Paragraf
duabelas, Saran dari teman-temannya untuk tetap menjaga sumber dari
wawancara kecuali pihak kelembagaan universitas Eben. Manfaat Eben meneliti di
Papua Barat ini menjaga sumber anonim bukan hanya sarana untuk menghindari
omong kosong birokrasi. Bukan hanya itu Waropen sebagai orang yang di
wawancarai oleh Eben juga ingin kutipan-kutipannya ingin diakui
intelektualitasnya. Paragraf tiga belas, Jurnalis dan editor biasanya menggunakan
pedoman untuk menentukan kapan harus menggunakan anonim. Strategi kuti[an
tersebut bisa melindungi diri dalam gugatan pencemaran nama baik, jika sumber
dari yang di wawancarainya tidak terima. Paragraf empat belas, Waropen
mempertanyakan kehandalan datanya. Paragraf lima belas, Waropen
mengatakan kepada Eben jangan menggunakan data anda sebagai bantal dan pergi
tidur ketika anda ke Amerika. Jangan hanya menggunakan data ini untuk keperluan
anda sendiri. Paragraf enam belas, Waropen memprovokasi
Eben untuk
menjadi orang yang dapat
diandalkan, seseorang ahli daerah yang akan mengetahui hal-hal secara pasti dan seseorang yang akan mengambil pertanyaan yang pertanggungjawabannya serius. Paragraf
tujuh belas, Waropen memprovokasi Eben untuk
mengungkapkan fakta sebenarnya yang terjadi di tanah Papua barat. Bicaralah secara
penuh dari data yang anda dapat. Jangan takut pada penguasa, karena menguak
fakta lebih penting dibandingkan dengan hanya menjadikan penelitian sebagai
jembatan untuk peluang profesional sendiri atau meraih gelar Doctor. Paragraf
delapan belas, Waropen tidak terima bahwa hasil tulisan dari Eben itu hanya untuk di manfaatkan untuk dirinya
sendiri demi suatu gelar. Eben kemudian berfikir untuk bisa membawa
pengetahuannya tentang Papua Barat bisa ditunjukkan oleh orang banyak yang ada
di dunia. Paragraf sembilan belas, Eben dan Denny meneliti rumor yang ada
di Wasior yang menghubungkan BP kekerasan baru-baru ini. Perusahaan ini
sebelumnya “British Petroleum” menghabiskan lebih dari 100 millon untuk
mengubah citra dirinya sebagai “Beyond Petroleum.” Baru-baru ini mulai
mengeksploitasi ladang gas alam di Papua Barat yang diperkirakan akan
menghasilkan lebih dari 198 billion. Paragraf dua puluh, Eben berhasil
mewawancari dua agen papua “pejuang kemerdekaan” dengan hubungan dugaan
militer. Untuk membunuh para perwira polisi indonesia. Paragraf dua puluh satu,
Eben kembali ke inggris. John Rumbiak (Pembela Hak Asasi Manusia) memintanya
untuk hadir dalam pertemuan di markas London BP dengan Dr Byron Grote,
Chief Financial Officer ( CFO ) dari
raksasa minyak ini. BP pelatihan " keamanan berbasis komunitas.” Rumbiak telah mengamankan pertemuan ini bagaimana kebijakan keamanan BP yang
mempengaruhi iklim HAM di Papua Barat. Dengan tangan lembut dari pada Waropen , Rumbiak sedang membuat saya menjadi saksi yang dapat
diandalkan seorang ahli Papua Barat yang akan siap untuk membuat klaim kuat
untuk pengetahuan. Paragraf dua puluh dua, Sebelum ke kantor pusat BP. Eben bertemu Rumbiak di kedai
kopi di pusat London. Mereka berbicara hal-hal baru yang sudah dilewati. Paragraf dua puluh tiga, Mulai masuk di kantor pusat BP dan
bertemu dengan Senior Vice President BP untuk Indonesia. Merasa berhadapan
dengan penguasa Eropa merasa adrenalinnya tertantang. Paragraf dua puluh empat sampai dua
puluh enam, “Kekerasan adalah hal yang buruk bagi sebuah bisnis,” tanggapan Dr. Grote,
“keterbukaan masyarakat adalah baik dan mereka membuat lingkungan di mana
bisnis berkembang. Bekerja di
Papua Barat adalah satu tantangan yang besar yang harus diambil. Kami meyakini
bahwa sebuah komunitas yang berdasar pada kebijakan keamanan akan selalu
bekerja. Jika kita membatalkan proyek ini dan perusahaan lain tidak membagi
saham etika akan melangkah dan berkembang di bidang gas.” Bahasa yang diucapkan
Grote sangatlah menggoda dan memikat hati. Kirksey penasaran jika kemungkinan
perusahaan ini akan menjadi paksaan untuk membatasi kemiliteran Indonesia di
Papua Barat. Rumbiak meminta Kirksey mempresentasikan penemuannya dari Wasior.
Dengan hati terpukul ia mencoba meringkas deretan peristiwa yang sangat
rumit. Kirksey menuturkan wawancaranya dengan seorang militer Papua yang takut
terhadap kehidupan ini: “Dia menegaskan keharusan membunuh kelompok polisi
Indonesia dengan bantuan agen militer Indonesia. Polisi Indonesia nantinya akan
menggunakan insiden ini sebagai dalih untuk meluncurkan Operasi Pemisahan dan
Pembinasaan. Dari polisi maupun militer keduanya menginginkan sebuah kontrak
perjanjian perlindungan dari BP.” Seorang pembunuh mengambil tempat yang sama
dengan hari di mana John O’Reilly, ambasador (duta besar) yang duduk di ruang
duduk dengan kami telah mengunjungi proyek gas dengan Ambasador dari Inggris
yaitu Richard Gozney.
Ø Kesulitan
pembaca mengenai artikel
Terdapat
beberapa kendala yang penulis temukan ketika membaca artikel yang berjudul “Don’t Use Your Data as a Pillow” karya S. Eben Kirksey,
diantaranya:
1.
Penulis
merasa kesulitan ketika harus memahami dan menjabarkan setiap kalimat yang
terdapat dalam artikel
2.
Ketika
membaca kadang pembaca tidak mengatahui maksud sang penulis karena kurangnya
background knowledge
3.
Less
vocabulary
4.
Kurang
fokus ketika memahami artikel tersebut
5.
Kurangnya komunikasi dengan antar
kelompok dalam memahami artikel
6.
Kurangnya waktu untuk membaca
7.
Terkadang hanya mengandalkan orang lain
tanpa percaya akan kemampuan diri sendiri
Akhirnya dapat disimpulkan bahwa,
ternyata banyak hal yang harus dikuak mengenai fenomena Pulau Cendrawasih atau
Papua. Sebagai orang yang termasuk melek literasi, seharusnya kita tidak hanya
menanggalkan apa yang kita ketahui, tapi perbuat dan lakukan. Sungguh tidak
akan manfaat jika ilmu yamg kita miliki hanya disimpan untuk diri sendiri.
Jadi, “don’t use your data as a pillow”.
Referensi
http://www.indonesia.travel/id/discover-indonesia/region-detail/51/papua-barat diunduh pada tanggal 4 April pukul 20.25
http://www.papuabaratprov.go.id/index.php
diunduh pada tanggal 4 April pukul 20.28
http://indonesiaindonesia.com/f/12312-irian-jaya-barat-berubah-nama-menjadi/
diunduh pada 4 April pada pukul 20.30
http://id.wikipedia.org/wiki/Papua_Barat_(wilayah)
d unduh pada tanggal 4 April pukul 20.32
http://waruno.de/PAP/2Kompas_Irian-Papua.html
diunduh pada tanggal 4April pukul 20.35
http://blackfiles.mywapblog.com/asalpapua.xhtml
diunduh pada tanggal 4 April pukul 20.40
http://indomiliter.mywapblog.com/trikora-operasi-pembebasan-irian-barat.xhtml
diunduh pada tanggal 4 April pukul 20.43
http://www.koran-sindo.com/node/356388
diunduh pada tanggal 4 April pukul 20.47
0 comments:
Post a Comment