Menulis Adalah Jantung Berliterasi
Lagi-lagi
“menulis” yah, sebagai pembukaan class review kali ini memang tak luput dari
kata “literasi” atau baca tulis. Saya harus mengatakan “saya tidak mengenal
lelah” untuk terus menggali makna literasi sesungguhnya.
Langsung saja
pada pokok permasalahan yang dibahas, pertama-tama saya mendengar bahwa mengapa
kita itu harus banyak menulis? Seperti yang kita ketahui, alasan untuk
pertanyaan tersebut itu sangat banyak sekali, tapi pada minggu lalu, Bapak
mengatakan alasannya adalah “karena kita itu sedang mencerahkan diri”.
Sekilas saja orang yang
berliterasi pasti akan mengerti maksud ungkapan tersebut. Yah, menulis itu
adalah proses pencerahan diri seseorang, dimana menurut Bapak, ketika menulis lalu
kita lakukan sesering mungkin maka pasti kita pasti akan terlatih berpikir
kritis. Sesuatu yang dilakukan dengan kontinu meskipun sulit, pasti akan
menghasilkan perubahan. Saya pun yakin, dalam proses menulis ada banyak celah
untuk terus mengembangkan pemikiran kita. Mencoba untuk terus menggali
pengetahuan, untuk kita tuangkan dalam tulisan atau bahkan pengetahuan. Yang
kita jadikan bahan untuk kita tuliskan. Pertama itu, kenapa kita harus banyak
menulis?
Kemudian,
orang yang berliterasi harus kemana-mana. Artinya orang literat harus melihat
ceruk-ceruk baru tempat keterampilan dan pengetahuan yang mereka pungut.orang
yang berliterasi harus membuka matanya lebar-lebar untuk sebuah pengetahuan
baru. Tampunglah sebanyak mungkin ilmu pengetahuan dan jangan pernah bosan
untuk itu.
Menurut yang
telah Bapak sampaikan, mereka yang hanya baru tahu teori ini dan itu, dari
suara-suara penuh kuasa dibidang yang mereka geluti, belumlah dapat dikatakan
yang tercerahkan (literat) mereka baru pada fase awal (peniru). Lalu bagaimana
dengan diri saya? Teman-teman mahasiswa lainnya? Kami sedang dalam proses
belajar menulis, apa kami tergolong orang yang tercerahkan (literat)? Atau baru
fase awal sebagai peniru? Dan title yang pantas untuk kami saat ini adalah
peniru, atau biasa disebut “emulator”.
Segala sesuatu
membutuhkan proses, untuk mampu menciptakan, maka diawali dengan langkah
pertama yaitu meniru terlebih dahulu, kemudian menemukan, lalu baru
menciptakan. Atau Bapak biasa menyebutnya “to emulate-discover-create” contohnya
saja saya saat ini menuangkan semua yang saya tangkap dari pemaparan Bapak. Ini
berarti saya sebagai seorang emulator. Karena bila tidak mendengarkan penjelasan
dari Bapak terlebih dahulu, belum tentu saya dapat membuat class review sama
dengan apa yang Bapak jelaskan. Kita selalu membutuhkan contoh terlebih dahulu
untuk membuat menciptakan sesuatu, itulah sebabnya kita akan bisa.
Kemudian kita
beralih kesejarah. Karena minggu lalu Bapak juga membahas tentang itu. Yah ini
adalah kaitannya dengan literasi juga. Sejarah dan literasi memang tidak dapat
dipisahkan, mereka sangat erat. Untuk mengetahui kebenaran sejarah itu adalah
dengan literasi. Dan orang membuat sejarah itu juga pasti adalah orang yang
literat, jadi ketika berbicara tentang sejarah, pasti literasi berperan
didalamnya begitupun sebaliknya.
Apa yang
menarik dari sejarah? yaitu realitas sejarah itu sendiri. Sebagai bagian dari
realitas atau kenyataan, sejarah adalah proses konstruksi yang rumit.
Menawarkan kembali penjelasan atau analisis dalam sejarah adalah pekerjaan yang
melelahkan atau bahkan menjemukan hati. Selalu ada pertentangan ketika
mengisahkan sejarah. Baik karena pertentangan itu merupakan riwayat utama
sejarah, atau karena pertentangan itu juga merupakn tema yang didiskusikan terkait
data sejarah. Namun melampui itu semua sejarah menawarkan sejumlah gagasan
penting dalam proses pembentukan berbagai aspek kehidupan kita dimasa sekarang
atau mendatang.
Kemudian suatu
disintristing menurut Fowler (1996:10)
menyatakan bahwa “seperti linguis kritis sejarawan bertujuan untuk memahami
nilai-nilai yang mendukung formasi sosial, ekonomi, politik dan diakronis,
perubahan nilai dan perubahan formaitons.” Fowler (1996:12) juga mengatakan bahwa ideologi ini juga
tentu saja baik, media dan alat dalam proses sejarah”.
Berbicara
tentang nilai (value), ada beberpa kriteria dari value itu sendiri. Kemarin
dijelaskan oleh Bapak bahwa value itu sifatnya “berubah”. Kenapa dikatakan
berubah? Karena tidak ada tolak ukur nilai yang bersifat kekal (absolut).
Keberadaan nilai juga bersifat abstrak dan ideal. Adapun bentuk-bentuk nilai
adalah mencakup hal-hal berikut:
·
Pemikiran
·
Prilaku
·
Benda
Setelah mengetahui sedikit
tentang nilai, coba kita tengok negara-negara yang hebat adalah mereka yang
mempertahankan valuesnya.
Dari
pemaparan Bapak minggu lalu juga kita perlu mengingat bahwa menurut Fowler (1996) ideologi itu
dimana-mana yaitu disetiap single teks atau teks tunggal seperti (spoken/lisan,
tertulis atau audio, visual atau kombinasi dari semua itu). Lalu menurut
Lehtonen (2000) produksi teks tidak pernah netral (tidak memihak). Sedangkan
menurut Alwasilah (2001;2012) menyatakan literasi is never netral, oleh sebab
itu, membaca dan menulis selalu termotivasi secara ideologis.
Selanjutnya,
hal yang mesti kita ingat pula, yaitu menulis diperguruan tinggi sering
mengambil bentuk persuasi meyakini orang lain bahwa kita memiliki sesuatu yang
menarik, sudut pandang logika pada subjek yang kita pelajari. Persuasi yang
dimaksud disini adalah ketermapilan kita berlatih secara teratur dalam
kehidupan sehari-hari kita. diperguruan tinggi, tugas kursus sering meminta
kita membuat kasus persuatif secara tertulis. Kita akan diminta untuk meyakini
pembaca dengan sudut pandang kita. bentuk persuasi sering disebut argumen akademis
mengikuti pola diprediksi secara tertulis. Setelah pengenalan singkat dari
topik kita, kita menyatakan sudut pandang kita secara langsung dan sering dalam
satu kalimat. Kalimat ini adalah pernyataan tesis, dan berfungsi sebagai
ringkasan dari argumen kita akan kita buat disisi kertas kita.
Selanjutnya
yaitu tesis esay. Tesis esay adalah sebagai ide utamnya. Pernyataan tesis dari
esay adalah pernyataan satu atau dua kalimat yang mengungkapkangagasan utama
ini. Pernyataan tesis mengidentifikasi topik penulis dan pendapat penulis
memilki sekitar topik itu. Adapun fungsi tesis statement, yaitu melakukan dua
fungsi :
·
Penulis menciptakan tesis
untuk fokus subjek esay
·
Kehadiran tesis statement
yang baik membantu pemahaman pembaca
Tesis statement
itu memberi tahu pembaca bagaimana akan menafsirkan pentingnya materi pelajaran
yang sedang dibahas. Tesis statement itu adalah peta jalan untuk kertas, dengan
kata lain, ia memberitahu pembaca apa yang diharapkan dari sisa kertas. Tesis
statement juga langsung menjawab pertanyaan dari kita. tesis merupakan
interpretasi dari pertanyaan atau subjek, buka subjek itu sendiri. Subjek atau
topik dari sebuah esay, contoh perang dunia II, maka harus menawarkan cara
untuk memahami perang atau novel. Tesis statement membuat klaim bahwa orang
lain mungkin membantah. Dalam tesis statement biasanya satu kalimat disuatu
tempat diparagraf pertama kita yang menyajikan argumen kita kepada pembaca.
Sisa kertas, tubuh esay, mengumpulkan bukti yang akan membujuk logika
penafsiran kita.
Tesis juga adalah hasil dari
proses berpikir yang panjang. Sebelum kita mengumpulkan dan mengatur bukti,
mencari kemungkinan hubungan antara fakta yang diketahui (seperti kontrak
mengejutkan atau kesamaan), dan berpikir tentang pentingnya hubungan ini.
Ini sangat penting sekali,
procedur self assesment disini kita
harus melihat “ apakah tesis kita sudah lulus?” jika respon pertama pembaca
“jadi apa?” maka kita perlu menjelaskan untuk menjalin hubungan, atau menghubungkan
kemasalah yang lebih besar. Apakah esay saya mendukung? Esay saya secara khusus
dan tanpa berkeliaran? Jika tesis kita dan tubuh esay kita nampak tidak sama /
tidak satu arah, salah satunya harus dirubah. Yang diharuskan disini adalah
selalu meninjau kembali dan merevisi tulisan kita yang diperlukan.
Namu bila pertanyaannya apakah tesis saya lulus?
“bagaimana dan mengapa?” test? Jika respon pertama pembaca adalah “bagaimana?”
atau “mengapa?” tesis kita mungkin terlalu terbuka dan kurang bimbingan bagi
pembaca. Kita harus menambahkan untuk memberikan pembaca mengambil lebih baik
pada posisi benar kata diawal.
Terakhir dapat saya simpulkan
bahwa roses memahami “literasi” sesungguhnya itu sangat panjang bukan hanya
sebatas berbaca tulis saja. Dan kita semua sedang menuju kearah sana. Yah
berusaha untuk menjadi orang yang berliterasi dan salah satu caranya adalah
dengan proses pencerahan diri. Proses pencerahan diri tersebut harus dilakukan
dengan banyak menulis. Disinilah kita mengalami proses tersebut. Untuk saat ini
kita masih sebatas “emulator” (peniru). Untuk mampu menciptakan diawali dengan
meniru, kemudian menemukan dan akhirnya bisa menciptakan.
0 comments:
Post a Comment