Menjadi Pendobrak
Siapakah yang
paling di takuti oleh pemerintah (khususnya bagi yang melakukan kesalahan
secara sembunyi-sembunyi) dasri dulu sampai sekarang?
Maka mereka adalah para penyair, sejarawan, dan sastrawan. Kenapa tidak ada
kata Tuhan sebagai salah satu dari beberapa yang di takuti oleh pemerintah?
Bukankah mereka mengakui adanya Tuhan dan beragama? Bahkan mereka bergelar ahli
agama, namun pola fikir dan sikap mereka seperti tidak menganggap adanya Tuhan.
Apakah mereka hanya takut apda yang nyata (manusia) dan menghiraukan yang tak
terlihat (Tuhan)? Sehingga mereka mampu dengan gesit dan lincahnya melakukan
kecurangan-kecurangan (korupsi, kolusi, dan nepotisme), dan yang berani
mengungkap dan (mendobrak) kebohongan itu adalah mereka para penyair,
sejarawan, dan sastrawan. Padahal hukuman yang dari Tuhan itu lebih menyakitkan
lebih dari apapun.
Para penyair mampu
menciptakan berbagai lagu yang berlirikkan sindiran, bahkan cercaan terhadap
perilaku para penguasa. Mereka dengan beraninya mengungkapkan kebenaran yang
penguasa tutup-tutupi. Melalui syairlah, mereka menyebarkan kebenaran tersebut
kepada khalayak ramai. Oleh karenanya, timbullah kesadaran pada pola fikir atau
pandangan masyarakat terhadap pemerintah yang ‘curang’. Alhasil, mereka jauh
lebih sensitif dan kritis dalam menilai dan menanggapi perilaku pemerintah.
Sehingga, patut di apresiasi setinggi-tingginya bagi para penyair di Negri ka, seperti
musisi legendaris IWAN Fals. Beliau banyak menciptakan lagu tentang
pandangannya terhadap kinerja pemerintah, seperti pada judul lagu ‘Serdadu,
Wakil Rakyat’, dan lain-lain. Oleh karenanya, tidak aneh jika banyak pemuda dan
orang tua yang sangat mengidolakan beliau, mulai dari kalangan bawah, menengah,
dan atas. Hal ini karena beliau mampu menyuarakan suara rakyat tentang
pemerinta. Namun sayangnya, keberanian beliau ini sempat di respon buruk oleh
pemerintah pada era Soeharto. Kenapa? Lirik yang ia ciptakan selalu mengandung
tanggapan negatif tentang pemerintah sehingga saat itu pemerintah mencekal
beliau. Tapi, hukuman tersebut tidak berlaku lagi karena adanya UU tentang HAM.
Alhasil, banyak bermunculan musisi-musisi muda yang mengikuti jejak Iwan Fals,
seperti Bona Paputungan.
Milan Kundera
dalam komentarnya (L’Art Duroman, 1986) mengatakan, bahwa untuk menulis itu
seperti puisi yang menghancurkan atau mendobrak dinding yang menutupi kebenaran
karena kebenaran selalu tersembunyi disana. Menciptakan puisi sama halnya
seperti mengungkap sesuatu yang tersembunyi, baik di dalam hati maupun di
lingkungan sekitar. Oleh karenanya, seorang sastrawan tidak pernah main-main
dalam menciptakan puisi. Sehingga, melalui tangan-tangan mereka muncullah
master piece, seperti sastrawan WS. Rendra dengan puisinya yang terkenal
‘Bandung Lautan Api’. Karya-karya beliau mampu menyentuh hati dan mengubah kesadaran
para pembacanya. Mampu memberi sisi persfektif lain dari apa yang mereka telah
diketahui sebelumnya, sehingga mereka semakin peka terhadap pemerintahan.
Dengan keberaniannya, beliau mampu mendobrak pembatas yang menyembunyikan
kebenaran di Negri ini. Hal inilah yang menyebabkan pemerintah takut akan
keberadaan karya-karya dari para sastrawan.
Selain itu, dari
sisi sejarah kebenaran pun dapat di manipulasi. Sejarah sangat berpengaruh
terhadap masa depan yang akan datang. Bagaimana jika sejarah ‘dioplos’ atau
ditutupi kebenarannya? Apakah artinya kita hidup dalam masa kebohongan? Di
sinilah sejarawan sangat berperan dalam mengungkap sejarah. Mereka menggunakan
ideologi mereka masing-masing untuk membongkarnya, tentu dengan cara yang
berbeda-beda pula. Seperti Howard Zinn dan Gavin Menzies yang meneliti
kebenaran sejarah Benua Amerika. Jika Zinn lebih memfokuskan tentang kekejaman
Colombus, sehingga ia tidak pantas disebut sebagai penemu Benua Amerika dan
pahlawan (1999, 2009). Sedangkan Gavin Menzies, menunjukkan berbagai bukti
penelitiannya seperti sebuah peta buatan masa sebelum Colombus memulai
pelayaran, dan sebuah peta astronomi milik Zhing He
(indocropcircles.wordpress.com). Para sejarawan seperti mereka patut di beri
apresiasi yang tinggi. Kenapa? Mereka secara terang-terangan dan berani
mendobrak dinding yang membatasi kebenaran. Mereka tidak takut walaupun secara
sadar mereka telah melawan Negara mereka sendiri.
Sebagai students
academi yang harus mampu mengkritisi segala sesuatu yang dilihat, dirasa, dan
didengar. Seperti orang-orang hebat di atas, kita harus mampu menggunakan
ideologi kita dan memfokuskan diri terhadap suatu objek yang ingin diteliti.
Oleh karenanya, kita harus mampu melalui tiga prosedur, yaitu emulate (peniru),
discover (peniru), dan creator (pencipta). Posisi sebagai pengkritisi hanya
baru pada tahap awal, yaitu tahap emulate. Namun, peniru disini bukan hanya
sebatas memindahkan apa yang sudah kita temukan (copy-paste) ke dalam karya
kita. Akan tetapi, kita harus sensitif terhadap apa yang ada disekitar kita
(teks dan fenomena) dengan mencari referensi untuk mendukung persfektif kita.
Selain itu, kita harus mengungkapkannya dengan cara (bahasa) kita sendiri.
Inilah peniru dalam academic writing.
Sejarah sama
halnya seperti puisi yang mampu mengungkapkan kebenaran yang terjadi dalam
berbagai situasi, sehingga memungkinkan masyarakat mengetahui sesuatu yang
tersembunyi. Keduanya mengukur berdasarkan fakta. Oleh karenanya, keduanya
harus mampu menolak berbagai kebenaran yang sudah ada karena kebenaran tersebut
belum tentu benar. Sebagai para sejarawan dan sastrawan (termasuk penyair)
tidak mudah percaya terhadap kebenaran yang ada, mereka selalu mencarinya
dengan persfektif mereka.
Sejarah, puisi,
dan syair bersifat dinamis. Artinya mereka adalah proses yang tiada akhir dari
kreasi atau kegiatan manusia. Dengan demikian, proses manusia sebagai emulate,
discover, dan creator tidak akan pernah selesai. Self-discovering dilakukan
melalui menulis, yang sudah barang tentu tidak akan berujung. Sama seperti
sejarah, syair, dan sastra yang tidak akan pernah berhenti. Mereka tetap
tercipta dalam keseharian kita karena dalam setiap kegiatan pasti akan menjadi
sejarah, bahkan untuk sebagian orang dijadikan syair. Sehingga, tidak
berlebihan jika para penulis dapat mengubah dunia. Kenapa? Mereka selalu
mencari tahu kebenaran dari sejarah. Mereka tidak mau menerima begitu saja
asumsi yang telah ada di sekitar mereka. Sehingga, dalam karyanya mereka sangat
pandai menciptakan semogenesis pada setiap katanya. Dimana semogenesis sangat
sulit diciptakan karena disanalah pembaca akan mendapatkan informasi yang ingin
dia dapatkan. Alhasil, mereka mampu membuka kesadaran terhadap para pembacanya.
Kesimpulannya,
orang-orang yang kritis dan pandai menggunakan ideologinya (penyair, sastrawan,
dan sejarawan) mampu mengubah dunia. Dalam arti, dengan menimbulkan kesadaran
terhadap seseorang, sehingga mampu mengubah dunianya. Mereka dengan beraninya
melawan pemerintah di Negaranya masing-masing, tanpa merasa takut dan menyesal
sedikitpun walaupun mereka telah ditentang atas karya yang mereka ciptakan.
Mereka bahkan merasa puas karena ideologi yang telah mereka sebarkan pada
masyarakat luas, dan karenya mampu membawa masyarakat lebih sensitif dan kritis
terhadap apa yang pemerintah lakukan. Alhasil, para pejuang tersebut lebih di
idolakan oleh masyarakat ketimbang tokoh-tokoh penguasa. Oleh karenanya,
pemerintah merasa perlu untuk menghambat pergerakan mereka dengan cara
pencekalan. Namun, itu tidak berlangsung pada era sekarang karena adanya UU HAM.
Sayangnya, pemerintah masih takut terhadap karya-karya mereka, bahkan penguasa
lebih takut pada mereka daripada Tuhan. Hal ini terbukti dari adanya KKN. Jika
mereka takut pada Tuhan, pasti mereka tikan akan melakukan kecurangan-kecurangan
tersebut, bukan? Namun nyatanya, mereka lebih takut pada ‘ketokan’ palu dan
‘hujatan’ masyarakat dari pada Tuhan mereka. Astagfirullah!
0 comments:
Post a Comment