Menulislah,
dengan semua cahaya. Menulis itu sebuah pencerahan cahaya yang ada didalam
hati. Menulislah, karena menulis itu merupakan obat saat semua persoalan kesal,
gundah, marah, benci, tenang, terharu, dapat melebur dan meluap dalam
kata-kata. Menjadi satu dalam bentuk tulisan. Menulislah, dan biarkan
tulisan-tulisan itu menjadi syair bait-bait yang istimewa dalam lingkaran
sebuah tulisan.
Tulisan
dapat berkata jauh lebih indah dari pada sebuah lisan. Tulisan itu bisa
menuangkan pada sebuah kertas. Karena tulisan itu bisa merekam sejarah. Menulis
dengan indah itu sama persis seperti membuat nama yang terang dibuku. Menulis
itu seperti menyalakan lilin kecil. Lilin-lilin kecil ini dalam satu ruangan
yang gelap. Menulis bisa memberikan sebuah cahaya bagi orang lain, sebuah
cahaya ilmu yang tidak akan padam.
Menulis bak sebuah khazanah cahaya terang. Seperti artikel Howard Zinn yang mengulik tentang Columbus, ternyata lewat artikel Howard Zinn kita mendapat pencerahan pikiran bahwa kita tidak akan lagi berpikir bahwa Columbus adalah seorang super hero. Melalui pencerahan yang kita dapat, kita bisa menghubungkan dengan orang literat, atau sudah berliterasi karena kita mendapat sebuah cahaya yang akan dijadikan sebuah The love of knowledge.
Karena banyak menulis dan membaca pasti akan mencerahkan pikiran, dengan membaca dan menulis sebagai suatu yang mencerahkan dan inilah yang bisa disebut sudah berliterat karena sudah menaklukan aktivitas membaca dan menulis dengan kualitas yang tinggi.
Penulis itu adalah seorang yang intelek yang peduli dengan lingkungan sekitarnya. Dengan realitas yang sudah ada. Ia bisa tergelitik dan tergerak bila melihat dan menyaksikan sebuah fenomena yang menyimpang dari kaidah dan tata nilai yang ada. Ia ingin bisa agar orang lain itu juga tahu penyimpangan tersebut sehingga bisa mampu menangkalnya.
Untuk itu menjadi seorang penulis harus bisa membuka panca indera dengan lebar. Mengamati peristiwa-peristiwa yang ada. Lalu memantapkan dengan hati. Kira-kira sesuai dengan norma yang ada. Putarlah pikiran untuk mencari solusi yang mungkin bisa diterapkan atau dituangkan ide itu dalam sebuah tulisan agar orang lain bisa mengaksesnya.
Menurut Fowler (1996:10) yang mengatakan seperti linguis kritis sejarawan yang bertujuan untuk memahami nilai-nilai yang mendukung formasi sosial, ekonomi, dan politik dan diakronis,perubahan nilai.
Dan menurut Fowler (1992:12) “ideology itu tentu saja bisa dalam bentuk alat media dan alat sebagai proses sejarah. Hal ini tidak keluar dari dunia bahwa menjadi tercerahkan dengan masuk ke dunia, dengan mendapatkan begitu diatur bahwa kita bisa naik gelombang keberadaan kita dan tidak pernah melemparkan karena kita bisa menjadi gelombang.
Menulislah dalam waktu yang produktif. Pagi hari adalah waktu yang cocok untuk menulis karena keadaan otak yang masih fresh, itu tidak tentu juga karena tergantung dari kondisi penulis itu sendiri. Tandai waktu untuk dijadikan waktu untuk menulis. Buat kerangka tulisan juga itu penting untuk mempermudah kita menulis. Jika pedoman tersebut bisa diikuti, tulisan akan selesai dengan cepat. Kita juga bisa atur timer kita untuk meluangkan waktu dalam menulis.
Untuk menulis dengan baik dan benar, banyak metodanya yang harus kita lakukan yaitu kemauan, karena kita seringkali merasa minder karena tulisan yang jelek. Solusinya kita harus menulis bebas supaya menulisnya tidak terikat oleh susunan. atau bisa menuangkan dalam buku harian. Ketika ada ide-ide muncul, kita bisa menulisnya di catatan harian. Banyak manfaat dari menulis di catatan harian, yang saya rasakan adalah kelancaran dalam mengemukakan pendapat. Membiasakan diri untuk berceloteh. Dengan menulis di catatan harian kita berkomunikasi dengan diri sendiri. Menulislah setiap hari. Intinya adalah sebuah latihan. Dengan terus-menerus berlatih kita akan terbiasa dan bisa
Analisis semiotik biasanya diterapkan pada citra atau teks visual ( Berger, 1987 ;1998). Metode ini melibatkan pernyataan dalam kata-kata tentang citra bekerja, dengan mengartikan mereka pada struktur ideologis yang mengorganisasi. Kalau berkaitan dengan sisi fisik mereka kita dapat berpikir bahwa teks adalah artefak komunikatif. Dengan kata lain, instrumen manusia yang dihasilkan dari komunikasi. Sebagai artefak teks telah dihasilkan melalui bantuan berbagai teknologis. Bentuk sisi mater teks mencerminkan sifat tersebut. Teknologi awal yang bertujuan untuk menghasilkan teks tertulis yang terhubung ke kapak dan pisau. Dengan tanda-tanda yang terukir di kayu atau batu.
Jangkauan pengetahuan arsitektur memang semestinya lebih dari sekedar pengetahuan tentang dunia praktek pragmatis fungsional dan professional. Jangkauannya bisa sampai ke bidang-bidang yang lebih diskurtif, ideologis, paradigmatic dan badan komoditi. Arsitektur juga merupakan teks tentang manusia, masyarakat, budaya, pandangan hidup dan jamannya lewat konstruksi dan bangunan. Wacana arsitektur adalah wujud kebebasan berpikiran berpendapat mengenai arsitektur. Arsitektur merupakan refleksi artefak manusia dari kemanusiaan.
Ideologi dan asumsi dasar menyebabkan semangat penulisan wacana teori dan sejarah dalam bentuk apapun berbeda dari satu teks ke teks yang lain. Selain sebagai objek, arsitekturpun dapat dilihat sebagai teks. Sebuah teks tampil dalam performa naratif lewat wacana (discourse) Sebagai wacana semua teks memiliki konteks budaya, konteks situasi dan bahasa yang khas. Selain pengetahuan sebuah wacana dan pewarna perlu didukung oleh logika yang kuat, pengetahuan yang mumpuni, kejelian, kekritisan, serta kepekaan ideologi, banyak membaca belum tentu kaya wacana.
Ideologi
mana-mana disetiap teks tunggal (lisan tertulis, audio visual atau kombinasi
dari semua itu. (Fowler 1996) produksi teks tidak pernah netrall (fairclough
1989,1992,1995,2000 : Lehtonen 2000) oleh karena itu, membaca dan menulis
selalu termotivasi secara ideologis, ideologi mana- mana disetiap teks tunggal
(lisan, tertulis audio visual atau kombinasi dari semua itu, fowler (1996).
Produksi teks tidak pernah netral (fairclough 1989 ;1992; 1995;2000;lehtonen
2000). Literasi pernah netral (Alwasilah 2001:2012). Oleh karena itu, membaca
dan menulis selalu termotivasi secara ideologis
0 comments:
Post a Comment