Mencari Sesuatu yang Baru dengan Menulis
Pada pertemuan ketujuh ini, pembahasan diawali dengan
pembahasan minggu sebelumnya. Pertama, yaitu mengenai paragraf pertama.
Paragraf pertama harus terlihat banget. Terlihat disini bukan berarti dimaknai berdasarkan
kasat mata, tetapi kita harus memunculkan inti tulisan atau biasa disebut
thesis statement. Kedua, yaitu mengenai peer review. Masakan dan tulisan itu
sama-sama memerlukan proses. Akan tetapi terdapat juga perbedaan. Bedanya
masakan da tulisan itu, tulisan harus di peer review.
Hal yang perlu kita simak baik-baik yaitu dalam critical
review yang sedang kita proses, kita harus memberi sinyal-sinyal tentang Howard
Zinn dan Columbus dengan sesuatu yang baru. Terdapat 3 kata yang krusial, yaitu
emulate-discover-create. Kemudian, mengenai affordances. Affordances itu
merupakan sumber daya. Menulis itu banyak menggali diri dan mencari sesuatu
yang baru. Menulis akan dapat menggali potensi makna, baik itu sejarah,
politik, agama, dan lain sebagainya. Writing is semogenesis, yaitu making
meaning practise.
Menurut Milan Kundera berkomentar (In L'Art duroman,
1986): Menulis itu menghancurkan dinding-dinding yang biasa dipakai untuk
mencari sesuatu yang tersembunyi. Jika minggu lalu membahas mengenai histori
dan linguis yang mana kesamaannya yaitu understanding value, sekarang mengenai
poet/sastra.Kita itu cukup discover saja. Tugas kita yaitu uncovers/mengungkap.
Kita akan mengungkap sesuatu yang disembunyikan. Sehingga, harus menolak asumsi
yang benar.
Dalam membaca kita harus memerlukan sikap mempertanyakan,
menanamkan praduga salah terhadap pikiran atau teori yang ada. Termasuk pikiran
dalam upaya mencari berbagai kemungkinan dunia dan kebenaran lain, khususnya
pwmbacaan yang bersifat teoritis. Artinya, membaca memerlukan proses berpikir,
olah nalar dan tidak sekedar proses linguistik penerjemahan makna sebuah teks,
tetapi secara aktif mencari berbagai kemungkinan makna lain secara kritis.
Membaca adalah mencari makna yang ditawarkan oleh sebuah
buku. Akan tetapi, makna itu tidak selalu dapat ditemukan di dalam teks itu
sendiri. Boleh jadi makna itu berkembang diluar teks tersebut. Pembaca yang
terjebak di dunia di dalam teks tidak mempunyai kekuatan untuk menentukan dunia
di depan teks, dengan demikian tidak mampu menciptakan dunia baru dari
pembacanya. Oleh karena itu, pembaca harus menciptakan sendiri dunia di depan
teks tersebut.
Ada masa ketika pembaca teks dituntut untuk meragukan
atau menanamkan praduga salah (melihat kesalahan, kekurangan, kekosongan,
ketidaktepatan, kemandulan) sebuah teori, dan berupaya mengintrogasi
teori-teori tersebut dengan menghadapkannya dengan realita yang ada. Sehingga
dari proses introgasi ini dapat dibentangkan berbagai kwmungkinan kebenaran
lain yang tidak ada di dalam teks, tetapi ditemukan diluar teks tersebut.
Kembali mengenai sejarah, sejarah itu proses penciptaan
manusia yang tidak pernah putus. Discovery tidak akan putus karena sejarah pun
tidak akan putus. Berarti literasi itu merupakan process of human creation.
Ketika peer review, yang harus diperhatikan yaitu unity
dan coherence. Unity berarti setidaknya kita sudah bisa menilai apakah paragraf
dari tulisan yang kita baca atau tulisan yang kita tulis itu berhubungan atau
tidak. Untuk lebih jelasnya, mari kita baca pendapat Arnaudet (1981:8) yang
mengingatkan:"Remember that besides the topic sentence, a paragraph
include several other sentences which in some way contribute to or support the
idea in the topic sentence. In other words, all these sentence must be related
to the topic and must therefore refer back to the topic sentence."
Menurut Arnaudet, selain topic sentence, paragraf juga
terdiri dari beberapa kalimat tambahan dimana berfungsi mensupport atau
mendukung keberadaan ide utama dari topic sentence. Dengan kata lain, semua
kalimat harus berhubungan dengan topik yang sedang dibahas. Sehingga dari
pendapat arnauset tersebut, bahwa paragraf harus memiliki 2 hal, yaitu:
1. Mempunyai ide utama
pada topic sentence.
2. Semua supporting
sentence harus memberikan sumbangsih terhadap pemahaman pembaca tentang ide
utamanya. Artinya, bahwa paragraf tersebut harus mempunyai satu kesatuan, jika
tidak memiliki hal tersebut, maka paragraf tersebut dikatakan paragraf yang
tidak nyambung.
Sebuah paragraf juga harus memiliki koherensi. Artinya,
detail-detail pendukung diorganisasikan sehingga informasi-informasi muncul
secara bersamaan. Penulis biasanya menggunakan waktu, ruang dan urutan hal-hal
yang penting untuk menyajikan informasi pendukung dalam sebuah paragraf yang koherensi.
Ketidak koherensian terjadi apabila kalimat-kalimat pendukung kemunculannya
tidak teratur sehingga menghapus adanya kesan ruang, waktu dan urutan hal-hal
penting itu.
Jadi, kesimpulan dari class review ini yaitu, pertama,
paragraf pertama harus terlihat. Kedua, menulis itu dapat menggali potensi
makna dan menggali diri atas sesuatu yang baru. Kemudian, menurut Milan,
menulis itu menghancurkan dinding-dinding yang biasa dipakai untuk mencari
sesuatu yang tersembunyi. Yang terakhir yaitu mengenai unity dan coherence
dalam suatu paragraf.
0 comments:
Post a Comment