Negara Indonesia memang masih sangat
jauh dari kata sukses dalam pendidikannya, terlihat dari para pelajar saat ini, atau
faktor lain dari pengajarnya sendiri yang kurang tepat menerapkan methode,
bahkan bisa jadi dari sistem pemerintahan yang kurang tepat dalam
menerapkan kurikulum. Tujuan dari pendidikan dasar yaitu
menjadikan siswa-siswi terampil dalam mengembangkan kehidupan mereka sebagai
individu, anggota masyarakat dan juga warga Negara. Karena diharapkan oleh Bangsa Indonesia ini adalah mempersiapkan peserta didik menjadi warga negara yang
memiliki komitmen kuat dan konsistensi untuk mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Sedangkan komitmen dan konsistensi itu masih belum tercapai secara maksimal. Berbagai
faktor dan realita yang ada yang menyebabkan Bangsa Indonesia ini rendah akan
kualitas pendidikannya.
Dari artikel Prof. Chaedar
,
dapat kita ketahui tentang kualitas pendidikan Indonesia yang rendah, yang
kemudian muncullah masalah social seperti kasus tawuran anatar pelajar,
bentrokan pemuda dan bentuk radikalisme yang lain. Itu semua muncul karena
penyakit social, masyarakat Indonesia masih kurang peka akan rasa hormat kepada
orang lain yang berbeda kelompok, ras, dan budaya. Terutama berbeda antar
agama, mereka sangat sensitive dalam hal ini, inilah yang merupakan tantangan
bagi para pelajar agar generasi berikutnya menjadi lebih baik lagi. Kita
sebagai warga negara yang demokratis seyoginya mampu menciptakan kerukunan antar agama, dan sebagai pendukung seharusnya
di kembangkan di sekolah dari dini mungkin. Selain itu juga dari awal sekolah
sudah diterapkan untuk saling interaksi dengan teman-teman mereka, sehingga
mereka akan merasa dekat, dari kedekatan itu akan timbul rasa saling menghargai
satu sama lain.
Dalam kehidupan yang sekarang ini sering
kali kita temui masalah-masalah social,
seperti tawuran. Fenomena tauran antar
pelajar akhir-akhir ini marak terjadi di Indonesia. Meskipun selama ini
pemerintah, lembaga pendidikan dan juga masyarakat telah melakukan berbagai
upaya untuk mencegah hal tersebut, tapi kejadian ini tetap saja terjadi.
Menurut saya ini sangat ironis sekali, karena tauran antar pelajar melibatkan
anak-anak muda. Para kaum muda merupakan
generasi penerus yang akan menentukan jalannya bangsa ini untuk kedepannya
namun di sinilah yang menjadi kekhawatiran bangsa ini karena pendidikan intelek
tidak sebanding dengan pendidikan moral padahal kedua objek ini seharusnya
saling berbanding lurus. Seharusnya semakin tinggi intelektual, semakin baik
pula moralnya. Tetapi yang banyak kita
temukan seseorang yang berprestasi akan tetapi tidak bermoral. Sistem
pembelajaran di indonesia ini harus di berlakukan dengan seimbang agar para
pendidik tidak hanya berprestasi tetapi juga mempunyai moral yang baik. Maka
dari itu pengajar sangat penting bagi pendidiknya.
Dari pendidikan dasar,
ketika di kelas harus adanya interaksi antara yang satu dengan yang lainnya
melalui tugas-tugas kelompok untuk bisa mendengarkan penuh perhatian, berdebat
secara baik, mengormati orang yang sedang berbicara. Itu bisa membekali mereka
sebagai warga negara yang demokratis. Menurut penelitian Apriliaswati (2011)
menyimpulkan bahwa interaksi antara teman sebaya dalam dukungan wacana sosial
yang positif di kalangan siswa. Interaksi sosial dengan teman sebaya. Guru
disini berperan agar bisa mengolahnya secara efektif. Menjadi penengah ketika
adanya keributan atau mengobrol ketika di dalam kelas, menciptakan interaksi
dengan siswa lain dari agama yang berbeda, etnis, dan dari kelompok sosial yang
berbeda.
Faktor
dari terjadinya tawuran adalah pelajar mudah labil. Kita harus mengetahui bahwa
para pelajar yang sedang dalam pencarian jati diri ini cenderung mudah labil.
kelabilan inilah yang akhirnya tawuran antar pelajar terjadi. Ada beberapa cara
yang efektif untuk mencegah sebelum tawuran antar pelajar terjadi, misalkan
dengan membuat dan memfasilitasi ruang-ruang kegiatan yang positif, memberikan
kebebasan berpendapat dan berekspresi dan tetap adanya kontrol dari pihak-pihak
yang berkaitan khususnya orang-orang terdekat, mencoba lebih terbuka dan
mengenali serta memberikan solusi yang positif ketika remaja sedang mengalami
emosi.
Cara mencegah dan Mengatasi terjadinya tauran antar pelajar
1. Lingkungan keluarga dapat melakukan pencegahan
terjadinya tawuran, dengan cara:
·
Mengasuh anak dengan baik.
o
Penuh kasih sayang
o
Penanaman disiplin yang baik
o
Ajarkan membedakan yang baik dan buruk
o
Mengembangkan kemandirian, memberi kebebasan bertanggung
jawab
o
Mengembangkan harga diri anak, menghargai jika
berbuat baik atau mencapai prestasi tertentu
·
Ciptakan suasana yang hangat dan bersahabat,
karena hal ini dapat membuat mereka rindu untuk pulang ke rumah.
·
Meluangkan waktu yang khusus untuk kebersamaan
keluarga
·
Memperkuat ajaran Agama. Yang diutamakan bukan
hanya ritual keagamaan, melainkan memperkuat nilai Moral yang terkandung dalam
agama dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.
·
Melakukan pembatasan dalam menonton adegan film
yang terdapat tindakan kekerasannya dan melakukan pemilahan permainan video
game yang cocok dengan usianya.
·
Orang tua menciptakan suasana demokratis dalam
keluarga, sehingga anak memiliki keterampilan social yang baik. Karena
kegagalan remaja dalam menguasai keterampilan sosial akan menyebabkan ia sulit
meyesuaikan diri dengan lingkungan sekitar.
Dari
pendidikan dasar, ketika di kelas harus adanya interaksi antara yang satu
dengan yang lainnya melalui tugas-tugas kelompok untuk bisa mendengarkan penuh
perhatian, berdebat secara baik, mengormati orang yang sedang berbicara. Itu
bisa membekali mereka sebagai warga negara yang demokratis. Menurut penelitian
Apriliaswati (2011) menyimpulkan bahwa interaksi antara teman sebaya dalam
dukungan wacana sosial yang positif di kalangan siswa. Interaksi sosial dengan
teman sebaya. Guru disini berperan agar bisa mengolahnya secara efektif.
Menjadi penengah ketika adanya keributan atau mengobrol ketika di dalam kelas,
menciptakan interaksi dengan siswa lain dari agama yang berbeda, etnis, dan
dari kelompok sosial yang berbeda.
Sikap
optimis dan kepercayaan terhadap pelajar perlu ditumbuhkan kembali, sehingga
suatu saat kita tidak akan mendengar lagi berita atau kabar mengenai kejadian
tawuran antar pelajar di negeri kita ini, yang ada kita bangsa Indonesia
dipenuhi kabar berita tentang pelajar-pelajar yang produktif, kritis, mampu
menjadi juara dalam berbagai bidang, baik berupa kompetisi pengetahuan dan ilmu
pengetahuan. Sudah saatnya generasi muda membuktikan potensi dalam dirinya
dan sudah menjadi tugas kewajiban orang tua, sekolah, masyarakat dan
pihak-pihak yang terkait untuk mencegah terjadinya bentuk-bentuk penyelewengan
pelajar, terutama permasalahan yang membuat was-was menjadi sebuah tindakan
kriminal, tawuran antar pelajar.
Pada dasarnya, pendidikan itu untuk menentukan kualitas
hidup seseorang atau bangsa yang memang sudah menjadi kebutuhan mutlak. Di
indonesia pendidikan intelek memang jelas dibutuhkan akan tetapi pendidikan
moral pun sama penting dibutuhkan oleh masyarakat Indonesia terutama untuk
generasi muda yaitu pelajar dan mahasiswa.
Sebagai
pelajar, dan jiwa muda, perlu akan kesadaran bahwa kita adalah masyarakat yang
demokratis. Memahami hak-hak warga negara untuk menjalankan prinsip-prinsip demokrasi
dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Kehidupan yang
demokratis di dalam kehidupan sehari-hari di lingkungan keluarga, sekolah,
masyarakat, pemerintahan, dan organisasi-organisasi non-pemerintahan perlu di kenal, d ipahami, dan d iterapkan demi
terwujudnya pelaksanaan prinsip-prinsip demokrasi. Selain itu, perlu pula
ditanamkan kesadaran bela negara, penghargaan terhadap hak asasi manusia,
kemajemukan bangsa, pelestarian lingkungan hidup, tanggung jawab sosial,
ketaatan pada hukum, ketaatan membayar pajak, serta sikap dan perilaku anti
korupsi.
Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan merupakan mata
pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan warganegara yang memahami dan mampu
melaksanakan hak-hak dan kewajibannya untuk menjadi warganegara Indonesia yang
cerdas, terampil, dan berkarakter. Sejak sekolah dasar kita sudah mempelajari akan sikap
acuh tak acuh, tenggang rasa, gotong royong dalam pendidikan kewarganegaraan
ini.
Mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan bertujuan agar
peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut.
1. Berpikir secara
kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi isu kewarganegaraan
2. Berpartisipasi
secara aktif dan bertanggung jawab, dan bertindak secara cerdas dalam kegiatan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, serta anti-korupsi
3. Berkembang
secara positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan
karakter-karakter masyarakat Indonesia agar dapat hidup bersama dengan
bangsa-bangsa lainnya
4. Berinteraksi
dengan bangsa-bangsa lain dalam percaturan dunia secara langsung atau tidak
langsung dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi.
Ruang lingkup mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan
meliputi aspek-aspek sebagai berikut.
1. Persatuan dan
Kesatuan bangsa, agar
siswa menyadari kita sebagai makhluk social tidak dapat hidup sendiri. Saling
membutuhkan satu sama lain, sehingga di perlukan prinsip kedamaian,
mengutamakan satu kesatuan yang erat.
2. Norma, hukum dan
peraturan, sebagai
masyarakat yang multicultural tentu adanya aturan-aturan yang harus di sepakati
agar terciptanya masyarakat yang tertib dan damai. Sebagai masyarakat yang
demokratis negara kita beridiologikan pancasila.
3. Hak asasi
manusia, pelajar mamahami pentingnya menghargai hak-hak asai manusia,
setiap manusia mempunyai hak-haknya yang di lindungi oleh undang-undang. Yaitu:
hak kewajiban anak
dan hak dan kewajibansebagai anggota
masyarakat.
4. Kebutuhan warga negara, di
antaranya: hidup gotong royong, kebebasan berorganisasi, kemerdekaan mengeluarkan pendapat, menghargai keputusan
bersama, prestasi diri ,
Persamaan kedudukan warga negara.
5. Konstitusi Negara meliputi: Proklamasi
kemerdekaan dan konstitusi yang pertama, Konstitusi-konstitusi yang
pernah digunakan di Indonesia, Hubungan dasar negara dengan konstitusi.
6. Kekuasan dan
Politik, meliputi:
Pemerintahan
desa dan kecamatan, pemerintahan daerah dan otonomi, pemerintah
pusat, demokrasi dan
sistem politik, budaya politik,
Budaya demokrasi menuju masyarakat madani, Sistem pemerintahan, pers dalam
masyarakat demokrasi.
7. Pancasila
meliputi:
kedudukan pancasila
sebagai dasar negara dan ideologi negara, proses perumusan pancasila sebagai dasar negara, pengamalan
nilai-nilai pancasila dalam
kehidupan sehari-hari, pancasila
sebagai ideologi terbuka
8. Globalisasi
meliputi: globalisasi di
lingkungannya, politik luar
negeri indonesia di era
globalisasi, dampak
globalisasi, hubungan
internasional dan organisasi internasional, dan mengevaluasi
globalisasi
Dari
pembelajaran kewarganegaraan semenjak dini, intinya bertujuan agar pelajar
mampu betindak tepat, tenggang rasa antar sesama, menciptakan rasa nasionalisme
pada diri mereka. Dan kecintaannya terhadap Negara Indonesia sehingga aktif
dalam pembangunan negara dan menciptakan peradaban yang ideal. Karena itu,
pembelajarn itu sendiri harus efektif agar tujuan yang di tuju tercapai.
Hakikat pembelajaran yang efektif adalah
proses belajar mengajar yang bukan saja terfokus kepada hasil yang dicapai
peserta didik, namun bagaimana proses pembelajaran yang efektif mampu
memberikan pemahaman yang baik, kecerdasan, ketekunan, kesempatan dan mutu
serta dapat memberikan perubahan prilaku dan mengaplikasikannya dalam kehidupan
mereka.
Setelah mereka menyelesaikan pendidikan
formal, selanjutnya adalah pelajar di harapkan mampu untuk menjaga hubungan
yang baik agar menjadi individu yang berhasil. Sebaliknya, apabila tidak mampu
menciptakan hubungan yang baik maka akan timbul konflik social dalam
masyarakat.
Sebagai masyarakat yang multicultural, Banyak suku bangsa dengan bahasa dan identitas
kultural berbeda yang tersebar di tanah air. Menurut penelitian Zahidiyah
Ela Tursina, lulusan jurusan ilmu Hubungan Internasional Universitas Jember, diperkirakan
Indonesia memilki lebih dari 300 suku bangsa besar maupun kecil. Namun sering
kali timbul konflik antaretnis sehingga menimbulkan korban jiwa. Misalnya
konflik antaretins yang terjadi di Sampit, Sambas, Ambon, Poso, Aceh, dan
Ternate.
Jika dilihat dari realita yang sudah terjadi, konflik antretnis dapat
menimbulkan kerugian yang sangat besar. Karena konflik-konflik tersebut di warnai aksi kerusuhan massal penjarahan,
membakar, merampas hak milik orang lain, menghilangkan dokumen-dokumen penting,
hingga pemerkosaan. Konflik antaretnis dapat memicu chauvanisme antaretnis dari
daerah lain bahkan dari luar pulau untuk membela etnis masing-masing. Bila ini
terjadi maka permasalahan konflik semakin meluas. Konflik juga bisa menyisakan
rasa trauma mendalam pada masyarakat.
Sebenarnya kemajemukan masyarakat itu bukan hanya memberikan dampak
positif, tetapi memberikan dampak negative pula, karena dari factor kemajemukan
itulah timbul konflik dalam masyarakat. Bahkan Asep jamaludin meyakini
multicultural sebagai sebab dari adanya korupsi, kemiskinan, kekerasan,
perusakan lingkungan dan hilangnya rasa kemanusiaan untuk selalu menghargai
hak-hak orang lain.
Sebaiknya, keragaman budaya tidak mendatangkan kerugian. Apalagi sampai
merusak pembangunan negara dan menyangkut kekerasan. Karena itu, perlu adanya
pendidikan yang multicultural dengan mengembangkan sikap saling menghargai satu
sama lain meskipun berbeda budaya. Dengan pendidikan yang multicultural, akan
menciptakan struktur dal kultur yang setiap kelompok budaya dapat melakukan
ekspresi budayanya secara harmonis, tanpa adanya konflik.
Di harapkan pendidikan di sini mampu menciptakan kehidupan yang menerima
perbedaan, tetap menghargai dan menghormati meski beda. Terjadinya konflik itu
karena adanya factor berbeda agama, contohnya Priok dan Maluku. Adafaktor
hukum, contohnya konflik sengketa tanah. Ada factor ekonomi, seperti kerusuhan
Tasikmalaya. Ada factor adat istiadat, seperti yang terjadi antar suku di
Papua. Ada factor politik, seperti ketika pemilihan Pilkada.
Dari adanya konflik di atas, disebabkan karena:
ü Kurang
adanya toleransi antar beda agama
ü Tidak
adilnya penegakkan hukum di negara kita
ü Tidak
adilnya system dan juga praktek ekonomi
ü Kurang
apresiasi dalam prinsip-prinsip demokrasi
ü Kefanatican
kelompok
Dapat di ketahui, sebenarnya factor esensinya adalah lemahnya moralitas
berbangsa, bidang politik, hukum, ekonomi, budaya, olah raga, bahkan perilaku
agama. Konflik ini di sebabkan karena lemahnya moralitas bangsa. Tidak hanya
pendidikan multicultural, tetapi perlu juga adanya pendidikan secara sistematik
dan komprehesif agar mampu menanamkan moralitas bangsa termasuk moralitas
multicultural juga. Jadi, pendidikan nasional memiliki dimensi pendidikan multicultural,
tetapi apakah multicultural sudah terwadai apa belum?.
Konflik yang terjadi di negara kita, bukan hanya terjadi di tengah
msayarakat. Akan tetapi, dari factor politik juga pernah terjadi sengketa antar
pejabat. Yang mana pejabat itu di kenal
sebagai orang-orang intelek dan berpendidikan yang tinggi, tetapi lemah juga
akan moral. Terjadi kejadian yang memalukan pada tahun 2010, ketika anggota
parlemen saling bertukar kata-kata kasar dengan cara tidak sopan dalam suatu
sidang, yang mana di siarkan langsung di seluruh negri. Itu juga salah satu
contoh, bentuk lemahnya moralitas berbangsa.
Pendidikan politik belum cukup mempromosikan pendidikan yang baik, ketika
birokrat gagal dalam mendidik masyarakat. Sekolah harus di berdayakan
sebagaimana fungsinya secara maksimal. Para pengajar harus memberikan dorongan
motifasi, pengalaman yang bermakna, dan juga perlu di terapkan pengajaran yang
mana pelajar berinteraksi satu sama lain dari agama yang berbeda, etnis,
kelompok, social dan juga budaya.
Pemahaman
tentang hak, kewajiban, dan tanggung jawab setiap warga negara dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara perlu di tingkatkan. Idealnya, pendidikan politik mampu
mengubah proses sosialisasi politik masyarakat sehingga mereka memahami dan
menghayati betul nilai-nilai yang terkandung dalam sistem politik yang ideal
yang hendak dibangun.
Setelah
memahami hak dan kewajiban, kebijakan akan tegakkan. Guru perlu mengelolah
tempat ibadah bagi siswa dari semua agama di suatu lembaga pendidikan. Maka
siswa akan memahami bagaimana orang lain melakukan ritual keagamaan, dan akan
timbul rasa toleransi antar umat beragama.
Dalam
artikel Prof. Chaedar, beliau menawarkan cara untuk membuat masyarakat memahami
keragaman buadaya, agama, suku, ras, dan etnis, yaitu dengan menerapkan sistem
pendidikan liberal di Indonesia. Pendidikan Liberal menurut beliau yaitu
membebaskan siswa dengan sikap intoleren terhadap keragaman di masyarakat. Jika
pengertiannya seperti ini, pendidikan liberal perlu dicoba untuk diterapkan
dalam pendidikan di Indonesia. Namun, dalam pengertian secara harfiah,
pendidikan liberal akan merujuk kepada sistem kapitalisme, sistem kapitalis yaitu
sistem yang menguasai kehidupan adalah orang-orang borjuis (orang kaya yang
mempunyai modal atau tanah), dan orang kecil semakin tertindas, orang-orang
borjuis terus memperkaya dirinya, sehingga keseimbangan tidak terjadi dalam
kehidupan. Kehidupan akan terjadi saling sepak terjang antar golongan dan ini
akan menyebabkan konflik baru.
Untuk itu
pendidikan liberal tidak bagus jika diterapkan di Indonesia. Namun jika melihat
praktek pendidikan yang terjadi di Indonesia, pendidikan Indonesia menganut
paham Liberal, seperti yang bisa merasakan pendidikan dengan fasilitas yang
baik, dengan sarana dan prasarana yang memadai hanya orang-orang kaya, masih
banyak anak-anak yang tidak bisa merasakan pendidikan, kemudian di daerah
terpencil banyak sekolah-sekolah dengan bangunan yang rusak, sarana dan
prasarana yang tidak layak pakai tetapi masih digunakan karena tidak
mendapatkan dana alokasi dari pemerintah, atau dana alokasi yang tidak sampai
bisa jadi digelapkan oleh pihak tertentu. Padahal, hak mendapatkan pendidikan
adalah untuk seluruh rakyat Indonesia. Namun, jika melihat hal yang demikian,
apakah pendidikan di Indonesia sudah berhasil?
Menilai
berhasil atau tidaknya pendidikan di Indonesia memang tidaklah mudah, harus
melihat dari beberapa sisi karena, jika hanya melihat dari satu sisi orang akan
langsung menyimpulkan bahwa pendidikan di Indonesia belum berhasil dan telah
gagal, tetapi jika melihat dari sisi lain dengan pembangunan yang dilakukan
pemerintah terhadap perkembangan pendidikan, dengan upaya pemerintah dalam
perbaikan kurikulum dan menghasilkan siswa menguasai terhadap bidangnya,
pemerintah sudah berhasil dalam pembangunan pendidikan. Namun, pendidikan
haruslah terus berjalan dinamis seiring dengan perkembangan zaman, agar bisa
setara dengan pendidikan negara lain, demi persaingan dengan pendidikan dunia.
Jadi
kesimpulannya, pendidikan yang sekarang ini memang menggunakan sistem kurikulum,
tetapi tidak pada prakteknya. Karena nyatanya saat ini lebih condong sistem
pendidikan liberal dalam tradisi pendidikan, ilmu politik menjadi sedikit
tergeserkan. Padahal ilmu politik merupakan salah satu usaha pemahaman akan
hak-hak kemanusiaan dan norma-norma, menjadikan warga saling menghormati
bermoral kebangsaan. Mejauhakan dari konflik dan masalah sosial yang ada.
Itulah yang harus di renungi kita sebagai pelajar, mengapa kesadaran masyarakat
dalam partisipasi dalam pembangunan peradaban negaramasih sangat rendah?
Sehingga terjadi banyak konflik.
Sistem pembelajaran di indonesia ini harus di berlakukan dengan seimbang
agar para pendidik tidak hanya berprestasi tetapi juga mempunyai moral yang
baik. Jadi, seorang pendidik itu harus menjadi panutan dan contoh yang baik
bagi para peserta didiknya karena seorang pendidik adalah cerminan bagi para
pendidiknya. Pendidik juga merupakan kunci dari kesuksesan generasi muda, yang
mana mereka menjadi tolak ukur kemajuan suatu bangsa.
Para kaum muda merupakan generasi penerus yang akan menentukan jalannya
bangsa ini untuk kedepannya namun, karena pendidikan intelek tidak sebanding
dengan pendidikan moral padahal kedua objek ini seharusnya saling berbanding
lurus. Seharusnya semakin tinggi intelektual, semakin baik pula moralnya.
Sehingga, tercipta adanya toleransi antar kelompok dan umat beragama.
Sebagai masyarakat yang menganut system demokrasi, diharapkan agar mampu
menciptakan peradaban yang baik. Segala bentuk perbedaan ras, suku, daerah,
perbedaan pemahaman maupun keyakinan bukanlah sebuah penghalang untuk menjadi
kesatuan bangsa yang kuat.
Daftar pustaka:
Alwasilah Chaedar A. 2012. Pokoknya Rekayasa Literasi. Bandung. PT. Kiblat
Buku Utama
Zahidiyah
Ela Tursina,lulusan jurusan ilmu Hubungan Internasional Universitas Jember
0 comments:
Post a Comment