“Never be afraid to raise your voice for
honesty anf truth and compassion against injustice and lying and greed.
If people all over the world...would do this,
it would be change the earth”
by William Faulkner
Banyak
orang bilang zaman ini zaman edan. Zaman dimana manusia sudah mulai tidak
saling percaya satu sama lain. Mereka hidup dengan hanya mementingkan kelompok
mereka dan ideologi yang mereka usung. Berbagai cara pun rela mereka lakukan
demi memuluskan misi kelompok mereka. Memanipulasi sejarah adalah salah satu
cara yang sering mereka lakukan. Mereka melakukan itu guna menciptakan citra
bagi baik kelompok mereka atau menjatuhkan kelompok lainnya.
Tidak
terhitung lagi banyaknya peristiwa di dunia ini yang merupakan hasil dari
manipulasi. Salah satunya adalah soal manusia pertama yang mendarat di bulan.
Pada tahun 1969, Neil Amstrong dari NASA dengan pesawatnya “Apollo XI”
berhasil mendarat dan mengibarkan bendera Amerika Serikat di bulan. Kabar
tersebut pun langsung menyeruak ke seantero dunia, hingga membuat Uni Soviet yang
merupakan musuh bebuyutannya dalam perang dingin merasa dinjak-injak. Namun
setelah lebih dari tiga dekade, keabsahan peristiwa itu pun mulai
dipertanyakan.
Sebagian
besar orang belum sepenuhnya mempercayai bahwa NASA benar-benar mendaratkan
manusia ke bulan. Itu disebabkan karena beberapa hal, diantaranya penguasaan
teknologi yang belum memadai saat itu, dan lain-lain. Mungkin karena ambisinya
untuk memenangkan perang dingin inilah yang membuat Amerika kemudian membuat
suatu “kecurangan” dengan sebuah proyek rekayasa yang mengambil setting pendaratan
di bulan tersebut. Satu fakta yang membuat Amerika “geram” dan melakukan
rekayasa tersebut adalah kabar keberhasilan Soviet yang telah mengorbitkan
Vostok 1-nya bersama Yuri Gargarin, sebagai manusia pertama yang berhasil
melakukan perjalanan ruang angkasa.
Kebohongan
pendaratan itu pun pernah ditayangkan dalam sebuah acara di TV FOX-5 dengan
menunujukan fakta-fakta bagaimana “tipuan” super canggih itu dibuat dengan banyak
sekali kelemahan dan kengawurannya, misalnya : dari gerakan para astronot dan
kendaraan yang dipakai di bulan, sama sekali tidak terlihat mereka berada di
ruang hampa anti gravitasi, bahkan bendera Amerika pun terlihat berkibar
padahal di bulan tidak ada atmosfer sehingga tidak mungkin bila disana terdapat
angin. Bahkan para pakar fisika pun mengatakan, sampai sekarang (dengan
teknologi canggih saat ini pun) mereka tidak yakin manusia akan bisa bebas dari
pengeruh radiasi di angkasa luar yang hampa udara itu.
Foto-foto
yang dipublikasikan oleh NASA pun dianggap foto palsu setelah diuji oleh banyak
pakar fotografi. Pada bayangan foto astronot Apolo XI terlihat banyak sekali titik
(spot) yang berarti memakai pencahayaan dari banyak sumber, sementara sumber
cahaya di bulan seharusnya hanya dari arah matahari. Lebih mengejutkan lagi,
ternyata banyak astronot yang dibunuh karena tahu banyak soal ini. Mereka takut
jika para astronot itu buka suara dan dapat menjatuhkan mereka. Pada intinya
dalam acara tersebut NASA dianggap sebuah organisasi yang menyebarkan kepalsuan
dan juga organisasi yang penuh dengan manipulasi bahkan dengan banyaknya
kriminalitas yang dilakukan mereka, pantaslah bila NASA dianggap salah satu organisasi
terkejam dan paling mematikan di dunia.
Kasus
diatas tidak jauh beda dengan salah satu kasus yang dikritisi oleh Howard Zinn
lewat artikelnya yang berjudul “Speaking Truth To Power With Book”.
Dalam artikelnya beliau mengkritik soal kebohongan Colombus yang dianggap
sebagai penemu benua Amerika. Selain itu dalam artikelnya juga beliau
memperingatkan pada pembaca agar tudak begitu saja percaya pada buku yang
mereka baca. Buku tersebut harus dapat dipertanggung jawabkan sebagai bukti sah
atau keabsahannya serta memiliki referensi yang jelas.
Speaking
Truth To Power itu sendiri sebenarnya adalah
sebuah frasa terkenal yang berasal dari Quaker. Frasa tersebut pertama kali
dipublikasikan olehnya pada tahun 1955 dalam sebuah pamflet. Melalui frasa
tersebut beliau ingin mempromosikan pasifisme, dengan keyakinan bahwa cinta
bisa mengatasi kebencian. Itu kemudian diartikan sebagai “berbicara kepada
mereka yang berwenang” dan sekarang frasa tersebut digunakan dalam politik dan
aktivisme Hak Asasi Manusia (HAM).
Secara
garis besar, Speaking Truth To Power mengajarkan kita untuk bisa berperilaku jujur
kebenaran suatu kenyataan yang mungkin tidak diketahui orang-orang di seluruh
dunia. Terutama masalah sejarah peradaban manusia yang perlu dibenahi.
Belakangan ini banyak penulis yang sudah tidak lagi menulis secara objektif.
Seperti yang saya katakan diatas, saat ini banyak orang yang hidup untuk
kepentingan pribadi atau kelompoknya saja. Pada kasus Neil Amstrong contohnya,
meskipun banyak media serta masyarakat dunia yang menghujatnya, namun sebagian
rakyat Amerika bahkan presiden Barack Obama sekali pun menganggap bahwa Amstrong
adalah pahlawan bagi bangsa mereka. Mereka menuliskan segala sesuatu soal
Amstrong lewat tulisannya, tidak peduli bahwa tulisan yang mereka tulis itu
adalah fakta atau hanya bualan belaka.
Begitu
pun pada kasus Colombus, Pelaut yang bernama lengkap Christopher Columbus atau
dengan nama Italia-nya Cristoforo Colombo diklaim sebagai orang pertama yang
mengarungi jalur Atlantik lalu menemukan benua Amerika. Hal ini selama ratusan
tahun masih dianggap sebuah fakta yang tak terbantahkan. Namun sayangnya hal tersebut
mulai diragukan, sebab orang yang pertama kali datang menemukan benua Amerika
adalah nenek moyang asli bangsa Amerika. Mereka mungkin menyeberang ke Amerika
melalui Rusia dan Alaska sekitar 12.000 tahun yang lalu. Sedangkan Colombus
baru mendarat di Amerika pada abad ke-15 sudah tentu tidak mungkin bila
Colombus adalah orang pertama yang menemukan benua tersebut.
Diskusi
penemuan benua Amerika oleh orang-orang Eropa, Afrika, atau Asia, sebenarnya
adalah penghinaan terhadap sejarah masyarakat asli benua tersebut. Keberanian
dan sejarah mereka sangat tidak dihargai dan tidak dinilai apabila teori
Columbus sebagai penemu benua Amerika adalah fakta yang hakiki. Para penulis
eropa bahkan dunia banyak yang mengatakan bahwa colombus adalah pahlawan sebab penemuannya
bisa jadi memberikan banyak sekali manfaat bagi masyarakat terutama bangsa
eropa. Namun itu sangat berbalik 180 derajat bila sang penulis berasal dari
masyarakat asli benua Amerika, selama ratusan tahun masyarakat benua tersebut
dijajah oleh berbagai bangsa dari eropa mulai Inggris, Perancis, Spanyol,
Belanda, hingga Portugal. Bukan hanya menjajah tapi mereka juga membantai
ribuan bahkan jutaan penduduk asli benua tersebut. Itu bisa terlihat dengan
sedikitnya warga di benua tersebut yang berras asli amerika. Sebagian besar ras
mereka bahkan bahasa mereka adalah berasal dari berbagai bangsa di eropa.
Sehingga tidak salah bila bagi penduduk asli amerika, Colombus adalah tak lebih
dari sebuah pendiri reaktor nuklir yang kemudian dengan sengaja ia ledakan dan ahlasil
lewat perbuatannya dia membunuh ratusan jiwa guna mencapai egonya sendiri.
Sebagai
seorang pembaca seharusnya kita sudah mulai bersikap kritis, sebab sangatlah
naif bila hanya dengan membaca sebuah buku saja kita langsung percaya dengan apa
yang kita baca. Kita tidak bisa mengklaim bahwa sesuatu yang ditulis dalam buku
itu benar adanya, tanpa adanya rujukan buku lain. Kita baru akan tau benar atau salahnya isi
dalam buku tersebut, jika kita membaca buku-buku yang lainnya yang merujuk kepada
buku yang telah dibaca sebelumnya, dan seterusnya seperti itu. Seperti
contohnya kasus Colombus atau Neil Amstrong diatas, masyarakat bisa tahu
sesuatu yang sebenarnya setelah membaca buku. Namun itu hanya berlaku bagi
mereka yang membaca dengan rujukan buku lain.
Howard Zinn lewat artikelnya pun pernah menulis soal kekuatan sebuah
buku yang dapat mengubah pemikiran manusia. Dengan kata lain, buku bisa merubah
pemikiran dan kesadaran seseorang akan suatu hal yang Ia baca dan pastinya juga
dapat menunjukan kebenaran atau kesalahan.
Semua
peristiwa di dunia ini terutama sejarah mungkin saja akan menjadi salah ketika
orang yang membacanya lebih teliti serta cermat dan mencari referensi dari buku
lainnya. Itu dikarenakan setiap penulis memiliki ideologi atau sudut pandang
masing-masing terhadap suatu peristiwa. Pada peristiwa G30S saja, kita tidak
bisa menyamakan tulisan apa yang ditulis oleh orang-orang Soekarno dan
orang-orang Soeharto. Tulisan mereka jelas sangat berbeda, tulisan mereka
pastinya tidak sedikit yang hanya membenarkan kelompok mereka dan menjatuhkan
kelompok lawan. Dengan kata lain mereka menulis untuk bisa mempengaruhi
masyarakat bahwa kelompok merekalah yang benar, tanpa kita tahu apakah yang
mereka tulis itu fakta atau hanya rekayasa.
Lewat
buku otobiografi Soeharto : pikiran, ucapan dan tindakan saya. Terbitan
PT Citra Lamtoro Gung Persada tahun 1989. Presiden Republik Indonesia yang
ke-dua ini berkomentar soal kejadian tujuh perwira TNI AD yang ditemukan tewas
di lubang buaya lewat salah satu tulisannya “sebab itu saya mesti mengadakan
tindakan yang cepat tetapi pasti. Saya mesti mengadakan pengejaran, pembersihan
dan penghancuran.” Beliau yang saat itu menjabat sebagai Mayjen TNI AD sangat
marah dengan apa yang telah dilakukan oleh PKI. Namun, perbedaan terjadi antara
beliau dan Presiden Soekarno. Bung karno mengatakan bahwa kejadian G30S
hanyalah sebuah peristiwa yang biasa terjadi di era revolusi bahkan beliau
mengibaratkan peristiwa tersebut seperti sebuah riak kecil di samudera.
Perbedaan
lain pun muncul saat ada kabar soal keterlibatan AU dalam peristiwa tersebut.
Soeharto sangat tidak terima dengan apa yang dilakukan oleh angkatan yang masih
setubuh dengannya itu. Namun lagi-lagi Soekarno tidak dengan mudah membenarkan
soal keterlibatan tersebut. Sehingga muncul lah spekulasi bahwa Soekarno yang
saat itu mengenal baik tokoh-tokoh PKI terlibat dalam peristiwa tersebut. Dan
melalui tulisannya, pak Harto cukup mampu mempengaruhi masyarakat soal apa yang
terjadi dengan G30S dan menganggap bahwa Soekarno adalah komunis dan terlibat
dalam peristiwa ini.
Dari
penjelasan diatas, buku tidak lah menjadi sesuatu yang hanya dapat menambah
pengetahuan. Tapi juga dianggap sebagai sesuatu yang mempengaruhi hidup
seseorang bahkan bisa mengubah pandangan masyarakat suatu negara hingga dunia.
Memang tidak semua isi dalam buku itu benar, tetapi paling minimal sekali
adalah kita bisa belajar mencari kebenaran atau fakta dari sebuah buku lewat
membaca lebih banyak buku untuk
dijadikan referensi.
Peristiwa-peristiwa
di masa lampau atau khusunya sejarah sudah sedikit yang dianggap otentik. Itu
disebabkan pengaruh besar yang diberikan penguasa saat itu akan peristiwa
tersebut. Muatan politik pun banyak dimasukan dalam berbagai peristiwa demi
sebuah pengakuan masyarakat akan apa yang mereka lakukan. Selain itu, penyebab
lainnya adalah kurang sadarnya masyarakat saat itu soal pentingnya menulis
untuk membuat peristiwa itu abadi. Ketika suara diproduksi maka akan langsung
hilang pada saat itu juga. Hal tersebut bisa diimplikasikan pada Sejarah.
Sejarah jika hanya direpresentasikan melalui mulut ke mulut tanpa ditulis, ia
akan hilang atau mungkin dimanipulasi seperti yang banyak kita temui belakangan
ini.
Hilangnya
tokoh dalam sejarah pun sering kita temui dalam berbagai buku. Entah itu adalah
bagian dari manipulasi atau memang penulis tidak tahu. Sebagai contoh, banyak
tokoh-tokoh muslim yang meneluarkan banyak sekali penemuan dalam berbagai
bidang mulai dari bidang ilmu pengetahuan, kesehatan, dan juga sosial. Namun
sayangnya hanya sedikit bahkan jarang sekali orang yang mengetahuinya.
Masyarakat saat ini seakan dibutakan oleh fakta, orang barat dengan kemampuan
literasinya mampu mengobrak-abrik dan memutar balikan fakta. Dan tak jarang hasil
penemuan-penemuan islam banyak yang diakui oleh bangsa eropa sebagai penemuan
mereka.
Selama
abad pertengahan, sejarah peradaban dipenuhi oleh islam. Berkat keuletan kaum
musliminlah maka ilmu pengetahuan dan falsafah yunani selamat dari kebinasaan,
dan islam kemudian datang membangun
dunia Barat serta membangkitkan gerakan intelektual sampai pada
pembaruan Bacon. Selama abad itu pula lah muncul banyak sekali ilmuan-ilmuan
islam seperti, filosof terbaik yakni Al-Farabi, hingga matematikawan terbaik
Abu kamil dan Ibnu Sina. Namun sayangnya nama mereka jarang terdengar padahal
mereka sudah sangat banyak berjasa dalam dunia ilmu pengetahun.
Salah
satu yang menyebabkan mereka tidak dikenal adalah karena hilangnya bukti-bukti
terutama buku-buku karangan mereka yang hilang dirampas oleh pasukan salib
dalam penaklukan pasukan islam di daratan eropa. Mereka merampasnya dan kemudian
merekayasanya agar seolah-olah itu adalah penemuan ilmuan barat. Bahkan hingga
saat ini, dunia barat tidak pernah berhenti berusaha menutup-nutupi segala
bentuk fakta bahwa sesungguhnya tidak sedikit ilmuan islam yang menjadi pionir
dari berbagai disiplin ilmu yang dikembangkan oleh ilmuan barat. Itu sebabnya
kenapa nama-nama seperti di atas jarang terdengar kecuali bila kita serius
berusaha mencari tahu tentang mereka dengan cara googling misalnya.
Bukan
hanya di dunia barat, tokoh-tokoh pahlawan islam di Indonesia pun kadang tidak
pernah dituliskan oleh buku-buku. Dalam perang kemerdekaan saja, hanya sedikit
buku yang membahasa soal peran kaum santri atau kalangan religius. Sisanya hanya
membesar-besarkan para Jenderal atau politikus-polikus
terkenal lainnya. Padahal tidak sedikit peran mereka dalam memerdekakan negara
ini.
Seorang
antropolog UNIMED Prof. Dr. Usman Pelly menyatakan bahwa hanya 50 persen fakta
sejarah Indonesia yang benar, sedangkan separuh laginya penuh kebohongan.
Pelly, mengatakan tidak sedikt fakta yang telah di korupsi oleh penggalang
koruptor sejarah demi melanggengkan kekuasaan sebelum dan pasca kemerdekaan.
Dengan adanya buku karangan Harry Poeze, lanjutnya, memberikan fakta sebenarnya
mengenai gambaran pejuang kiri yang berkiprah dalam revolusi kemerdekaan
seperti Tan Malaka yang ditulis pejuang berdarah minang itu dari penjara,
karena tekanan dari penguasa.
Katanya
sudah saatnya para akademisi melakukan pelurusan sejarah sebelum kemerdekaan.
Dia menyayangkan tim pelurusan sejarah oleh pemerintah yang sempat terbentuk,
didalamnya terdapat Ichwan Azhari. Pelly berharap para akademisi terdorong
melakukan upaya pengungkapan sejarah yang lurus agar seperti Tan Malaka yang
ditetapkan sebagai pahlawan nasional dimasukan dalam buku sejarah di
sekolah-sekolah. Sejarah Tan Malaka salah satu fakta sejarah sebelum
kemerdekaan, yang terlarang untuk dibaca pada masa orde baru dan pemerintah
saat itu menonjolkan komunisme versi penguasa untuk membentuk opini masyarakat
terhadap sejarah yang dibelokan.
Melihat
fakta tersebut sudah saatnya pemerintah dengan tegas melakukan yang namanya
pelurusan sejarah. Karena bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai
sejarahnya. Saat bangsa itu malah memanipulasi sejarahnya, maka sama saja
dengan mereka tidak menghargai dirinya sendiri. Namun meluruskan sejarah pun bukanlah sebuah
hal yang mudah apalagi dengan data yang sedikit, sulit rasanya untuk menguak
suatu kebenaran.
Membaca
pun pada akhirnya menjadi suatu hal yang wajib dilakukan oleh masyarakat.
Membaca babad atau buku-buku lawas bisa jadi menjadi salah satu kunci dalam
mebenarkan sejarah. Manipulasi sejarah sendiri disebabkan kurang kritisnya kita
dalam menyikapi suatu peristiwa. Kita terlalu mangut pada pemerintah hingga
kadang mau benar mau salah tapi itu dari pemerintah kita akan percaya begitu
saja.
Seperti
yang Howard Zinn katakan dalam artikelnya, buku adalah kekuatan. Menurutnya
buku bisa mengubah dunia, bahkan dapat menjelaskan apakah sesuatu itu salah
atau sesuatu itu benar. Saat kita masih tidak peduli dan tidak mau mebaca, maka
kita hanya akan menjadi orang naif yang mudah diperdaya oleh siapa saja.
Mayoritas
masyarakat saat ini, lebih Cenderung membenarkan apa yang hanya mereka dengar
dari petinggi ( pemerintah), padahal realitanya untuk membuktikan fakta
tersebut kita juga harus membaca. Tidak hanya langsung melahap mentah-mentah
konsep pembicaraan yang sudah terbangun tersebut, kita harus mengkonsep ulang
dengan cara mengkritisi serta harus mencari referensi lain ( fakta dan bukti )
mengenai hal yang sedang dibicarakan tersebut. Dengan hal tersebutlah
masyarakat mudah dimanipulasi oleh pemerintah.
Namun
melihat fakta yang ada, dengan banyaknya oknum pemerintah yang memanipulasi
sejarah sudah saatnya kita sebagai rakyat bangkit dan menunjukan kepedulian
kita. Peduli akan suatu kebenaran dengan berkata jujur melalui buku, seperti
yang sudah saya tulis diatas. Speaking truth to power kemudian diartikan
sebagai “berbicara kepada mereka yang berwenang atau pada pemerintah” dan
sekarang frasa tersebut digunakan dalam politik dan aktivisme Hak Asasi Manusia
(HAM). Dan lewat artikel inilah Howard Zinn mengajak orang-orang untuk
mengungkap suatu kebenaran tidak peduli apa yang kita lakukan itu melawan arus,
tapi demi suatu kebenaran seharusnya kita mau berusaha dan mengungkapkan
kenyataan yang terjadi sebenarnya.
Barkonas Fahmi pun pernah berkata, bahwa buku adalah bahan
bakar perubahan. Dunia buku, dunia yang dipenuhi beribu misteri. Menelusurinya ibarat
memecahkan teka-teki kehidupan yang tersimpan rapat dalam lipatan ruang dan waktu.
Hanya karena sebuah buku, perubahan yang sedang digagas dan dicita-citakan bisa
digapai, bisa diraih.
Oleh karena itu, sudah saatnya kita sebagai generasi muda
terutama mahasiswa benar-benar memanfaatkan buku dengan baik. Membaca banyak
referensi buku, kemudian menilainya sekara kritis, lalu mengungkapkannya
kembali dalam bentuk tulisan, agar kebenaran tersebut bisa dibaca oleh halayak
lain. Karena hanya lewat buku lah kita bisa mengungkap suatu kebenaran yang
belum terungkap dan menjadikannya sebagai bahan untuk menghentikan manipulasi
dunia.
Daftar Pustaka
·
http://misteri-Sejarah-Amerika-Serikat-dalam-Film-Apocalypto.ANNEAHIRA.COM.htm
·
http://Facebook.com/note/di-bawah-panji-panji-agama/
·
http://Lifestyle.kompasiana.com/pendaratan-neil-amstrong-bohong
·
http://m.merdeka.com/peristiwa/perbedaan-perbedaan-bung-karno-dan-pak-harto-soal-g30s
Generic structure kenapa ga diekplisitkan ya? karena kamu mengungkap mengenai pendaratan di bulan, lalu kenapa tidak mengaitkan sejarah dan literasi dengan gamblang saja? Sayang sekali artikel sebagus ini tidak diperkaya oleh pendapat dan teori yang dikemukakan oleh Lehtonen. Padahal dalam sejarah, teks adalah situs yang paling sakral dan sohih untuk digali.
ReplyDeleteBegitulah sejarah, ditulis sesuai keinginan penguasa saat itu. Jadi sangat gak mungkin juga kalau saat sekarang berharap pemerintah yang berkuasa meluruskan sejarah yang dibengkokan tersebut, karena mereka yg berkuasa saat ini in punya kepentingan untuk menuliskan sejarah mereka sendiri dengan menggnakan ilmu cocoklogi dan hajarlogi sesuai keinginan mereka sendiri....
ReplyDelete