Dalam class review kali ini, tantangan menulis semakin hebat. Saya
harus banyak memberikan bumbu-bumbu masakan yang bisa membuat cita rasa masakan
(tulisan) yang berbeda dari sebelumnya bahkan bercita rasa tinggi. Salah satu
langkahnya adalah dengan menuangkan referensi-referensi lain untuk melengkapi
dan mewarnai ilmu yang didapat dari penjelasan Bapak.
Pada pertemuan minggu lalu, Bapak berbicara sekitar Columbus. Lebih
jelasnya mengevaluasi kembali tentang kesalahan kami dalam menulis, apakah kami
masih melakukan kesalahan yang sama? Dan ternyata kesalahan terbesar kami masih
banyak, diantaranya :
·
Terjebak
di dalam hal yang tidak terlalu penting
·
Tidak
akrab dengan kata kunci yang disebut wacana kelas atau classroom discourse
·
Menceritakan
fakta-fakta tentang konflik agama tanpa menunjukan ketegasan titik pandang atau
stance kita
·
Kami
tidak membangun struktur generik dengan baik
·
Tidak
memberikan referensi atau (pola referensi yang hilang)
·
Kemudian
satu poin penting dari Bapak “ada banyak ruang untuk perbaikan”
Dari daftar kesalahan tersebut, semuanya memang real, namun poin
terakhir merupakan motivasi besar bagi kami bahwa kami yakin, kami bisa
memperbaiki kesalahan-kesalahan tersebut menjadi keunggulan kami kedepannya.
Kesalahan diatas lebih ditunjukan pada kesalahan critical review minggu
sebelumnya.
Kemudian, kata Bapak kami selalu gagal dalam membahas konteks.
Kalian tidak akan bisa menulis dengan benar, jika kami tidak memahami konteks.
Dalam segala hal, konteks memang selalu berperan, konteks selalu menjadi unsur
utama dalam berbagai hal, situasi dan kondisi. Jadi, jika dalam menuis kita
tidak memperhatikan konteks, maka kita mustahil dapat menulis dengan benar.
Berikut ini adalah sejumlah kunci isu
(permasalan) yang mendominasi pemahaman saat penulisan, di daerah ini lebih mengeksplorasi class review, yaitu meliputi poin tersebut :
(permasalan) yang mendominasi pemahaman saat penulisan, di daerah ini lebih mengeksplorasi class review, yaitu meliputi poin tersebut :
·
Literasi
(literacy)
·
Budaya
(culture)
·
Teknologi
(technology)
·
Aliran
(genere)
·
Identitas
(identity)
Kembali ketadi, dari beberapa hal diatas, menurut Bapak kami selalu
gagal diarea konteks. Kami tidak menghadirkan konteks dalam menulis, dan itu
sanagt patal. Aoa sih konteks itu? Konteks menurut Lehtonen? Atau mungkin
konteks menurut referensi lain? Ketika kita berbicara Howard Zinn, sudah pasti
kita membahas tentang history atau sejarah, politik dan relligiuos. Ketiga hal
tersebut, harusnya itu tak lepas dari konteks.
Kemudian yang diungkap disini itu harusnya kaitan history dan
literasi. Karena praktek literasi itu selalu terkait dengan sejarah. Namun,
lagi-lagi kesalahan terbesar kami itu muncul, fokusnya ada di :
History dengan literacy as a social practice
Seharusnya,
kami menggunakan sumber-sumber yang ada untuk mengupas kembali hubungan
keduanya.
Selanjutnya ada pertanyaan dari NOAM CHOMSKY, dia adalah teman sang
penulis Howard Zinn , dia berkata “you attacted Zinn properly?” dia juga
berargumen tentang Zinn, bahwa Zinn mengubah kesadaran sebuah generasi. Benar,
kami memang merasakan langsung rasanya seranagn dari Zinn. Artikelnya menjebak
kami, membawa kami pada permasalahan yang rumit, menurut saya sendiri tulisan
Zinn telah membuat kami terjebak jauh dalam mengartikan isi tulisannya.
Berbicara tentang Zinn, memang tak cukup sampai disini, akan saya lanjutkan
nanti.
Sekarang beralih pada sebuah pertanyaan dari Bapak, apakah kami
sudah mempersiapkan hal-hal berikut :
·
Membaca
sejarah Amerika?
·
Mendapatkan
diri anda terbiasa dengan siapa Columbus?
·
Mencari
fakta yang tidak diketahui tentang Columbus?
·
Mendapatkan
diri anda terbiasa dengan siapa Howard Zinn itu?
·
Memeriksa
karya Zinn?
·
Persfektif
apa yang anda tawarkan, apakah berupa politik, antrofology, sosiologi atau budaya?
Alasan mengapa kami gagal dalam menulis karena pertanyaannya tidak
dapat terjawab. Nah sekarang kita meninjau kembali tentang kesalahan kita adlam
mebuat critical review, maka saya akan menguraikan mengenai hal-hal yang harus
diperbaiki tersebut, baik itu tentang teks, konteks, delapan parameter
berkaitan dengan kontek, hubungan literasi dan sejarah.
Pertama, yaitu konteks. Menurut Ken Hyland, cara kita memahami
tulisan itu dikembangkan melalui pemahaman konteks yangs emakin canggih. Perlu
disadari bahwa makna bukanlah sesuatu yang berada dalam kata-kata yang ditulis,
tetapi diciptakan dalam interaksi antar penulis dan pembaca, karena penulis dan
pembaca memahami kata-kata dengan cara yang berbeda, masing-masing memiliki
persepsi yang berbeda dalam mengartikan suatu meaning tulisan.
Pandangan dari Dijk (2008) mengenai konteks, ini bukan situasi
sosial yang mempengaruhi ( atau dipengaruhi oleh) wacana,tetapi cara peserta
mendefinisikan seperti itu. Konteks demikian bukan semacam kondisi objektif
atau sebab langsung, melainkan interkonstruksi dirancang dan diperbaharui dalam
interaksi para peserta sebagai anggota kelompok dan masyarakat. Jika mereka,
semua orang dalam situasi sosial yang sama akan berbicara dengan cara yang
sama. Jadi konteks menurut Van Dijk adalah peserta konstruksi.
Sedangkan
Cuttin (2003 :3) ada tiga aspek utama
yaitu:
·
Konteks
situasional : apakah mereka tahu apa yang dapat mereka lihat disekitar mereka
·
Background
konteks pengetahuan : apakah masyarakat mengetahui tentang dunia, aspek
kehidupan, dan apa ayng mereka tahu tentang aspek satu sama lain.
·
Co-tekstual
: apa masyarakat athu etntang apa yang mereka miliki.
Selanjutnya
konteks menurut Halliday (1985) yaitu ada 3 :
·
Fieled
: mengacu pada apa yang terjadi, teks adalah tentang topik bersama dengan
bentuk-bentuk yang diharapkan secara sosial dan biasanya pola digunakan untuk
mengekspresikan itu
·
Tenor
: mengacu pada siapa yang mengambil bagian, peran dan hubungan peserta (status
dan kekuasaan mereka misalnya yang mempengaruhi ketertiban, formalitas dan
kesopanan)
·
Mode
: mengacu pada pemutaran bahasa (apa yang peserta harapkan) lisan atau tulisan
Dengan kata lain, bahasa yang kita gunakan harus sesuai dengan
situasi dan kondisi, dimana kita menggunakannya.
·
Substansi
: materi fisik yang membawa atau relay teks
·
Musik
dan gambar
·
Paralanguage
: prilaku yang berarti bahasa yang menyertainya, seperti kualitas suar, gerak
tubuh, ekspresi wajah dan sentuhan (dalam kecepatan), dan pilihan dari jenis
hurup dan ukuran (secara tertulis)
·
Situasi
: sifat dan hubungan objek dan orang-orang disekitar teks, seperti yang
dirasakan oleh peserta.
·
Co-teks
: yaitu teks yang mendahului atau mengikuti yang dibawah analisis, dan peserta
menilai wacana yang sama.
·
Interteks
: teks yang peserta anggap milik wacana lain, tapi yang mereka persekutukan
dibawah pertimbangan, dan yang mempengaruhi interpretasi mereka.
·
Peserta
: niat dan interpretasi mereka, pengetahuan dan keyakinan mereka, sikap
interpersonal dan perasaan
·
Fungsi
: apa teks dimaksudkan untuk melakukan oleh adresser, atu dianggap dilakkan
oleh penerima dan adresser
Selanjutnya, saya ulas mengenai hubungan literasi dan sejarah.
Berhubung poin ini dititik beratkan sebagai kelemahan terbesar oleh Bapak, maka
dengan penuh hati-hati akan coba saya bahas. Kata sejarah berasal dari bahasa
Arab yaitu “ Syajarotun” yanga artinya pohon. Sejarah diumpamakan sebagai
perkembanagn sebuah pohon yang terus berkembang dari akar sampai ranting yang
paling kecil yang kemudian bisa diartikan sebagi silsilah. Syajaroh dalam arti
silsilah berkaitan dengan babad, tarikh, mitos dan legenda. Dalam bahasa
Inggris, kata sejarah (History) berarti masa lampau umat manusia, dalam bahasa
Jerman, kata sejarah (geschichte) berarti sesuatu yang pernah terjadi.
Sejarah adalah ilmu tentang manusia, yaitu yang mempelajari tentang
manusia dalam sebuah peristiwa bukan cerita masa lalu secara keseluruha.
Sejarah juga merupakan ilmu tentang waktu, sejarah juga ilmu tentang sesuatu
yang mempunyai makna sosial, juga ilmu tentang sesuatu yang terperinci dan
tertentu. Pada dasarnya sejarah mempunyai ilmu bantu dalam berbagai aspek
kehidupan. Lantas bagaimana hubungan sejarah dengan litersai? Sejarah dan
literasi tidak dpat dipisahkan karena saling membutuhkan. Tapi disini sejarah
lebih cenderung membutuhkan bantuan tehadap literasi untuk mengungkapkan atau
menyelesaikan masalah.
Keterkaitan dengan sastra pun membuka mata kita bahwa sejarah tidak
tercipta dengan begitu saja, terdapat input subjektif dari seorang penulis yang
dimasukan dalam karanagn sejarh yang mereka tulis. Perbedaan kontekslah yang
menciptakan karangan sejarah seseorang dengan orang alin akan berbeda. Karen pada
intinya, mereka menulis sejarah, berdasarkan konteks mereka masing-masing.
Mengingat diawal ada banyak pertanyaan mengenai hal yang sudah
dipersiapkan oleh kami, maka saya akan menjawab sedikit tentang “mencari fakta
tentang Columbus” saya akan menuliskan beberpa fakat tentang Columbus :
·
Lukisan
tentang Columbus yang ada berbeda-beda. Tidak ada gambar asli mengenai Columbus
·
Marcopolo
adalah salah satu tokoh motivasi bagi Columbus
·
Columbus
bukan manusia pertama yang melakukan pelayaran ke Benua Amerika, tapi bangsa
Viking lebih dulu tiga abad menginjakan kaki di Benua Amerika pada abad 2
·
Kepulawan
bahama yang didaratinya (Elsavador) yaitu daratan yang diduga Columbus sebagai
India sepanjang hidupnya dan lain-lain.
Untuk mengakhiri class review ini, saya tarik kesimpulan bahwa pada
dasranya class review ini masih kental kaitannya dengan kesalahan besar kami
dalam menulis khususnya critical review pada minggu lalu, dan kesalahan
terpatal kami ada di konteks. Kaitan konteks dengan sejarah yaitu bahwa
perbedaan kontekslah yang emnciptakan karangan sejarah seseorang akan berbeda
dengan orang lain. Kemudian sejarah dan literasi itu hal yang tidak bisa
dipisahkan karena keduanya saling membutukan. Contohnya sejarah membutuhkan
bantuan terhadap literasi guna mengungkapkan suatu masalah.
0 comments:
Post a Comment