Classroom Discourse: Kunci
Membentuk
“Religious Harmony”
Hari terasa tak karuan ketika ingin
melihat comment yang telah Pak Lala berikan kepada hasil critical review
pertama menngenai “Classroom Discourse to Foster Religious Harmony”. Ternyata, ketika
saya melihat comment yang Pak Lala (dosen Writing 4) mengenai hasil critical
essay saya di blog, hati saya merasa campur aduk dibuatnya. Comment Pak Lala
terhadap critical essay saya di blog berbunyi:
“Enak
juga masakan kamu. Keterhubungan antara Pancasila, pendidikan multicultural,
classroom discourse, dan religious harmony nampaknya belum berbentuk dengan ajeg.”
Comment yang Pk Lala berikan kepada
saya tidak menjadikan saya terlena atas itu. Justru membuat saya lebih terpacu
lagi untuk melakukan yang lebih baik. Tapi, apa yang beliau katakana benar
bahwa keterhubungan antara Pancasila, pendidikn multikutural classroom
discourse, dan religious harmony belum terbangun atau berdiri secara kooh. Saya
akui itu, bahwa critical review pertama saya masih jauh dari apa yang Pak Lala
harapkan. Pak Lala mengatakan saya sebagai kritikus tidak boleh terlalu condong
kepada salah satu pihak saja. Contohnya, saya lebih membahas mengenai hal
negative dari Liberalisme, sedangkan hal positif dari Liberalisme tidak saya
bahas. Jadi harus adanya keseimbangan dari setiap statement atau critical
review yang saya sajikan sebagai kritikus.
Sebenarnya Pak Lala sedang
“menjebak” kita dengan classroom discourse. Alhasil kita terperangkap dan gagal
membahas classroom discourse. Kita cenderung seperti bola billiard yang lari ke
berbagai arah. Ada yang lebih membahas multicultural, pendidikan, kerukunan
beragama, dan lain-lain.
Untuk lebih dalam menelisik mengenai
classroom discourse, kita harus berangkat dari pemahaman classroom discourse
terlebih dahulu. Dalam bahasa Indonesia, classroom discourse yaitu satuan
bahasa terlengkap, dalam hirarki grammatical yang menjadi satuan tertinggi atau
terbesar (Kridalaksana 2011). Menurut Louis Marianne (2002), wacana merupakan
proses bagaimana seseorang berbicara dan mengerti apa yang dibicarakan dan
didengarnya yang mencakup aspek kata yang diucapkan. Sedangkan menurut Abdul
Chaer (2004), wacana merupakan gejala individual yang bersifat psikologis dan
keberlangsungannya ditentukan oleh kemampuan bahasa si penutur dalam situasi
tertentu. Jadi, dapat disimpulkan bahwa wacana adalah proses dimana seseorang
menyampaikan ujaran untuk dapat dimengerti oleh orang lain yang tidak terlepas
dari system dan kaidah bahasa yang berlaku.
Selanjutnya, kita membahas mengenai
kelas, kelas dapat dibagi ke dalam 2 perspektif, yaitu :
1. Dalam
arti sempit yaitu ruangan yang dibatasin oleh empat dinding (persegi), tempat
dimana sejumlah siswa berkumpul untuk mengikuti proses pembelajaran.
2. Dalam
arti luas yaitu suatu masyarakat kecil yang merupakan bagian dari masyarakat
sekolah sebagai satu kesatuan diorganisasi yang menjadi unit kerja yang
dinamis, menyelenggarakan kegiatan belajar mengajar yang kreatif untuk mencapai
suatu tujuan yang diharapkan.
Classroom
discourse pada umumnya selalu mengacu pada penelitian, analisis, dan merujuk
pada bahasa yang guru dan siswa gunakan untuk berkomunikasi. Menurut penjelasan
Pak Lala, dapat saya simpulkan bahwa classroom discourse adalah sebuah analisis
yang berat, yang mana di dalamnya terdapat interaksi. Imnteraksi yang terjadi
di sebuah kelas terdidri dari interaksi murid dan guru. Tidak hanya guru dan
murid saja tetapi harus ada interaksi antara murid dengan murid. Interaksi ini
yaitu berupa “talk” atau pembicaraan.interaksi dibagi ke dalam empat unsure,
yaitu background, communication strategis, goal-driver, dan meaning making
practices.Meaning making practices ini akan merajuk kea rah religious harmoni.
Selain itu, values dan ideologies yang ada di kelas juga akan merujuk pada
religious harmoni. Akhirnya, religious harmoni akan menghasilkan mutual
understanding dan terakhir akan melahirkan sebuah toleransi.
Berikut
merupakan “classroom discourse” menurut Betsy Rymes. Besty Rymes mengatakan
bahwa pada saat di kelas, guru, dan siswa bergiliran pada saat berbicara,
memperkenalkan topik, menggunakan beberapa bahasa, bercerita dengan cara yang
berbeda dan mengatasi berbagai permasalahan yang ada di kelas. Ini cara yang
berbeda untuk mempengaruhi praktik sehari-hari.
Manfaat classroom discourse
1. Untuk
memahami secara umum perbedaan komunikasi antara kelompok-kelompok sosial
2. Belajar
bagaimana melakukan analisis wacana kelas (bukan hanya analisiswacana membaca)
3. Bila
guru memahami berbagai bentuk pembicaraan di kelas, prestasi sekolah akan
meningkat
4. Bagi
sang guu, dapat meningkatkan pengalaman keseluruhan mengajar dan membuat guru
terlibat secara intrinsic dalam kegiatan professional (sebagai guru)
Analisis
wacana adalah studi tetang bagaimana bahasa digunakan dan dipengaruhi oleh konteksnya.
Di dalam kelas, konteks dapat berkisar dari pembicaraan dalam pelajaran,
ceramah analisis kelas menjadi wacana kritis ketika para peneliti mengambil
efek dari konteks variable tersebut menjadi pertimbangan dalam analisis mereka.
Harus
kita bergantung kepada konteksnyaui bahwa sebuah kata yang semestinya
dilontarkanbergantung pada konteksnya. Dalam buku Betsy Rymes yang jelas
“classroom discourse” adalah konteks utama dan paling jelas untuk sebuah
wacana. Namun, konteks untuk analisis wacana kelas juga meluas diluar kelas dan
dan dalam komponen yang berbeda dari pembicaraan di kelas. Konteks dapat
dibatasi oleh batas-batas yang sesuai bahasa yang digunakan di rumah dan yang
digunakan di sekolah.
Dari
p interaksi enjelasa diatas mengenai classroom discourse dapat disimpulkan
bahwa classroom discourse itu menyangkut berbagai macam aspek, seperti
interaksi di kelas. Harus adanya interaksi yang baik antara guru dengan murid,
karena interaksi itu dipengaruhi oleh empat unsur, yaitu background, communication
strategies, goal-driver, dan meaning making practice.
Meaning-making
practice, value, dan ideologies akan mengarah kepada kerukunan umat beragama.
Intinya, untuk menciptakan kata “toleransi”, dapat dimulai dengan melalui
classroom discourse. dapat dikatakan bahwa classroom discourse merupakan salah
satu kunci dari kerukunan umat beragam atau religious harmoni.
0 comments:
Post a Comment