Assalamu’alaikum.Wr.Wb.
Senang
sekali kita bisa berjumpa lagi dengan aktifitas rutin yaitu kuliah, pada mata
kuliah writing 4 ini. Pada pertemuan yang ke-5 senin pekan yang lalu saya tidak
bisa hadir dikelas. Oleh karena itu, betapa senangnya kita bisa berjumpa lagi dan
belajar lagi dikelas PBI-B tercinta. Kondisi kelas meskipun tak sekomplit
mahasiswa (tidak seperti biasanya). Karena di EDSA ada event yang harus
dijalankan, jadi hanya sebagian mahasiswanya tidak bisa hadir dalam
perkuliahannya, itu tidak membuat kita patah semangat karena partner yang
lainnya tidak bisa hadir. Terus menerus dan tetap selalu semangat dalam
belajar, itulah motivasi yang sangat berarti dalam menggapai impiannya nanti
dimasa depan.
Pada prakata awal beliau menyambut
mahasiswanya dengan absensi kelas dan mereview kembali tentang pertemuan
sesudahnya. Disamping itu beliau selalu berbagi (share) tentang pengalamannya
yang sangat berharga. Seperti mengatakan : “Mau menjadi seorang sarjana memang
berat”. Apa solusinya? Tidaklah sulit untuk menjawabnya, kuncinya yaitu “Harus
mencerahkan diri”. Mengapa beliau mengatakan demikian, karena jadi seorang
mahasiswa harus bisa mencerahkan diri atau bahkan selalu mencerahkan diri.
Dengan kata lain mahasiswa tersebut dapat membedakan dengan mahasiswa lainnya,
orang yang mencerahkan diri selalu mencerrminkan kedisiplinan, perubahan lebih
maju dan lebih baik, serta selalu meningkatkan kemampuan dalam belajarnya,
pengetahuannya, juga pengalamannya. Karena disiplin merupakan suatu point
terpenting dalam hal apapun, apalagi dalam konteks belajar. Kedisiplinan juga
sangat menunjang keaktifan dalam belajar menjadi lebih baik penuh peningkatan
lagi dan suatu langkah positif dalam merintis kariernya.
The enlightened dikaitkan dengan The
literacy, dengan memberikan pencerahan kepada masyarakat indonesia khususnya.
Agar lebih melek bahasa (Literasi) dengan sungguh-sungguh. Supaya di negara
kita lebihh bersaing lagi karena dengan melek bahasa yang serius yang dilakukan
oleh rakyatnya. Itulah suatu modal utama dalam kemajuan negaranya apabila kita
lebih literat lagi, rakyat akan senantiasa mendapat penerangan-penerangan
(mengetahui kebenaran) dapat menghasilkan generasi bangsa selanjutnya lebih
baik lagi. Kaitannya Literasi dengan English Writing juga memang sangat padu,
karena dengan witing kita dapat mengembangkat pengetahuan dan bakat pendidikan
kita dengan sempurna yang di imbangi dengan melek bahasa. Dua point itulah
faaktor pendukung dalam belajar lebih baik lagi dan penting untuk dilakukannya.
Agar dapat menjadikan para mahasiswa/pelajar lebih kritis dan aktif dalam
menganalisa suatu karya ilmiah yang mereka pelajarinya. Seperti : jurnal,
artikel, dan teks-teks yang lainnya. Prof.Chaidar Al-Wasilah mengatakan :
”bahwa Literasi adalah modal hidup kalian”, jadi begitu pentingnya harus
dilakukan seorang pelajar dalam berliterasi yang sungguh untuk membuka
jendela-jendela dan pengalaman dunia. Tidaklah mudah dalam menjalani kehidupan
sekarang ini yang penuh dengan persaingan yang ketat dalam bidang apapun. Jadi kunci
utamanya yaitu dengan meningkatkan kualitas diri kita unntuk terus berkarya dan
bersaing lebih lagi dalam menjalani kehidupan sekarang ini. Begitu pula dengan
dikaitkannya antara modal hidup dengan mencintai pengetahuan, pengetahuan juga
suatu modal dasar dalam kehidupan. Pengetahuan yang lebih luas dan
berpengalaman membuat manusia lebih berwawasan dan terdidik dengan baik dalam
pembelajaran (khususnya). Juga bisa dikatakan “Knowledge is Power” yang
dilansir terpampang jelas di tembok bangunan (Asrama TNI-AD) Dodik Bela Negara
di Jawa barat Indonesia. Karena itu sebagai pemicu semangat dan motivasi
berharga dalam menjalani suatu hal apapun, para Tentara Indonesia menyatakan
demikian. Begitu pula dengan kita (mahasiswa) harus lebih-lebih lagi pengetahuan
yang didapatnya. Karena dapat di artikan pengetahuan adalah kekuatan,
penjelasannya kekuatan yang sangat penting dalam hidup yaitu pengetahuan. Sudah
jelas dikatakan pengetahuan suatu hal yang sangat penting, karena itu kekuatan
yang sangat kokoh (pengetahuan) dalam diri manusia apabila mendapat pengetahuan
yang banyak dan bermanfaat (di mudawamahkan).
The Love of Knowledge
Itulah
peran 4 terpenting yang saling berkaitan, menjadikan suatu modal untuk saling
berkesinambungan satu dengan yang lainnya. Dan perlu kita ketahui, serta
lakukan dengan pengalaman-pengetahuan yang dimiliki oleh kita.
Menjelaskan dan memaparkan
materinya begitu simple, tapi sangat jelas sekali. Mr.Lala Bumela mengatakan,
Meniru adalah suatu bagian terpenting dari menemukan, lalu menciptakan memahami
affordance dan meaning potential tanda-tanda yang terserak yang dibaca dengan
teori ini dan itu. Dengan demikian “Writing is a matter of lightening
ourselves”, yaitu menulis merupakan tindakan yang dapat mencerahkan diri kita.
Kita tidak akan bisa membawa perubahan terhadap orang lain, jika diri kita
sendiri belum mampu tercerahkan. Seseorang juga tidak akan bisa menulis sebelum
ia meniru terlebih dahulu (emulate), karena meniru merupakan bagian terpenting
dalam menemukan, lalu menciptakan. Jadi, Emulate – Discover – Creating.
Penulisan sejarah selalu berkaitan dengan pemenuhan ideologi
(sense of belief). Pemahaman mengenai sejarah dan literasi merupakan pemahaman
tentang value atau nilai dari peristiwa sejarah tersebut. Jadi pada setiap teks
( penulisan apa saja ) syogyanya akan selalu terinterpolasi (menyisipkan) pada motif
ideologi. Tulisan sangat berpengaruh
sekali terhadap cara berfikir dan cara bertindak seseorang. Pemahaman dan
pemaknaan mengenai teks sangatlah beraneka ragam dengan berbagai style dan
background pengetahuan yang dimiliki oleh masing-masing pembaca. Dengan
memahami teks, Seseorang bisa menjadi radikal-fundamental
(konservatif-konvensional), dan bisa juga menjadi liberal-plural. Hal itu
tergantung pada daya kritis dan
pemikiran bijak yang munculkan oleh si pembaca. Karena bagaimana pun juga si
pembaca akan merepresentasikan kembali hasil bacaannya melalui tulisan yang
dikonsep ulang hingga dapat mengcover kepentingannya.
Bahasa merupakan media yang digunakan untuk menyampaikan
sejarah. Dalam penyampaiannya tersebut, sejarah tidak selalu merealisasikan
keselarasan dengan realitanya, hal itu disebabkan oleh hadirnya subjektifitas
atau pemenuhan ideologis sang penulis sejarah. Ideologi merupakan pandangan
tentang individu atau kelompok. Fowler (1996:
12) mengatakan bahwa “Ideology is of course both a medium and an instrument of
historical processes”. Jadi ideologi itu merupakan media dan juga intrumen dari
proses sejarah itu. Media disini realisasikan sebagai perantara, sementara
instrumen direalisasikan sebagai sikap
kita dalam menulis. Fowler (1996)
mengemukakan lagi bahwa, Ideologi itu selalu hadir dalam setiap teks, baik
dalam ranah lisan, tulisan, audio, visual atau kombinasi dari mereka. Sedangkan
Lehtonen (2000), dan Fairclough (1989; 1992; 1995; 2000)
menuturkan bahwa produksi teks itu tidak pernah netral. Akan tetapi pendapat
dari Prof.Chaedar Al-wasilah,
menjelaskan bahwa literasi itu tidak pernah netral, literasi selalu memiliki
cita rasa yang berbeda. Tuturnya darib Prof.Chaidar Al-wasilah.
Howard
Zinn
(sejarawan Boston) dan Morison (sejarawan
Harvard) mengenai penceriteraan Christoper Columbus sebagai penemu benua
amerika, mereka menulis sejarah mengenai hal tersebut tak lain karena
berdasarkan pemenuhan ideologisnya, motif dalam
diri, desakan-desakan, memenuhi permintaan seseorang atau sebagian mereka,
sehingga meskipun benar akan tetapi tidak terlalu objektif. Artinya,
Sebagai sejarahwan yang memenuhi kepentingannya, mereka hanya menekankan
fakta-fakta yang mereka suka dan melewatkan yang lainnya. Sedangkan Morison
memandang sejarah columbus dari pihak yang menang sehingga membuatnya selalu
mengagung-agungkan kebesaran columbus, sementara Howard Zinn memandangnya dari
pihak yang kalah, bahwa Columbus itu sebenarnya bukanlah sang hero melainkan
pembunuh. Jadi, hal itu merupakan letak atau sisi pemilihan ideologis mereka
dalam merepresentasikan tentang penceritaan columbus. Imbasnya yaitu, membaca
merupakan suatu motivasi untuk membangun ideologi seseorang.
Jadi pada intinya dengan demikian, itulah eksistensi sejarah. Terkadang ia
dipahami secara subjektif, berat sebelah, memihak, dan hanya memenuhi
kepentingan ideologinya atau kaumnya. Ini dapat dilihat dalam tulisan Howard
Zinn atau juga Morison mengenai penceriteraan columbus. Mereka satu sama lain
bertarung dalam pemenuhan ideologis atau kepentingannya, saling beraksi dalam
ruang yang kontradiktif, yakni jika Zinn hanya menyorot (memandang) kebejatan-keburukan
columbus, sedangkan Morison menyohor aksi heroiknya Columbus.
0 comments:
Post a Comment