Classroom
discourse yang lebih kita kenal dengan wacana belajar adalah kegiatan di mana
seorang guru memiliki peranan paling penting dalam mengelola kelas.
Seperti
kutipan dalam buku Besty Rymes (in press, 2008) tentang classroom discourse analysis.
Dalam bukunya menerangkan tentang apa yang akan kita lakukan jika kita menjadi
seorang guru, kita harus memikirkan apa yang harus kita perbuat untuk
menciptakan sebuah interaksi di dalam kelas.
Sebagai
seorang guru, ketika kita bercengkerama langsung dengan siswa maupun mahasiswa
otomatis kita pernah bahkan akan merasakan ketidak nyamanan, mungkin karena
pengalaman pertama dalam proses mengajar. Kita juga sebagai seorang guru harus
mengetahui ketegangan maupun ketidak nyamanan yang mendasari hal tersebut guna
mencari solusi atau kiat untuk kita gunakan dalam menangani sebuah rasa ketidak
nyamanan maupun ketegangan yang terjadi di dalam kelas.
Apakah
seorang guru maupun siswa harus belajar mengenai wacana kelas (classroom
discourse)? Seperti yang kita ketahui bahwa wacana kelas ini begitu penting
bagi siswa dan guru untuk membangun suatu komunikasi yang lancar dan suasana
kelas maupun lingkungan yang harmonis.
Ketika
seorang guru tidak dapat memenej kelas dengan baik, tidak dapat memahami setiap
karakter siswa yang dibimbingnya, maka bisa dipastikan akan ada ketimpangan
sosial, seperti diskriminasi suku, ras dan agama. Maka dari itu seorang guru
dan siswa harus saling memahami demi membangun keharmonisan sosial.
Tujuan dari buku Besty Rymnes (in press,
2008) adalah untuk menyediakan guru dengan berbagai alat untuk menganalisis
interaksi / pembicaraan mereka di kelas masing-masing terdapat empat alasan
yang dapat dilakukan untuk menganalisis Classroom Discourse.
1.
Wawasan yang diperoleh dari analisis
wacana kelas telah saling meningkatkan pemahaman antara guru dengan siswa. Saya
setuju dengan pendapat di atas bahwa seorang guru dan siswa harus saling terbuka, sehingga
tercipta komunikasi dan pemahaman yang baik. Seorang guru yang baik pula akan
menganalisis dan memahami setiap karakter siswanya. Kadangkala semua siswa itu
tidak memiliki pemahaman yang sama dalam menyerap informasi yang diberikan oleh
gurunya. Maka dari itu guru harus memberi penjelasan yang secara rinci agar
dapat dipahami, terutama dalam membina siswa TK dan sekolah dasar.
2.
Dengan menganalisis wacana kelas
sendiri, guru telah mampu memahami perbedaan lokal di kelas maupun generalisasi
budaya lainnya. Ya, tentu saja seorang guru harus memahami karakter siswa yang
di bimbingnya. Memahami suku, budaya, agama dan bahkan harus memahami setiap
kemampuan siswanya. Mengapa demikian? Karena dalam satu kelas mustahil jika
siswanya berasal dari suku, budaya dan agama yang sama. Begitupun dengan kemampuan siswa, tidak
menutup kemungkinan jika dalam suatu kelas terdapat siswa yang lambat dalam
mencerna suatu pelajaran. Maka dari itu seorang guru harus bersabar dan
mengajarkan siswanya dengan secara bertahap sehingga terjadi pernyataan
pengetahuan.
Contohnya
jika dalam satu kelas terdapat siswa yang masih belum mengerti mengenai suatu
bab maupun materi, maka kita sebagai seorang guru harus membantunya sampai ia benar-benar paham,
bukan hanya diam dan malah memarahinya. Dari realitas yang terjadi dapa sistem
pendidikan, guru hanya respek terhadap murid-murid tertentu saja yang
menurutnya pandai sehingga lebih mudah ketika diberikan teori maupun bahasan
pembelajaran yang baru.
3.
Toleran
Toleransi
yang kita ciptakan dalam wadah pendidikan sangatlah bermanfaat dan memiliki
efek yang baik. Bukan hanya guru, siswapun harus diajarkan rasa toleransi yang
tinggi guna mengikis sekat-sekat yang secara kasat mata dibangun oleh rasa
keegoisan individu maupun kelompok.
4.
Harmony
Ketika
rasa toleransi yang tinggi tercipta dalam lingkungan pendidikan, sosial
masyarakat dan individu, maka kerukunan antar umat akan tercipta pula.
Masyarakat akan hidup berdampingan secara damai.
0 comments:
Post a Comment