Ketika
kita ingin menuangkan sesuatu yang ada dipikiran kita, terkadang mudah, namun
terkadang sulit. Biasanya kesulitan itu menghampiri kita disaat kita ingin
menuangkan dengan cara menulis. Kok aneh ya? Ketika kita sedang resah, kita
luapkan kesedihan kita dalam sebuah buku diary secara tidak sadar, satu jam
saja sudah lebih dari lima lembar. Tapi ketika ingin menuangkan class review,
dua lembar saja membutuhkan proses yang lama.
Nah
untuk menjawab hal tersebut, sebenarnya saya sudah lebih dulu menyiapkan
jawabanya yaitu menurut perkataan dari dosen Bapak sendiri Mr. Budi Hermawan,
beliau mengatakan bahwa ketika kita menulis atau membaca, maka sahabat ayng
paling baik adalah sepi. Kata-katanya menyirakan pesan, ketika hendak membaca
atau menulis kita harus sendirian. Hal yang biasa ditakuti oleh semua orang,
dibenci oleh banyak orang, tetapi ketika kiat menulis dan membaca kita butuh
itu. Kita butuh sepi, kita butuh kesendirian dan saat itu kita harus membenci
keramaian, menjauhi kebisingan. Mengapa? Karena pada saat kita menulis, kita
harus melihat diri kita jernih, dan pada saat sepi itulah kita menuangkannya.
Saat itu kita menemukan banyak hal yang tidak kita temukan dalam keramaian.
Dalam sunyi, inspirasi-inspirasi akan datang dengan sendirinya. Kini pertanyaan
diawal tadi terjawab tuntas. Biasanya ketika kita sedang resah, menulis dalam
diary ketika suasana sedang dirasa sepi, sunyi dan dalam kesendirian.
Kemudian
dari pertemuan minggu lalu, Bapak mengatakan bahwa pintar itu hanya sebagai
efek samping. Efek samping dari belajar kita yang sungguh-sungguh. Kalo kta
rajin, maka efek sampingnya adalah pintar. Selanjutnya, Bapak menyinggung
mengenai perkembangan mahasiswa IAIN jurusan Bahasa Inggris mulai hebat,
mungkin disini termasuk kami. Syukurlah jika terlihat fenomena seperti itu, dan
saya rasa ini semua juga berkat para dosennya yang dengan gigih membimbing kami
kearah yang lebih baik. Terutama pada mata kuliah Writing ini, saya sendiri
merasakan dan cukup banyak dalam diri saya. Selain pengetahuan saya bertambah,
saya juga banyak belajar dengan cara belajar yang disiplin. Sebuah perubahan
yang baik. Dan ini yang Bapak jadikan prioritas, mahasiswa IAIN pelan-pelan
akan dituntut kearah yang lebiha baik.
Kemudian
pada pertemuan minggu lalu Bapak mereview kembali tentang posisi kita sebagai
pembaca, yaitu dari pengalaman mengkritisi sebuah artikel dengan tema classroom
discourse to foster religious harmony. Menurut Bapak, critical review kami
banyak yang salah masuk gerbang, dan banyak yang terjebak didalamnya. Apalagi
saya, membacanya saja sudah pusing apalagi mengkritik. Menurut saya yang sulit
itu cara mengkoneksikan classroom discourse dan religious harmony itu seperti
apa. Sehingga koneksinya itu tidak ada. Sehingga minggu lalu, Bapak menjelaskan
kaitan dari keduanya.
Pertama
yaitu classroom discourse. Dalam classroom discourse atau wacana kelas, erat
kaiatnnya dengan interaksi antara guru dan murid, gambarnya sebagai berikut :
Classroom
Discourse
|
Interaction
|
Student
|
Teacherher
|
Didalam kelas, guru dan murid tidak
dapat dipisahkan mereka selalu berhubungan, antara keduanya pasti ada sebuah
interaksi yang membuat kelas itu complicated atau rumit, dijelaskan oleh Bapak
ada empat macam, yakni :
1.) Background
Yang dimaksud background disini tentu
saja background guru dan murid. Perbedaan latar belakang bisa membuat
complicated suasana didalam kelas. Jangankan guru dan murid, antara murid dan
murid lainnya memiliki latar belakang yang berbeda-beda. Entah itu latar
belakang keluarga, pendidikan sebelumnya, sosial, ekonomi dan lain-lain.
2.) Comunicative
strategis
Yaitu mereka baik murid dan guru, atau
murid dengan murid mereka komunikatif dalam berbicara, sehingga disinilah
classroom discourse berperan, komunikasi mereka satu sama lain semuanya terjadi
baik mereka saling mendukung, berdebat, dan mengungkapkan argumen.
3.) Gold-Driven
Disini dituntut tentang sesuatu yang
ahrus berekmbang dikelas. Diarea ini titik beratnya lebih kepada siswa, yaitu
berhubungan dengan afektif siswa, kemampuan kognitif siswa dan kemampuan
psikomotorik siswa. Perbedaan kemampuan siswa inilah yang dapat membuat wacana
dalam kelas itu complicated.
4.) Meaning
making practices
Semua yang kita miliki kemampuan atau
apapun itu harus di meaning, segala sesuatu itu dipraktekan di meaning
Kedua yaitu dalam pembahasan
religious harmony atau kerukunan antar umat beragama.
Dalam religious harmony, ada values
(nilai-niali) dan ideologi (dasar-dasar) yang dipegangnya. Dan semua itu juga
harus berujung dimeaning making practices.
Yang Bapak sampaikan minggu lalu
yaitu mengenai proses evolusi (perubahan) dari leader menjadi kritisi bahkan
penulis. Dalam proses evaluasi dari ayng tadinya reader menjadi sesuatu yang
lebih dari sekedar itu memang membutuhkan waktu yang cukup lama.
Lalu kemuudian interaksi kita
didalam kelas dibangun dengan talk. Cara dosen membangun identitas itu dengan
talk menunjukan identitas diri seorang dosen adalah talk. Mereka menunjukan
kualitas talk mereka.
Kemudian mutual understanding, dalam
classroom discourse maupun religious harmony harusu adanya toleransi saling
menghargai perbedaan pendapat, sehingga sesuatu yang tidak diinginkan tidak
akan terjadi. Dalam dua area tersebut local differences, atau
perebdaan-perbedaan lokal itu harus dihargai lebih dahulu. Lalu kenapa kita
harus membahas religious harmony? Begitu salah satu pertanyaan dari Bapak.
Menurut Bapak, kita sebagai mahasiswa IAIN bisa menjaga praktek literasi.
Kesimpulan class review kali ini
adalah pada saat kita hendak membaca, atau menulis maka teman yang mengerti
kita adalah kesunyian. Karena dalam kesunyian kita dapat melihat diri kita
jernih. Modal untuk menulis itu adalah diri kita harus jernih dulu.
Dan tugas kita sebagai pelajar
adalah memahami antara classroom discourse dan religious harmony. Dalam
classroom discourse yang harus dipahami yaitu interaksi antara guru dan murid
yang membuat kelas itu complicated, yaitu melibtkan background, comunicative
strategis, gold-driven dan meaning making practices.
Ketika berbicara religious harmony
maka didalamnya ada values dan ideologi. Semuanya juga tetap berujung pada
meaning. Kemudian dibahas proses evolusi dari reader menjadi yang lebih dari
reader, dan identitas seorang dosen dikelas itu diwujudkan di talk. Kemudian
kita juga harus bisa mutual understanding dan lokal dofferences. Intinya kita
ahrus saling menghargai perbedaan, dan harus membangun toleransi sehingga jauh
adri konflik.
0 comments:
Post a Comment