Kekuatan
Buku Dapat Menggemparkan Dunia
Dalam buku
yang berjudul “Anthropology off the shelf Anthropologists on writing”, tepatnya
pada artikel yang berjudul “Speaking truth to power with books” yang ditulis
oleh Howard Zinn. Terdapat beberapa tanggapan mengenai misteri tentang kebenaran
Christopher Colombus, yang dianggap oleh para kaum Indian sebagai penjahat
kemanusiaan. Menurut
Howard Zinn bahwa
realitanya Christopher Colombus itu bukanlah pahlawan, dan orang
yang berfaham komunis, juga bukan penemu benua amerika. Colombus
adalah penjahat, orang yang serakah, pembunuh, penindas kelompok ras hitam yang
ada di benua amerika. Tetapi, dalam dunia eropa nama
Christopher Colombus disebut-sebut sebagai orang yang pertama kali menemukan
benua amerika serikat. Berdasarkan kedua tanggapan atau argument tersebut, yang
menjadi tolak ukur speaking truth to power adalah siapa itu colombus
sebenarnya.
The truth that makes men free is
for the most part
the truth which men prefer not to hear.
--Herbert Agar, A Time for Greatness (1942)
the truth which men prefer not to hear.
--Herbert Agar, A Time for Greatness (1942)
Membahas Speaking truth to power mungkin yang tertua dan, tentu saja, salah satu
yang paling sulit dari tantangan etika dan kesadaran karena
untuk melakukannya diperlukan ‘personal danger’. Dari
hari manusia diturunkan sampai hari yang sangat baru-baru ini, para pemimpin suku, presiden, dan raja adalah
orang-orang yang memerintah dengan kekuatan. Sebuah frase yang diciptakan oleh Quaker selama
di pertengahan 1950-an. Dulu istilah “speaking truth to power” merupakan sebuah
seruan bagi Amerika Serikat untuk berdiri teguh melawan fasisme dan bentuk lain dari totalitarianisme,
yang merupakan frase yang rujukannnya membuat bingung pihak politik. Dengan alasan para pendiri Amerika Serikat mempertaruhkan nyawa mereka untuk bersumpah, dan itu dianggap berani, meskipun lebih sering dicemooh
pada zaman sekarang ini.
Ungkapan
"Speaking
truth to power" sebenarnya
berasal dalam konteks di mana artinya jauh lebih bermasalah. Slogan itu dikembangkan
Quaker selama pertengahan abad ke-20. Speaking truth to power adalah perubahan
mendasar dalam cara orang berpikir tentang kekerasan dan bagaimana untuk
menolaknya. Speaking truth to power adalah sebuah komitmen untuk perdamaian
yang harus memanfaatkan dirinya dalam segala sesuatu yang orang lakukan. Meskipun demikian, makna
ungkapan speaking truth to power telah bermetamorfosis. Ungkapan "Speaking truth to Power" sekarang ini telah menjadi sesuatu yang klise bagi orang-orang. Tersirat dalam kalimat itu beranggapan bahwa gagasan kebenaran adalah jelas wajar bagi siapa saja untuk mengetahuinya. Dulu pengaplikasian “speaking truth to
power” dilakukan hanya dengan melalui pembicaraan atau sumpah secara langsung.
Pada sekarang ini, pengaplikasian suatu “speaking truth
to power” akan hilang jika dilakukan hanya dengan berbicara langsung saja. Tetapi
jika berbicara suatu kebenaran melalui buku
dapat dijadikan sebagai bukti yang
dipertanggung jawabkan keabsahannya atau sah ( referensi yang jelas ). Oleh karena itu, ketika suatu kebenaran hanya dilakukan dengan
berbicara maka akan langsung hilang pada saat itu juga. Hal
tersebut bisa diimplikasikan pada Sejarah. Sejarah jika hanya direpresentasikan
melalui mulut ke mulut tanpa ditulis, sejarah tersebut akan hilang. Seperti diibaratkan orang yang sedang
menuntut ilmu, bahwasanya “Ilmu pun jika tidak diikat dengan
tulisan akan hilang, tulisan merupakan suatu media untuk mengikat pengetahuan
yang diperoleh baik melalui komunikasi verbal ( Lisan ) maupun dokumental (
tulisan ). Mayoritas orang lebih cenderung membenarkan apa yang hanya mereka
dengar dari kyai, pendeta atau
petinggi ( pemerintah), padahal realitanya untuk membuktikan fakta tersebut
kita juga harus membaca. Tidak hanya langsung melahap mentah-mentah konsep
pembicaraan yang sudah terbangun tersebut, kita harus mengkonsep ulang dengan
cara mengkritisi serta harus mencari referensi lain ( fakta dan bukti )
mengenai hal yang sedang dibicarakan tersebut.
Seperti contohnya
perdebatan mengenai penemu benua Amerika yang sebenarnya. Orang-orang mungkin
sudah mengetahui cerita
kisah tersebut lewat pembicaraan dari mulut ke mulut atau mungkin murid-murid
sudah mengetahui dari cerita gurunya mengenai fakta sejarah mengenai
Christopher Columbus, tokoh yang selalu disebut-sebut sebagai penemu benua
Amerika pada waktu pelajaran di sekolah. Padahal,
dibalik itu semua ada banyak kebohongan yang sangat mencengangkan ketika para
penulis dan peneliti sejarah menguak sejarah Christopher Columbus. Rasa
penasaran ini berdasar pada kenyataan, bahwa setiap tahun ada satu hari khusus
yang disebut “Columbus Day” sebagai peringatan atas jasanya sebagai penemu
Benua Amerika.
Di Indonesia memang tidak secara langsung
terkena dampaknya, namun pemahaman yang diterima dalam dunia pendidikan formal
tentang betapa hebatnya Columbus, tentu akan menghapuskan kebenaran. Semoga
guru-guru dan murid-murid di sekolah, tidak menelan mentah-mentah isi buku
maupun teks pelajaran sejarah tentang Christopher Columbus ini.
Christopher Columbus
dikenal sebagai penemu benua Amerika dan dipandang sebagai pahlawan abad
pertengahan oleh banyak sejarawan masa kini. Pada tahun 1496, orang spanyol ini
melakukan sebuah perjalanan ke Amerika yang kemudian mendarat untuk pertama
kalinya disebuah pulau di sekitar Bahama. Columbus melakukan perjalanan bersama
armada tiga kapal yang bernama Nina, Pinta, dan Santa Maria yang saat ini
dikenal sebagai Discovery of America atau Discovery of the Americas.
Dimata suku asli
Indian Amerika, Christopher Columbus adalah penjahat kemanusiaan. Puluhan juta
suku asli Indian musnah olehnya. Berdasarkan dua peneliti dari Universitas
California, Sherburne dan Woodrow, tahun 1496 Christopher Columbus datang ke
benua Amerika. Kemudian tahun 1498, dunia internasional menganggap Columbus
sebagai penemu benua amerika akibat pelayarannya ke benua Amerika. Penemuan itu
menjadi sesuatu yang sangat menggembirakan bagi bangsa Eropa yang saat itu
berkeinginan untuk kolonisasi bangsa Eropa di masa yang akan datang. Setelah
pengakuan dunia internasional tersebut, Christopher Columbus melakukan
pembantaian terhadap warga pribumi di tahun 1508-1518, dari 8 juta jiwa arawak
hanya tinggal tersisa 100.000 orang Arawak. Bahkan di tahun 1514, orang Arawak
dewasa tinggal 22.000 jiwa. Padahal, di tahun 1492 jumlah orang Arawak 8 juta
jiwa.
Peneliti lain, Cook
dan Borah menulis angka 27.800 (1514). “Dalam jangka waktu 20 tahun, Columbus
telah membantai 90% bangsa Arawak, yang pada awalnya berjumlah 8 juta jadi
tinggal 28.000-an orang.”(!)
Selama kurang seabad
Columbus di benua baru, sekitar 95 juta orang telah dibunuh secara kejam. Saat
Columbus tiba di Amerika, ada 30 juta orang penduduk pribumi. Namun beberapa
tahun kemudian jumlahnya menyusut tinggal 2 juta. Dalam buku berjudul “The
conquest of Paradise: Christopher Colombus and the Columbian Legacy” (1991). Kirk
Patrick Sale menyatakan, “Ini lebih dari suatu pembantaian biasa, ini satu
pembunuhan besar-besaran, yang menghabisi lebih dari 99% penduduk, pemusnahan
satu generasi.”
Pemusnahan suku Indian
di Amerika ini bukan hanya dilakukan dengan pengejaran dan pembantaian, tapi
juga dengan ‘senjata biologi’ bernama virus cacar. Sejumlah selimut bekas
pasien cacar yang tentu saja telah terpapar virusnya, dibawa Columbus dan
dipakai untuk menyelimuti orang-orang Indian yang sakit. Bukannya sembuh,
banyak orang Indian yang mati dan wabah cacar dengan cepat membunuh puluhan
ribu orang-orang Indian lainnya. Hal yang sama dilakukan Hernando Cortez
tatkala merebut Meksiko yang saat pertama menjejakkan kaki di negeri itu pada
Februari 1519, jumlah penduduk aslinya ada sekitar 25 juta jiwa, tetapi pada
1605 jumlah itu tinggal 1 juta jiwa saja.
Kemudian berdasarkan kisah Hatuey, kepala suku
Indian Arawak, tidak mau tunduk pada Columbus. Hatuey lari ke hutan beserta
rakyatnya. Namun tertangkap, Hatuey dan pengikutnya dihukum bakar hidup-hidup.
Ketika Hatuey diikat ke kayu, seorang Pastor Fransiscan mendesaknya untuk
mengakui Yesus sebagai tuhan agar jiwanya dapat pergi ke “Sorga” daripada
keneraka. Hatuey menjawab dengan penuh harga diri, bahwa jika sorga itu adalah
tempat bagi orang-orang Kristen maka dia lebih memilih pergi ke neraka.
“Orang-orang Spanyol itu menggantungkan 13
orang secara serentak. Angka 13 ini menyimbolkan Sang Kristus sendiri dengan 12
muridnya. Mereka pun dibakar hidup-hidup,” demikian catatan para saksi mata.
Ada juga yang menulis, “Orang-orang Spanyol itu memotong tangan salah satu
orang, pinggul atau kaki atau yang lain, dan juga memotong beberapa kepala
dalam sekali tebas, seperti penjagal yang memotong daging sapi dan domba di
pasar. Vasco de Balboa memerintahkan empat puluh orang di antara mereka yang
telah koyak berkeping-keping diberikan kepada anjing yang terlihat
kelaparan.”(rz)
Dibalik pembataian
yang tidak manusiawi tersebut, entah kenapa sampai tahun 2002, dunia internasional
saat itu masih percaya bahwa Columbus adalah penemu benua Amerika. Namun ketika
sebuah buku karangan Gavin Menzies yang berjudul “1421: the year china
discovered America” muncul, semua menjadi misteri. Dengan yakin, menzies
menyatakan bahwa penemu benua Amerika melainkan adalah Laksamana Cheng Ho,
bukan Christopher Columbus seperti yang diketahui selama ini. Hal ini tentu
saja membuat gempar, terutama di kalangan ahli sejarah. Dunia internasional pun
mulai bertanya-tanya tentang sosok Laksamana Cheng Ho yang disebut-sebut
sebagai pelaut ulung dari China tersebut.
Laksamana Cheng Ho
merupakan salah satu kaum minoritas Tionghoa dari generasi bangsa Hiu, dan
berasal dari provinsi Yunnan di Asia Barat Daya. Cheng Ho lahir di lingkungan
keluarga muslim Tionghoa yang taat dan tumbuh menjadi pemuda pemberani dan
cerdas. Saat dinasti Ming menguasai Yunnan dari dinasti Yuan ( bangsa Mongol ),
banyak pemuda yang ditangkap yang kemudian dijadikan kasim di Nanjing. Cheng Ho
yang saat itu berumur 11 tahun pun diabdikan ke Raja Zhu.Pada tahun 1405, saat
kaisar Cheung Tsu berkuasa, Cheng Ho diutus untuk memimpin armada laut dan
melakukan ekspedisi pertama ke laut selatan. Sampai tahun 1433, Laksamana ini
telah memimpin tujuh ekspedisi dengan armada yang besar. Beberapa catatan
menyebutkan bahwa armada yang dipimpinnya terdiri dari 300-an kapal laut dari
berbagai ukuran awak kapal yang bias mencapai sekitar 27.000 orang.
Selama kurang lebih 28
tahun penjelajahannya, Laksamana Cheng Ho telah berkonstribusi bagi 24 peta
navigasi yang berisi peta mengenai geografi lautan. Pencapaian armada Cheng Ho
mencakup beberapa wilayah di Asia (termasuk Indonesia), Teluk Persia, Jazirah
Arab, dan Afrika. Beberapa literature bahkan meyakini bahwa Laksamana Cheng Ho
dan armadanya telah mencapai benua Amerika. Apa yang dikemukakan oleh Menzies
dalam bukunya tersebut menghasilkan sebuah pertanyaan besar karena dunia
internasional selama ini terlanjur mengetahui bahwa Columbus adalah penemu
benua Amerika.
Meskipun menimbulkan
kontroversi yang luas, teori Menzies tersebut tidak dapat langsung dikatakan
mengada-ada. Sejumlah bukti sejarah yang tersisa dari penjelajahan Cheng Ho (
pada zaman pemerintahan kaisar Zhu Zhanji, sebagian besar dokumentasi perjalanan
Laksamana Cheng Ho telah dimusnahkan ) yang berupa peta perjalanan armada
tersebut lengkap dengan gambar benua Amerika dan sebuah peta astronomi milik
Laksamana Cheng Ho yang disodorkannya sebagai bukti ilmiah. Peta yang tentunya
dibuat sebelum masa Columbus memulai ekspedisinya. Menzies menjadi sangat yakin
setelah meneliti akurasi benda-benda bersejarah itu. Sesuatu yang tentunya amat
wajar, bagaimana mungkin bisa membuat peta pada masa itu tanpa mendatangi
objeknya? Bukti-bukti kuat tersebut tentang perjalanan Laksaman Cheng Ho ini
mulai dibuka ke public pada Januari 2006 dan menjadi menjadi semakin heboh
setelah pemerintah China ikut ambil bagian dalam mempublikasikan buku tersebut.
Wikipedia, sebagai
situs ensiklopedia dunia maya juga menyatakan secara tersirat bahwa Columbus
bukanlah penemu benua Amerika. Hal ini dapat dilihat pada kalimat “Although
Columbus was not the first explorer to reach the Americas from Europe ( being
preceded by the Norse led by Leif Ericson [5] ), the voyages of Columbus molded
the future of European colonization and encouraged European exploration of
foreign lans for centuries to come. [Citation needed]”
Leif Ericson ( 970 –
1020 ) disebut-sebut sebagai seorang penjelajah Norwegia yang dianggap pertama
kali mendarat di Amerika Utara ( termasuk Greenland ), hampir 500 tahun sebelum
Christopher Columbus. Berdasarkan cerita di Islandia, Leif Ericson mendirikan
sebuah pemukiman Norse di Vinland, yang secara sementara telah diidentifikasi
sebagai situs L’Anse aux Meadows Norse di ujung utara pulau Newfoundland dan
Labrador, Kanada.
Teori ini dikemukakan
berdasarkan penelitian yang dilakukan pada tahun 1950-an dab 1960-an oleh
penjelajah Helge Ingstaddan istrinya. Arkeolog Anne Stine Ingstad yang
mengidentifikasi pemukiman Norwegia yang terletak di ujung utara Newfoundland
yang disebut-sebut sebagai L’Anse aux Meadows yang telah diyakini sebagai
Leifsbúðir. Peneliti Norwegia Johannes Kr Tomo malah menunjuk Teluk Waquoit di
Massachusetts sebagai tempat tinggal Leif Ericson, karena daerah tersebut lebih
cocok bagi sebuah pemukiman di ujung tanah genting atau semenanjung yang
menghadap ke sebuah teluk.
Pada tahun 1964,
Kongres AS meminta presiden untuk menyatakan 9 Oktober setiap tahunnya sebagai
“Hari Leif Ericson”. Tanggal ini dipilih bukan untuk memperingati apa yang
dilakukan oleh Leif Ericson, tetapi dalam kaitannya dengan imigrasi
terorganisir pertama dari Norwegia ke Amerika Serikat ( kapal Restorasi dari
Stavanger ) Norwegia, yang tiba di pelabuhan New York pada tanggal 9 Oktober
1825.
Jika penjelajahan Leif
Ericson ke Amerika dianggap begitu penting, kenapa tanggal 9 oktober tidak
diperingati sebagai hari penemuan benua Amerika oleh masyarakat tersebut?
Kenapa masih Columbus yang dianggap sebagai penemunya? Dan kenapa juga
guru-guru di Indonesia tidak pernah menceritakan kisah tentang Leif Ericson
ketika pelajaran di sekolah?.
Berdasarkan dari beberapa kisah cerita
tersebut, dapat diketahui bahwa orang yang menguasai teks (penulis) dapat memanipulasi atau memutar-balikkan sejarah ( dunia
) dalam sebuah buku. Melalui buku juga bisa dilakukan penelitian
untuk menguak kebenaran dan kebohongan yang ditulis, seperti contoh kisah
Christopher Columbus. Buku dapat dioperasikan dalam banyak cara untuk mengubah
kesadaran seseorang. Jika hanya dengan
mengetahui sebuah cerita berdasarkan dari omongan dari mulut ke mulut, hal itu
kurang memberikan fakta yang kongkrit tentang kejelasan dari sesuatu, cerita
atau berita yang diomongkan.
Pada
dasarnya seseorang mengetahui segala sesuatu itu tidak hanya dari mendengar
saja, melainkan harus mencari fakta yang jelas tentang segala sesuatunya, yakni
dengan cara membaca teks atau buku dari segala referensi. Dengan membaca buku, seseorang dapat mengetahui bahkan menemukan realita atau fenomena kehidupan yang terjadi saat ini, karena membaca dan
menulis merupakan
suatu media yang dapat membuat perspektif atau pandagan seseorang terbuka pada zaman sekarang ini.
Power full yang dimiliki oleh buku itu
cukup besar, buku juga dapat mengubah pola pikir seseorang dan juga mengubah
dunia. Untuk itu sebagai seorang reader itu harus memiliki pemahaman yang
kritis dalam setiap membaca buku dari berbagai referensi mana pun. Peran konsep
critical reader inilah yang harus digunakan oleh reader untuk tidak menelan
secara mentah-mentah tentang buku apa yang dibacanya. Tidak mudah percaya
dengan anggapan-anggapan yang tertuag dalam buku, dengan mencari dari berbagai
referensi lain yang jelas dan bukti yang kongkrit mengenai sebuah peristiwa
atau suatu pembahasan, seperti dalam buku cerita Christopher Columbus tersebut.
Gunanya konsep critical redears untuk mengetahui bahkan menemukan realita atau
fenomena kehidupan suatu peristiwa.
Sebuah informasi biasanya dalam bentuk
buku, artikel, jurnal atau yang lain sebagainya, terkadang informasi yang diberikan
kepada pembaca belum tentu benar 100% akan sebuah fakta. Informasi yang ditulis
oleh penulis, memungkinkan menambahkan informasi atau bahkan mengurangi
informasi. Terkadang demi menyelamatkan kebudayaan adat, sebuah sejarah dan mementingkan
kepentingan individu.
Sebagai pembaca, janganlah mudah percaya dengan fakta-fakta yang
ada dalam buku sebelum mencari dari berbagai referensi lainnya. Mengingat ada
ungkapan bahwa “seseorang yang menguasai teks adalah orang yang bisa memutar
balikkan sejarah”, untuk bisa mengetahui
suatu hal secara lebih riil harus banyak membaca buku.
Konsep critical readers sangatlah penting bagi pembaca, karena harus
membaca lebih kritis untuk mengetahui sudut pandang penulis dari berbagai
sudut. Biasanya argument atau pendapat dari penulis terkadang dilebih-lebihkan
atau mungkin dikurangkan untuk lebih menarik perhatian para pembaca. Dengan demikian,
basa jad suatu fakta yang dtulis oleh penulis bias dikatakan sesuai dengan
fakta maupun tidak, untuk menguaknya diperlukan berbagai referensi lain agar
bisa menemukan fakta yang sebenarnya. Kebenaran memang harus diungkap, orang
tidak boleh mempercayai sejarah hanya melalui oral atau pendapat seseorang
melainkan harus dibuktikan dengan membaca buku, sebab sejarah bisa saja berubah
dari zaman ke zaman apabila tidak dituliskan dalam sebuah buku.
Content of Critical Review:
Introduction
Summary
Main Body
Conclusion
Keterangan:
Quaker adalah sebuah organisasi yang cinta kedamaian dan anti kekerasan dalam pemerintahan.
Daftar Pustaka
http://en.wikipedia.org/wiki/Voyages_of_Christopher_Columbus
diunduh 1 maret 2014 pada tanggal pukul 20.50 WIB
http://mujibeljawy.blogspot.com/2012/04/colombus-bukan-penemu-benua-amerika.html
diunduh pada tanggal 1 maret 2014 pukul 22.17 WIB
https://www.facebook.com/permalink.php?story_fbid=124406687708689&id=370824709600447
diunduh pada tanggal 1 maret 2014 pukul 19.44 WIB
http://pjmedia.com/tatler/2013/07/22/when-speaking-truth-to-power-actually-means-something/
diunduh pada tanggal 1 maret 2014 pukul 20.37 WIB
http://www.zonapetualang.com
diunduh pada tanggal 1 maret 2014 pukul 22.32 WIB
http://www.scu.edu/ethics/practicing/focusareas/business/truth-to-power.html
diunduh pada tanggal 28 februari 2014 pukul 20.57 WIB
http://citizentom.com/2013/06/09/what-is-speaking-truth-to-power/
diunduh pada tanggal 28 februari 2014 pukul 20.55 WIB
http://bibliotecariodebabel.com/curiosidades/o-poder-dos-livros/
diunduh pada tanggal 1 maret 2014 pukul 22.15 WB
generic structure ko tidak muncul sebagai pembatas tisp section? kalimat eprtama ga induk kalimatnya! posisi kamu sebagai non-american apa jadinya?
ReplyDelete