The 5th Class Review
One More, Konteks!
Sedikit menguak lebih sedikit tentang konteks dan
teks sebelum membahas tentang tabir Amerika. Dalam class review yang ke-4 kemarin, banyak
kekurangan dalam hal penulisannya, terutama tentang penjelasan text dan
context. Disini saya akan sedikit
mengungkap tentang teks dan konteks menurut Mikko Lehtonen dalam bukunya yang
berjudul “Cultural Analysis of Texts” pada
tahun 2000.
Texts as physical being and semiotic beings,
terjalin di dalam teks yang mendesak untuk dilakukan. Teks memanglah physical
being yang ada dalam beberapa bentuk sehingga menjadi semiotic beings.
Sebaliknya, teks bisa jadi hanya semiotic beings ketika mereka memiliki
persamaan bentuk fisik. Sederhananya, teks merupakan komunikatif artefak,
manusia yang memproduksi instrumen dalam komunikasi. Sebagai artefak, teks
diproduksi melalui alat bantu teknologi. Sedangkan teks sebagai semiotik atau
sistem tanda. Menurut Ferdinand De Saussure, sistem tanda terbagi dua, yaitu
signifier dan signified. Signified adalah citra bunyi atau kesan psikologis
bunyi yang timbul dalam fikiran, sedangkan Signifier adalah kesan makna yang
ada dalam fikiran atau pemaknaan pada signified.
Baiklah, memulai memasuki dunia contexts.
Konteks tidak akan ada atau hidup sebelum penulis atau teks itu sendiri, baik
penulisnya maupun teksnya. Secara harfiah makna, konteks adalah kawan-kawan
teks yang selalu bersama dengan teks, yaitu konteks. Konteks juga bisa berarti
bahwa ketergantungan pada konteks, seperti penakut, dll. Konteks termasuk semua
hal atau faktor bahwa penulis dan pembaca membawa ke dalam proses pemaknaan.
Dalam hal ini, Guy Cook berpendapat bahwa conteks termasuk semua hal di bawah
ini:
1. Substance: the
physical material which carries or relays text. Yang berarti hakikat yang dibawa atau disampaikan teks.
2.
Music and pictures.
3.
Paralanguage: meaningful behaviour accompanying language, such as
voice quality, gestures, facial expressions and touch (in speed),
and choice
of typeface and letter sizes (in writing)
4.
Situation: the properties and relations of objects and people in the
vicinity
of the text, as perceived by the participants
5.
Co-text: text which precedes or follows that under analysis, and
which
participants judge to belong to the same discourse
6.
Intertext: text which participants perceive as belonging to other
discourse,
but which they associate with the text under consideration, and
which affects
their interpretation
7.
Participants: their intentions and interpretations, knowledge and
beliefs,
interpersonal attitudes, affiliations and feelings . . .
8.
Function: what the text is intended to do by the senders and
addressers, or
perceived to do by the receivers and addressees.
Dalam 8 parameter tersebut, Guy Cook juga
berpendapat bahwa konteks merupakan faktor eksternal dalam teks, seperti
situasi, pembaca, fungsi – yang sangat kuat memperlihatkan hal tersebut ke
dalam tekstual yang biasanya terhitung di dalam teks. Formation meaning yang
ada di dalam teks merupakan tekstual meaning, yang berarti bahwa potensi yang
mewujudkan menurut apa macam penelitian kontekstual pembaca yang mereka gunakan
dan bagaimana mereka memproduksi pengertian di dalam teks mereka baca
bergantung pada penelitian. Dalam praktiknya, kita tidak bisa memisahkan teks
ataupun konteks. Hal ini disebabkan bahwa pembaca lah yang memproduksi makna,
mereka tidak hanya sekedar membaca tetapi juga bagaimana apa yang mereka baca
tersebut dapat difahami. Apapun teksnya,
pembaca selalu merealisasikan dialog dengan teks tersebut. Pemisahan pertanyaan
dialog antara
teks dengan konteks jika mereka sebagai interior dan eksterior. Akan tetapi,
dialog seharusnya ada dalam eksterior teks, tetapi mendefinisikan kesanggupan
peribahasa dan pemahaman mereka dalam mengalokasikan interior dalam teks.
Dialog,
seperti halnya tekstual dan kontekstual factor yang mendorong rintangan antara
teks dan konteks. Garis antara teks dan konteks adalah belum terbentuk, namun
mengambil bentuk dari negosiasi (meaning negotiation) pembaca dengan
teksnya. Dengan demikian, garis antara teks dan konteks berubah dan tidak
stabil, serta untuk menutupi hal tersebut, ada beberapa perbedaan level.
Menurut
Mikko Lehtonen (2000: 115), konteks bermain pada role yang sangat esensial.
Konsep dari konteks itu sendiri dapat menentukan kekuatan aktivitas pembaca.
Konteks terarah pada makna yang dibuat tidak hanya dalam aktivitas secara
tradisi yang mempertimbangkan makna tetapi juga menerima teks. Membaca sebuah
teks sama halnya dengan memberi makna untuk menyanggupi makna dan berinteraksi
dengan teks. Jadi, dapat dikatakan bahwa semua aktivitas reading adalah re-reading,
re-production teks melalui proses membaca.
Baiklah, berlanjut
ke Key Issues in Writing Research and Teaching (Hyland :2002; 45). Pertama saya
akan sedikit membahas tentang konteks menurut Hyland. Terkait dengan konteks,
cara kita memahami tulisan akan berbeda, tergantung konteksnya. Kita mengetahui
bahwa makna bukanlah sesuatu yang berada di kata-kata lalu kita tulis dan
dikirim ke orang lain, tetapi makna diciptakan dalam interaksi (dialog) antara
penulis dan pembaca karena mereka memahami kata-kata ini dalam jalan yang
berbeda. (Contexts)
Kedua, menulis, bersamaan dengan membaca merupakan kegiatan
literasi. Bagaimana kita mengaktualisasikan bahasadalam kehidupan sehari-hari.
Konsep modern literasi menganjurkan kita untuk melihat bahwa “Writing as a
social practice” menulis sebagai praktek social lebih dari pada kemampuan yang
abstrak dari orang dan tempat dimana kita menggunakan teks. Scribner dan Cole
(1981;236) menuturkan bahwa literasi tidak hanya mengetahui bagaimana membaca
dan menulis sebuah partikel naskah tetapi menerapkan pengetahuan untuk tujuan
dalam konteks spesifik yang digunakan.hal itu sangat bermanfaat dalam
mempertimbangkan aturan literasi sebagaia penolong kita untuk memahami
bagaimana orang membuat pendirian dalam hidup mereka melalui praktek rutinitas
membaca dan menulis. (Expertise)
Ketiga, ide juga mempengaruhi dalam pratek literasi pengalaman
seorang penulis pasti berbeda, yang akan mempengaruhi linguistic mereka,. Dalam
hal ini, seharusnya guru harus mempertimbangkan budaya mana yang akan dimainkan
oleh siswanya dalam menulis. Menurut (Lantolf: 1999), budaya merupakan
pemahaman sebagai pembawaan menurut sejarah dan jaringan makna yang
memperbolehkan kita untuk memahami, mengembangkan dan mengkomunikasikan
pengetahuan kita dan kepercayaan tentang dunia. Implikasinya adalah bahasa dan
pengajaran memungkinkan untuk melepaskan diri menuju budayanya, karena nilai
budaya mereflesikan dan membawa bahasa, serta budaya sebagai jalan bantuan
untuk kita mengorganisasikan persepsi dan pengharapan. (Culture)
Keempat, Genre merupakan hal yang paling penting dalam konsep
bahasa pendidikan. Dalam hal ini, ada 3 pendekatan menurut (Hyon, 1996; Johns,
2002), dan saya hanya mengambil satu saja, yaitu Sistemic Functional
Linguistic memandang bahwa tahap, tujuan proses social (Martin, 1992: 505)
menentukan tujuan dan sebagai akibat dari perbedaan karakter genre, serta
mereflesikan dari perhatian Halliday dengan jalan bahasa yang sistemnya terkait
dengan konteks. Genre adalah proses social karena anggota budaya berinteraksi
untuk meraih tujuan mereka. Tujuan karena mereka terus mengembangkan untuk
meraih sesuatu dan tahapan karena makna dibuat dalam langkah yang bisanya
diambildari penulis lebih dari satu langkah untuk meraih tujuan. Ketika pengaturan
teks membagi bebrapa tujuan, mereka akan sering membagikan nya dalam struktur
yang sama. (Genre)
Kelima, untuk
menjadi orang yang berliterat, maka kita juga harus mengetahui dan terbiasa
dengan media elektronik. Banyak hal yang penggunaannya seperti pengiriman
surat. Hal ini dapat meningkatkan kita untuk merubah pembuatan tulisan kita,
terutama proses formatnya. Serta, kita bisa mengkombinasikan teks tertulis
dengan audio visual dengan mudah, dll. (Technology)
Keenam, identity.
Dalam hal ini, penulis tidak membuat representasi diri mereka tetapi membuat
pilihan dari penelitian budaya yang tersedia. Identity juga, berarti variasi
“selves” penulis yang berusaha keras dalam perbedaan konteks, proses koneksi
komunikasi, tanggung jawab mereka untuk menguatkan relasi atau hubungan.
Itulah penjelasan
tentang konteks dan key issues. Berlanjut ke topic penemu benua Amerika,
bagaimanakah kebenarannya? Sebenarnya, sebelum Columbus berangkat berlayar, ia
adalah seorang penjahat yang telah memerkosa seorang Ratu Spanyol, Isabella. Bisa
kita imajinasikan sebelum berangkat saja, sudah menjadi penjahat, ditambah
dengan kesombongannya yang telah menemukan benua Amerika. Padahal benua
tersebut sudah diinjakkan oleh Cheng Ho sekitar 500 tahun sebelum Columbus.
Penamaan manipulasi penemu benua Amerika adalah dirinya sendiri. Dalam hal ini,
banyak bukti dan pengakuan Columbusnya sendiri tentang penemuan benua Amerika,
seperti di bawah ini:
“Mereka membawakam kami burung beo, bola kapas
dan tombak dan banyak hal lainnya sebagai hadiah. Mereka rela
memperdagangkan segala yang mereka miliki … Mereka tidak memanggul senjata,
padahal saya menunjukkan pedang. Mereka tidak memiliki besi. Tombak mereka
terbuat dari tebu … Mereka akan dengan mudah kami taklukan menjadi budak….
Dengan lima puluh orang saja, kita bisa menundukkan mereka semua dan membuat
mereka melakukan apapun yang kita inginkan.”
Columbus juga menulis, “Saya percaya,
bahwa mereka akan dengan mudah menjadi orang Kristen buatan, karena sepertinya
mereka tidak beragama.”
Dengan
demikian, kita tahu bahwa Columbus adalah penjahat, penjajah, pembunuh,
genosid, dll. Oleh karenanya, kita tidak boleh mempercayai saja bahwa kebenaran
selalu benar. Kebenaran tidak selalu benar, kita harus mengamati dan teliti
lagi dalam menerima informasi. Terkait dengan teks dan konteks, keduanya tidak
bisa dipisahkan satu sama lain, karena dengan adanya teks dan konteks itulah,
reader dan writer dipertemukan, sehingga adanya interaksi diantara mereka.
completed. Alhamdulillah ^__^
0 comments:
Post a Comment