Senin, 03 maret merupakan pertemuan ke
lima Mata Kuliah Writing4, seperti minggu sebelumnya kita memasuki kelas tepat
pukul 07.00. Pada kali ini seluruh Mahasiswa Pbi-B membawa laptop ke kelas,
karena sesuai dengan informasi yang sudah diberitahukan sebelumnya oleh Kosma.
Sebenarnya kita tidak mengetahui apa yang akan dilakukan hari ini dengan laptop
yang kita bawa. Merevisi kembali hasil Critical Review atau mengkritisi artikel
lain. Entahlah.. kamipun tidak terfikirkan. Membahas critical review kedua,
tentang artikel yang di tulis oleh Howrd Zinn dalam bukunya yang berjudul
“Anthrophology off the Shelf” Pak Lala
mengatakan bahwa beliau tidak membutuhkan kutipan-kutipan karena apabila hanya
sebatas itu bisa di cari-cari sendiri. Kita juga tidak menyuguhkan ketegasan
dalam menulis, masih ada pula yang melakukan kesalahan dalam generic structure,
referensi yang tidak dicantumkan dan masih banyak lubang yang harus diperbaiki
dalam mengkritisi artikel ini.
Dalam mengkritisi sebuah teks, perlu
adanya pemahaman terlebih dahulu tentang teks
dan konteks itu seperti apa.
Bagaimana akan berpendapat apabila belum
dapat menciptakan konteks dari teks tersebut. Kita perlu memahami terlebih
dahulu teks dan konteks agar dapat mendalami konteks apa yang akan kita ungkapkan.
Keduanya tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Menurut Lehtonen (
2000 ) teks itu ada dua dimensi,
yaitu dimensi fisik (teks as
physical being), dan dimensi semiotik (teks as semiotic being). Teks adalah bentuk fisik, tetapi mereka
hadir dalam beberapa bentuk untuk menjadi semiotik. Teks berupa fisik yaitu
ketika mereka mempunyai beberapa bentuk fisik yang jelas, seperti tinta,
kertas, dan lain-lain. Secara semiotik, teks dapat diinterpretasikan ke dalam
bentuk tulisan (writing), pidato (speech), picture, music, dan symbol lainnya. Keduanya
menjadi satu kesatuan karena teks hanya akan menjadi simbol jika dia mempunyai
bentuk fisiknya. Teks disebut juga sebagai objek yang dapat dianalisis dan di
artikan secara bebas berdasarkan pada context, writer, dan reader. Dia memiliki
struktur yang tersusun atas kata, klausa, dan kalimat yang terikat oleh
grammatical. Berdasarkan teks sebagai objek, yang kemudian mempelajari
komposisinya sebagai bahasa. Penulis menggunakannya sebagai bentuk dari
penunjukkan kesadaran terhadap sistem atau peraturan untuk menciptakan teks
(Hyland, 2009:8-9).
Dalam menulis critical review yang ke
dua, mengenai artikel Howard Zinn ‘Speaking Truth To Power With Books’, ia
mengungkapkan kekuatan dari sebuah teks atau tulisan yang mempunyai power luar
biasa. Mampu mengubah kesadaran seseorang yang membacanya bahkan mengubah dunia
karena pola pikirnya. Melalui teks juga dapat menemukan isu-isu atau fakta yang
tidak diketahui sebelumnya. Teks juga dapat diartikan sebagai alat komunikasi
bagi si penulis untuk disampaikan kepada pembaca mengenai apa yang ingin
disampaikannya.
Selain
teks, komponen lainnya yaitu konteks.
Kontks juga disebut sebagai pemisah ‘backgrounds’ dari teks (di luar teks) yang
membantu menambahkan informasi untuk mencapai meaning. Oleh karena itu kita
harus memiliki pengetahuan (contextual knowledge) untuk memunculkannya. Konteks
memiliki beberapa faktor yang penulis dan pembaca masukkan ke dalam proses
informasi menuju meaning (Lehtonen, 2000:110 dan 114). Menurutnya, konteks mencakup hal-hal sebagai berikut:
1. substansi:
materi fisik yang
membawa atau relay teks
2. musik dan gambar
3. paralanguage: perilaku yang berarti bahasa
yang menyertainya, seperti
kualitas suara, gerak tubuh, ekspresi wajah dan sentuhan (dalam kecepatan), dan pilihan dari jenis huruf dan ukuran huruf (secara tertulis)
kualitas suara, gerak tubuh, ekspresi wajah dan sentuhan (dalam kecepatan), dan pilihan dari jenis huruf dan ukuran huruf (secara tertulis)
4. Situasi: sifat
dan hubungan objek dan orang-orang di sekitarnya
teks, seperti yang dirasakan oleh para peserta
teks, seperti yang dirasakan oleh para peserta
5. co-teks:
teks yang mendahului atau mengikuti yang
di bawah analisis, dan yang
peserta menilai untuk menjadi bagian wacana yang sama
peserta menilai untuk menjadi bagian wacana yang sama
6. intertext:
teks yang peserta anggap sebagai milik wacana
lain,
tapi yang mereka persekutukan dengan teks di bawah pertimbangan, dan yang mempengaruhi interpretasi mereka
tapi yang mereka persekutukan dengan teks di bawah pertimbangan, dan yang mempengaruhi interpretasi mereka
7. peserta: niat dan interpretasi
mereka, pengetahuan dan keyakinan,
sikap interpersonal, afiliasi dan perasaan.
sikap interpersonal, afiliasi dan perasaan.
8.
fungsi:
teks apa dimaksudkan untuk melakukan oleh pengirim
dan addressers, atau
dianggap dilakukan oleh penerima dan petutur
dianggap dilakukan oleh penerima dan petutur
Halliday mengembangkan analisis konteks
berdasarkan gagasan bahwa teks adalah hasil dari pilihan bahasa penulis dalam
konteks situasi tertentu ( Malinowski , 1949) . Artinya, bahasa bervariasi
sesuai dengan situasi di mana ia digunakan , sehingga jika kita meneliti teks
kita dapat membuat dugaan tentang situasi, atau kita berada dalam situasi
tertentu kita membuat pilihan linguistik tertentu berdasarkan yang situasi.
Dimensi konsep Halliday tentang konteks
( 1985)
a. Field : Mengacu pada apa yang terjadi,
jenis aksi sosial, atau tentang apa teks tersebut (topik bersama dengan
bentuk-bentuk yang diharapkan secara sosial dan pola biasanya yang digunakan
untuk mengekspresikan itu).
b. Tenor : Mengacu pada siapa yang
mengambil bagian, peran dan hubungan peserta (status dan kekuasaan mereka,
misalnya, yang pengaruh keterlibatan, formalitas dan kesopanan)
c. Mode
: Mengacu pada bagian mana bahasa yang dimainkan, apa yang peserta harapkan
untuk melakukannya (apakah lisan atau tertulis, bagaimana informasi dibangun,
dan sebagainya).
Dalam pembentukan makna perlu adanya
partisipasi dari pembaca, dengan mengaktualisasikan teks tersebut. Makna tekstual
adalah potensi yang mengaktualisasikan denga sumber daya kontekstual yang
pembaca miliki dan bagaimana mereka menghasilkan rasa dalam teks yang mereka
baca denagn mengandalkan sumber daya tersebut. Oleh karena itu, sangat tidak mungkin apabila teks dan
konteks saling terpisah satu sama lain. Kita sering kali kesulitan menemukan konteks
guna mendapatkan fakta-fakta sejarah yang signifikan dan bermakna, dan konteks
tidak pernah secara pasti ditemukan. Konteks dikonstruksi untuk
mengkontekstualkan fakta-fakta yang pada akhirnya harus diimajinasikan dan
diciptakan
Cutting (2002:3) menyatakan bahwa ada
tiga penafsiran utama mengenai aspek konteks:
a)
konteks situasional: apakah kita dapat
mengetahui apa yang bisa dilihat tentang
sekitar kita
b)
latar belakang konteks pengetahuan:
apakah kita mengetahui tentang dunia, apa yang kita tahu dalam aspek kehidupan,
dan apa yang kita tahu tentang satu sama lain
c) co-tekstual
konteks: apakah kita mengetahui tentang apa yang sudah kita katakan
Selain
teks dan konteks, Menurut Ken Hyland (2000)/44-7 ada beberapa kunci lain yang
mendominasi pemahaman penulis saat menulis, yaitu:
Literasi
Menulis
dan membaca merupakan
tindakan keaksaraan. Bagaimana
kita menggunakan bahasa dalam kehidupan kita sehari-hari . Konsepsi modern
keaksaraan mendorong kita untuk melihat tulisan sebagai praktik sosial, bukan
sebagai keterampilan abstrak yang dipisahkan dari orang dan tempat di mana
mereka menggunakan teks. Scribner
dan Cole (1981:236)
mengatakan: ‘melek
tidak hanya mengetahui cara membaca dan menulis naskah tertentu, tetapi
menerapkan pengetahuan untuk tujuan tertentu dalam konteks tertentu pula’. Ini perlu dipertimbangkan
peran literasi karena membantu kita
untuk memahami melalui praktik rutin menulis dan membaca.
Pandangan
sosial dari literasi menurut Barton ( 2007: 34-5 )
1)
Literasi adalah kegiatan sosial dan jauh
lebih baik dijelaskan dalam praktik literasi orang.
2) Orang-orang memiliki kemahiran yang
berbeda yang berhubungan dengan berbagai domain kehidupan.
3) Praktik literasi masyarakat terletak
dalam hubungan sosial yang lebih luas, sehingga perlu untuk menggambarkan
pengaturan peristiwa literasi.
4) Praktik litersai berpola oleh
lembaga-lembaga sosial dan hubungan litersi, dan beberapa kemahiran yang lebih
dominan , terlihat dan berpengaruh daripada yang lain.
5)
Literasi didasarkan pada sistem simbol
sebagai cara untuk mewakili dunia kepada orang lain dan diri kita sendiri.
6) Sikap dan nilai-nilai yang berkaitan
dengan literasi membantu tindakan kita untuk komunikasi .
7)
Sejarah kehidupan kita mengandung banyak
peristiwa litersi dari mana kita belajar dan yang memberikan kontribusi hingga
saat ini.
8) Sebuah peristiwa litersi juga memiliki
sejarah sosial yang membantu menciptakan arus praktek.
Budaya
Menurut (Lantolf, 1999) dapat dipahami bahwa budaya sebagai historis
yang ditransmisikan dan jaringan sistematis makna yang memungkinkan kita untuk
memahami, mengembangkan dan mengkomunikasikan pengetahuan dan keyakinan kita
tentang dunia. Akibatnya,
bahasa dan pembelajaran dikepung oleh budaya (Kramsch, 1993). Hal ini sebagian
karena nilai-nilai budaya kita tercermin dan dilakukan melalui bahasa, tetapi
juga karena budaya tersedia bagi kita untuk diambil dengan cara tertentu untuk
diberikan pengorganisiran persepsi dan harapan, termasuk yang kita gunakan
untuk belajar dan berkomunikasi secara tertulis. Dalam menulis penelitian dan
pengajaran, ini adalah wilayah retorika kontrastif
Teknologi
Pada
zaman sekarang,
teknologi merupakan
sesuatu yang sangat penting
dalam kehidupan kita sehari-hari tidak lepas darinya.
Bukan hanya sekedar trend, tetapi teknologi
sudah menjadi kebutuhan
masyarakat. Semakin
hari teknologi kian berganti dan perkembangannya sangat pesat.
Komunikasi menjadi
mudah di perjual belikan seperti gadjet. Didalam dunia kebahasaan dan literasi
teknologi memiliki andil besar dalam kemajuannya. Menulis sekarang dipermudah
dengan munculnya buah dari teknologi tersebut seperti internet. Di internet bermunculan
karya litertur membuktikan ketajaman internet tersebut dalam menyajikan karya
literatur.
Berikut
adalah pengaruh teknologi elektronik pada penulisan:
·
Mengubah, menciptakan ,
mengedit , proofreading dan format proses
·
Kombinasikan teks tertulis dengan media visual
dan audio lebih mudah
·
Tantangan pemikiran
tradisional tentang kepenulisan , wewenang dan intelektual
·
Mengizinkan penulis akses ke informasi lebih
lanjut dan untuk menghubungkan informasi dengan cara baru.
·
Mengubah hubungan
antara penulis dan pembaca sebagai pembaca bisa juga 'menulis kembali '
·
Memperluas berbagai
genre dan peluang untuk mencapai yang lebih luas
·
Memperkenalkan kemungkinan untuk membangun dan
memproyeksikan identitas sosial yang baru
·
Memfasilitasi masuk ke komunitas wacana online
·
Meningkatkan marginalisasi penulis yang
terisolasi dari menulis teknologi baru.
Genre
Genre
adalah hubungan fungsional antara jenis teks dan situasi retoris. Genre
bukanlah jenis teks maupun situasi, melainkan hubungan fungsional antara jenis
teks dan jenis situasi. Dasar pemikiran genre membantu membentuk cara
terstruktur dan pilihan dari isi dan gaya itu membuat tersedia . Ini adalah
pandangan dari bahasa termotivasi oleh aplikasi pedagogis dan deskripsi yang
berbeda genre telah banyak digunakan dalam metode dan bahan untuk universitas
mahasiswa dan profesional (misalnya Hyland, 2003; Johns, 1997; Sengkedan dan
Feak, 2004).
Identitas
Identitas
memang hal yang penting dalam setiap penulisan. Dimana identitas sebagai alat
ukur mengetahui kelihaian seseorang
dalam menulis. Identitas dan menulis sangat ada hubungan yang dekat bahkan
tidak bisa dipisahkan. Dimana dalam setiap penulisan identitas harus
dicantumkan, jika penulisan tidak ada identitas bisa-bisa tulisan kita di cap
oleh orang lain. Etika kita dalam menulis pun harus mencantumkan identitas kita
dalam penulisannya. Identitas perlu dibedakan dari gagasan suara dalam
literatur ekspresif. Voice adalah ide yang kompleks dengan berbagai makna dan
konotasi, tapi pada dasarnya mengacu pada penulis dis-signature tinctive, cap
individu bahwa ia meninggalkan teks (Elbow, 1994).
Dengan memahami kunci-kunci yang dominan dalam pemahaman menulis, baru
kita dapat menulis secara akademis ataupun dalam mengkritisi sebuah wacana. Apabila
minggu lalu kita sendiri kurang memahami dari teks dan konteks itu seperti apa,
maka bagaimana akan membangun paragraph yang baik dan ide yang bagus kalau saja
belum memahai benar teks dan konteksnya apa. Setelah mengetahui kesalahan kita
dalam menulis critical review, semoga dapat memperbaiki lagi dan lagi dari
kesalahan tersebut.
0 comments:
Post a Comment