Language in Use
5th meeting
of writing and composition 4. Setelah mendapat kritikkan dan komentar pedas
mengenai hasil tulisan critical review yang pertama, beberapa dari mahasiswa
ternyata masih banyak yang memiliki kekurangan dalam hal menjelaskan classroom
discourse dan generic structure penulisannya. Untuk itu pada class review kali
ini, mahasiswa diharapkan audah menyajikan sesuatu hal yang besar untuk
memperbaiki critical review yang pertama, dengan melakukan revisi-revisi secara
menyeluruh tentang kesalahan pada critical review pertama, dan menambahkan
pembahasan mengenai classroom discourse. Berdasarkan critical review pertama,
terdapat banyak kesalahan pahaman dalam pembahasan, mahasiswa tidak menjelaskan
mengenai classroom discourse pada artikel yang ditulis Prof. Chaedar “classroom
discourse to foster religious harmony”, juga dalam hal generic structure yang
tidak diimplisitkan secara jelasdan tidak sesuai dengan silabus.
Classroom discourse itu
mencakup sebuah analisis suatu kelas. Menurut Graham Nuthall, mengatakan bahwa
pembelajaran awal sistematis mengenai classroom discourse terjadi pada tahun
1910 dan digunakan stenograf untuk membuat rekaman secara bersambung mengenai
perbincangan antara guru dengan siswa, siswa dengan siswa dikelas. Kemudian
menurut George Aditjondro menyatakan tidak
hanya menganalisis kelas, guru dan siswa juga harus menganalisis dan mengerti
mengenai perbedaan agama, etnis, gender, karena hal tersebut dianggap penting
untuk menganalisis suatu kelasK
Kelas bisa berguna
untuk membahas classroom discourse analysis. Dicourse itu didefiniskan sebagai
language-in-use dan discourse analysis, yaitu sebuah pembelajaran mengenai
bagaimana language-in-use itu memiliki efek yang bersifat context jika
digunakan. Dalam suatu kelas, context bisa dibangun dari berbicara atau
percakapan dalam pembelajaran, untuk para siswa yang berguna untuk kehidupan
sosialnya, untuk sejarah institusi sekolahnya. Discourse analysis dalam kelas
menjadi critical classroom discourse analysis ketika guru mendapati efek
seperti variable dari context yang menjadi pertimbangan analisis.
Istilah classroom discourse memiliki tujuan untuk
menciptakan sebuah kelas yang bisa berinteraksi satu sama lain baik guru
terhadap siswa dan siswa terhadap siswa, dan selalu merujuk
pada persoalan bahasa yang guru dan siswa gunakan untuk berkomunikasi satu sama
lain dalam suatu kelas. Padahal, percakapan atau berbicara merupakan suatu
media untuk berkomunikasi dalam kelas, yang biasa menjadi persoalan ketika ingin
mengaplikasikan suatu proses komunikasi satu sama lain adalah perbedaan agama,
perbedaan background setiap siswa, perbedaan etnis, dan perbedaan gender.
Interaksi verbal antara
guru dan siswa memiliki struktur dasar yang sama disemua kelas, dan disemua
tingkatan kelas. Pada dasarnya, guru mengajukan atau memberikan sebuah
pertanyaan, kemudian satu atau dua siswa mencoba untuk menjawabnya. Setelah itu
guru mengomentari jawaban siswa atau biasanya guru hanya merangkum jawaban yang
sudah dipaparkan oleh siswa. Guru sebagai penentu pergerakkan kelas, yang harus
menciptakan interaksi yang efektif apabila memperhatikan factor-faktor yang
mempengaruhi seperti penjabaran tujuan, memberikan motivasi kepada siswa,
penggunaan model pembelajaran, dan juga mengenai perbedaan individu.
Dalam situasi kelas,
terdapat beberapa ideology atau nilai yang berasal dari background atau latar belakang
siswa yang berbeda-beda. Latar belakang itulah yang membentuk kepribadian
siswa, yang kemudian ideology muncul dan berkembang. Dengan kata lain, setiap
siswa memiliki sudut pandang atau pendapt yang tidak selalu sama dengan siswa
lainnya. Pola dalam bentuk interaksi siswa yang terjadi ketika didalam dan
diluar kelas pun berbeda-beda. Ada yang pola interaksinya sangat baik dalam ataupun
diluar kelas, ada yang hanya didalam kelas saja, dan ada yang sangat baik
diluar kelas saja. Interaksi yang terjadi tidak selalu berujung pada
keharmonisan, terkadang terdapat tensi-tensi yang membuat siswa merasa tidak
selalu nyaman dengan suasana kelas dan terkadang sebaliknya.
Mungkin
seperti itulah gambaran atau deskripsi mengenai classroom discourse yang secara
umum melibatkan tigas aspek penting, yaitu pastisipan (guru dengan siswa, dan
siswa dengan siswa), aktifitas interkasi yang bias berhubungan dengan jarak,
status social, dan lain sebagainya. Kemudian focus pembelajaran yang mencakup
topic atau materi dari guru. Classroom discourse selalu melibatkan teks dan
konteks, terdapat pola interaksi yang sangat kompleks, dengan melibatkan latar
belakang atau background setiap siswa yang berbda-beda dan komunikasi yang
sangat variatif (baik formal, maupun non-formal) dan memiliki tujuan sama,
yaitu setiap siswa mampu menjalankan aspek kognitif (kecerdasan intelektual),
aspek afektif (kecerdasan emosional, dan psikomotorik (kecerdasan social).
0 comments:
Post a Comment