2nd
Critical Review
Kebenaran: Absolut dan Subjektif
Berbicara
Kebenaran. Kebenaran secara generalnya adalah hal yang lurus, dan baik, kesesuaian dengan fakta
atau yang sebenarnya. Berbicara kebenaran akan muncul pertanyaan, sesungguhnya
kebenaran itu bersifat absolut ataukah subjektif? Kebenaran memang bersifat
absolut dan subjektif dalam kadarnya masing-masing. Kebenaran absolut adalah
kebenaran Tuhan. Sedangkan kebenaran yang lainnya bersifa subjektif.
Pendapat yang satu mengatakan bahwa
tidak ada apapun yang absolut yang mendefinisikan realita.Mereka yang berpegang
pada pandangan ini percaya bahwa segala sesuatu adalah relatif dan karena itu
tidak ada realitas yang sejati.Karena itu pada hakekatnya tidak ada sebuah
otoritas apapun yang menentukan suatu tindakan positif atau negatif, benar atau
salah.Pandangan ini tidak lebih dari “etika situasi” dalam bentuk yang paling
utama. Tidak ada yang benar atau salah, dan karena itu yang benar adalah apa
yang dianggap benar pada waktu itu. Tentulah model “etika situasi” semacam ini
membawa kepada mentalitas dan cara hidup “apapun yang dirasa baik” yang
memiliki dampak yang merusak masyarakat dan individu-individu.
Pandangan lain percaya bahwa
benar-benar ada realita-realita atau standar absolut yang menentukan apa yang
benar dan tidak benar. Karena itu suatu tindakan dapat dikatakan benar atau
salah dengan membandingkannya dengan standar-standar yang absolut itu.Dapatkah
Anda membayangkan kekacauan yang terjadi kalau saja tidak ada yang absolut,
tidak ada realita?Ambil contoh hukum gravitasi. Kalau tidak ada yang absolut,
suatu ketika Anda melangkah dan tahu-tahu terlempar tinggi ke udara, dan pada
waktu lainnya, Anda sama sekali tidak dapat menggerakkan satu anggota tubuhpun.
Tidak akanada hukum-hukum sains, hukum-hukum fisika, segala sesuatu tidak akan
ada artinya, dan tidak ada ukuran apapun, dan tidak ada yang benar dan salah.
Betapa kacaunya; namun syukurlah kebenaran yang absolut itu ada, dapat
ditemukan dan dipahami.
Ada beberapa masalah logis yang
harus diatasi untuk menerima atau percaya bahwa tidak ada kebenaran absolut atau kebenaran universal. Masalah pertama
adalah kontradiksi dengan diri sendiri. Hal ini dapat disaksikan dari kenyataan
bahwa mereka yang bersiteguh dengan tidak ada yang absolut pada kenyataannya percaya pada
hal-hal yang absolut. Mereka yakin secara mutlak bahwa tidak ada yang mutlak. Masalah kedua dengan penolakan akan
kebenaran absolut/kebenaran universal ini adalah fakta bahwa semua orang
memiliki pengetahuan yang terbatas.
Masalah ketiga dengan penolakan atas
kebenaran absolut/kebenaran universal adalah fakta bahwa hal itu tidak sesuai
dengan apa yang kita ketahui dalam hati nurani kita, pengalaman kita, dan apa
yang kita lihat dalam “dunia yang nyata.” Kalau tidak ada kebenaran absolut,
maka tidak ada yang betul-betul salah atau benar mengenai apapun. Apayang
mungkin “benar bagi Anda” tidak berarti “benar bagi saya.”Ini adalah
sikap kebenaran relativisme.Namun, jika dipertimbangkan kalau tidak ada
kebenaran absolut dan segala sesuatu relatif (tidak ada standar apapun). Pada
dasarnya yang terjadi adalah setiap orang menentukan peraturannya sendiri dan
melakukan apa yang mereka anggap benar. Ini menimbulkan masalah saat apa yang
dipandang benar oleh seseorang bertentangan dengan apa yang dipandang benar
oleh orang lain.
Berfikir mengenai kebenaran,
pendapat yang saya yakini benar adanya menurut saya hingga saat ini adalah
bahwa kebenaran selalu dan akan tidak terlepas dengan kekuasaan. Secara
sederhana diartikan bahwa siapa atau apa yang berkuasa, ia lah yang benar.
Penilaian kebenaran yang berkaitan
dengan keyakinan atau agama di sini saya lihat sebagai produk olah pikir
manusia bukan suatu yang dapat disamaratakan antara satu sama lain. Seperti
secara sederhana bila kita berbicara masalah keyakinan antara saya dengan anda
atau orang lain tentunya sudah berbeda dan bila pun dengan label yang sama
kadangkala terjadi juga perbedaan pandangan dan presepsi itu sendiri terhadap
keyakinan atau agama. Jadi saya mengambil kesimpulan dalam pandangan sosial
bahwa keyakinan sebagai suatu produk sosial.
(http://sanggakala.blogspot.com/2011/08)
Kita memang berada dalam pentas kehidupan zaman edan. Sebuah kiasan yang
cukup pantas untuk menggambarkan suasana, keadaan dan adat kebiasaan yang
dijadikan budaya masa ini. Betapa tidak, dizaman sekarang ini ada fenomena
menarik yang muncul dimana yang baik belum tentu benar dan yang benar belum
tentu baik. Terlepas dari nilai baik dan benar, karena saat ini terlalu sulit
bagi kita untuk memberikan defenisi yang paling pas dan tepat. Sebab perbedaaan
pengalaman, umur, tingkat pendidikan, posisi, jabatan, dan kedudukan menyulit
kita dalam menyamakan persepsi dalam satu kerangka pemikiran dalam memberi
penilaian terhadap suatu masalah. Misalnya, yang benar bagi seorang pekerja
belum tentu benar bagi seorang pengusaha. Yang benar menurut pemikiran aparat
kita belum tentu menuyentuh permasalahan mendasar yang ada dalam benak
pemikiran rakyat.
Pada masa sekarang ini terlalu susah
mencari suatu nilai yang mendekati kebenaran, sebab terlalu banyak kepentingan
baik itu pribadi, keluarga, kaum kerabat dan kelompok yang lebih dikedepankan
dibandingkan kepentingan orang banyak.
Ketika sekelompok pemimpin, pejabat, tokoh dan juga masyarakat kita mulai
melakukan angkara murka. Dengan keserakahan yang meluap-luap merangkul dunia
dengan jurus KKN-nya, mengesampingkan norma adat, budaya dan agama. Sehingga
seluruh sendi akal sehatnya disesakkan dengan nafsu angkara murka yang membawa
pada kemandulan berpikir sehingga yang ada dibenaknya bagaimana agar bisa
“untung”. Ini yang membuat perspektif tentang pembenaran.
(http://m.kompasiana.com /151901/2)
Pembenaran adalah sebuah bentuk pembelaan. Siapapun yang hidup apakah itu
hewan, tumbuhan ataupun manusia sudah pasti selalu mengambil sikap untuk
membenarkan segala apa yang diucapkan, dipikirkan dan diperbuatnya. Itu,
sah-sah saja asalkan jangan menyeret, melibatkan dan mencelakai orang lain.
Sebab itu akan bermuara pada permusuhan dan pertengkaran yang pernuh dengan
emosi yang mencuat tanpa belas kasihan. Untuk itu pembenaran adalah salah. (http://m.kompasiana.com/151901/2)
Kebenaran dan kekuasaan tidak terlepas karena orang yang
mempunyai kekuasaan akan melakukan pembenaran-pembenaran terhadap aturan yang
dibuatnya. Kekuasaan yang memegang kebenaran, orang yang tidak mempunyai
kekuasaan tidak bisa bertindak dan melakukan pembenaran. Untuk itu kebenaran
tidak bisa terlepas dari kekuasaan.
Berbicara kebenaran terhadap sebuah buku. Buku
adalah pelindung sejarah, pembuat peradaban, peletak kebenaran dan kesaksian
peristiwa. Issu dan informasi yang beredar di masyarakat terjadi dari lisan ke
lisan dan melalui tulisan. Dari lisan ke lisan informasi lebih cepat meluas,
namun kebenaran dan validitas dari informasi itu kurang menjamin. Informasi
yang di tulis melalui penelitian, observasi yang objektif akan menghasilkan
tulisan ilmiah akademik yang penulisannya harus sistematis, sehingga
pengetahuan dan validitas buku tersebut bertujuan untuk mendapatkan kebenaran
yang absolut. Namun, apakah absolut di sini sama dengan kebenaran absolut Tuhan.
Sangat berbeda. Kebenaran dalam pengetahuan yang dituliskan dalam buku adalah
bersifat perspektif dan instrumen kekuasaan. Nietzsche mengatakan dalam teori
kebenarannya yang terkenal dengan teori perspektivisme, teori ini mengatakan
“kebenaran adalah fiksi, setiap fiksi adalah interpretasi, dan semua
interpretasi adalah perspektiv”. Sebuah perspektif, pengetahuan itu bersifat
dinamis, dari interpretasi dijadikan sebuah konsep yang diuji untuk mendapatkan
ke objektivitasannya, ada sudut pandang di dalamnya. Sehingga tidak ada
kebenaran absolut terhadap pengetahuan dan buku.
Kemudian
kenapa harus ada kebenaran? Kebenaran adalah hal absurd, abstrak, tidak bisa dilihat
oleh mata, didengar oleh telinga, dirasa oleh panca indera. Kebenaran ada
karena keabstarkkannya, keabsurdannya, untuk menjelaskan ketidakjelasan, untuk
meluruskan kekeliruan. Nietzsche
mengatakan dalam konsep kebenarannya bahwa kebenaran adalah kekeliruan itu
sendiri. Dikaitkan dengan kebenaran yang dikuatkan dengan buku, issu yang beredar di masyarakat perlu di luruskan oleh
buku karena buku menyediakan yang diperlukan oleh masyarakat.
Jika
Nietzsche mengatakan kebenaran adalah kekeliruan, apakah setiap kekeliruan itu
kebenaran? Yah, kebenaran yang subjektif, yang dibangun dari interpretasi dan sudut
pandang, bersifat dinamis sesuai dengan perkembangan zaman. Kebenaran yang
dimaksud Nietzsche adalah kebenaran prespektif, karena dia tidak mempercayai
kebenaran absolut, contoh
kebenaran adalah kekeliruan yaitu sebuah hanphone pada saat pertama kali keluar
hanya berfungsi untuk menelpon dan sms, sedangkan zaman yang terus maju dan
dinamis membuat perkembangan kepada fungsi handphone. Sekarang handphone terdapat banyak fitur seperti
kamera, radio, tv, aplikasi chatting, ini yang disebut dengan kekeliruan,
kekeliruan yaitu kebenaran yang sudah tidak terpakai tetapi bukan sesuatu yang
salah. Lalu kapankah kebenaran itu ada, kebenaran ada
ketika terdapat perspektif orang. Pengetahuan, buku adalah kebenaran perspektif
yang bersifat subjektif. Untuk itu buku dan pengetahuan dapat mempengaruhi
pembacanya dari kebenaran-kebenaran yang disajikannya.
Kebenaran
yang begitu rumit dalam pembahasannya, membutuhkan cara untuk mengetahui
kebenaran, terdapat ilmu-ilmu yang membahas cara mencapai kebenaran, seperti
teori Hermeneutika kebenaran bisa dijadikan landasan dan acuan dalam memahami
kebenaran. Lalu siapa yang mempunyai kebenaran itu, kebenaran Absolut dan
mutlak hanya milik Tuhan, dan kebenaran subjektif itu milik semua makhluk-Nya.
Dari kebenaran-kebenaran subjektif yang bersifat dinamis dan berpengaruh
terhadap pemikiran manusia, kebenaran pengetahuan dapat berupa buku.
Seperti
dijelaskan dalam teks Howard Zim
yakni buku bisa merubah hidup seseorang, buku mengungkapkan keterembunyian yang
tidak diketahui manusia. Sebuah buku mempunyai efek dan kesadaran bagi
pembacanya, seperti pengalaman dari Howard ketika dia berumur 14 tahun, dia
menemukan buku dijalan yang membuatnya mulai menyukai buku, buku yang ditulis
oleh Dickens, buku itu membawa kekuatan besar untuk merubah pola pikirnya.
Sebuah buku bisa merubah pola pikir seseorang ketika dia membacanya. Untuk itu buku
mempunyai pengaruh besar terhadap perubahan berpikir, dan kritis terhadap suatu
hal.
Buku
bisa membuat kebenaran dan juga kekeliruan, kebenaran ketika seseorang
merasakan perubahan yang positif terhadap perubahan dirinya, dengan banyak
membaca buku akan membuat pola pikir semakin kritis. Kemudian dengan buku juga
bisa membuat dampak yang negatif, tetapi negatif di sini bukan sebuah kesalahan
tetapi kekeliruan, seperti seseorang membaca buku filsafat barat, dan penulis
itu adalah seorang ateis, kemudian dalam buku tersebut berisi ungkapan-ungkapan
ateis nya, sehingga pembaca yang memang seorang yang awam terhadap pengetahuan akan
mempengaruhi pikirannya dan akan menggoyahkan keimanannya, tetapi hal ini juga
bisa membuat keimanan yang semakin kuat.
Pengetahuan-pengetahuan
yang telah mendoktrin masyarkat, anak-anak, telah membuat pembodohan terhadap
masyarakat, memundurkan kemajuan,
doktrin tentang pembenaran terhadap kekuasaan, penguasa, telah merasuki
pikiran-pikiran masyarakat, masyarakat yang tidak mengerti semakin membuat
tertawa penguasa. Tetapi bagi
masyarakat yang kritis mereka mampu membuka penipuan-penipuan, praktik hegemoni
yang salah dengan menyajikannya dalam suatu karya sastra (buku). Dengan membaca
buku kita bisa mengetahui kebenaran yang sesungguhnya, jika telah mengetahui
kebenarannya, mereka akan mengatakan, “apa yang telah dilakukannya, mengapa
dirinya mau saja dibodohi oleh penguasa-penguasa”, tidak dipungkiri memang,
bagi masyarakat awam yang tidak membaca buku, mereka tidak mengetahui karena
mereka tidak membaca buku. Untuk mencari kebenaran banyak cara yang dapat
digunakan, manusia yang mempunyai sifat yang kompleks, mempunyai hati yang baik
seperti malaikat, juga mempunyai hati yang sangat jahat melebihi setan dan
iblis. Tujuan yang ingin dicapai manusia adalah mencari kebenaran.
Manusia
selalu mencari kebenaran, jika manusia mengerti dan memahami kebenaran, sifat
asasinya terdorong pula untuk melaksankan kebenaran itu. Sebaliknya pengetahuan
dan pemahaman tentang kebenran, tanpa melaksankan konflik kebenaran, manusia
akan mengalami pertentangan batin, konflik spilogis. Karena di dalam kehidupan
manusia sesuatu yang dilakukan harus diiringi akan kebenaran dalam jalan hidup
yang dijalaninya dan manusia juga tidak akan bosan untuk mencari kenyataan dalam
hidupnya yang dimana selalu ditunjukkan oleh kebanaran.
Teori-Teori
Kebenaran Menurut Filsafat:
1.
Teori Corespondence:
menerangkan bahwa kebenaran atau sesuatu kedaan benar itu terbukti benar bila
ada kesesuaian antara arti yang dimaksud suatu pernyataan atau pendapat dengan
objek yang dituju/ dimaksud oleh pernyataan atau pendapat tersebut.
2.
Teori Consistency:
Teori ini merupakan suatu usah apengujian (test) atas arti kebenaran. Hasil
test dan eksperimen dianggap relible jika kesan-kesanyang berturut-turut dari
satu penyelidik bersifat konsisten dengan hasil test eksperimen yang dilakukan
penyelidik lain dalam waktu dan tempat yang lain.
3.
Teori Pragmatisme:
Paragmatisme menguji kebenaran dalam praktek yang dikenal apra pendidik sebagai
metode project atau medoe problem olving dai dalam pengajaran. Mereka akan
benar-benar hanya jika mereka berguna mampu memecahkan problem yang ada.
Artinya sesuatu itu benar, jika mengmbalikan pribadi manusia di
dalamkeseimbangan dalam keadaan tanpa persoalan dan kesulitan. Sebab tujuan
utama pragmatisme ialah supaya manusia selalu ada di dalam keseimbangan, untuk
ini manusia harus mampu melakukan penyesuaian
dengan
tuntutan-tuntutan lingkungan.
Makanya
hal-hal yang berkaitan dengan ada-nya sesuatu disebut dengan kebenaran.
Kebenaran sebagai hal-hal yang berkaitan dengan apa yang ada, adanya sesuatu
diwujudkan atau didukung oleh zat dari yang ada , sifat-sifat dari yang ada dan
bentuk atau model dari yang ada. Jadi kebenaran itu adalah adanya sesuatau
dengan segala atributnya.
Dengan
kata lain apa yang ada sebagai isi alam raya ini dengan segala atributnya.
Ada-nya sesuatu itu baik di langit ataupun di bumi dapat berupa benda fisik,
berupa proses, kondisi atau situasi.
Kontradiksinya
adalah bathil artinya ungkapan untuk menyatakan apa yang tidak ada atau
ditiadakan. (https://www.facebook.com/permalink)
Ketika berbicara mengenai kebenaran yang absolute,
tidak dipungkiri dengan adanya kebenaran yang bersifat relative, seperti
kebenaran pendapat atau argument, cerita atau buku. Seperti cerita
yang beredar di masyarakat mengenai penemu benua Amerika yakni Christopher
Colombus, bagaimanakah kebenarannya? Banyak ungkapan-ungkapan yang menyebutkan
bahwa Colombus adalah orang pertama yang menginjakkan kaki di Benua Amerika,
lalu bagaimana dengan penamaan Amerika jika yang menemukan Benua itu adalah
Colombus.
Menurut
sejarah yang saya baca, colombus adalah seorang berkebangsaan Italia, dia
melakukan perjalanan menelusuri samudra dan tempat pertama yang dia singgahi
adalah Maroko, kemudian melanjutkan perjalanannya menuju Amerika, yang dia
ketahui belum ada yang menginjakkan kaki ke benua tersebut. Columbus pertama
kali sampai di Amerika yaitu di Cuba pada tahun 1492, beliau membawa 2 orang
dari Maroko dalam perjalanannya ke Cuba-Amerika. Pertama kali Columbus sampai
di Amerika dia disambut dengan baik oleh penduduk asli Amerika yakni Suku
Cherooke dan Suku Indian. Namun, setelah mengetahui niat Columbus untuk
menjadikan Amerika sebagai negara jajahannya suku asli Amerika pun menolak,
dari sini mulai ada pemberontakan terhadap Columbus, dan pada akhirnya terjadi
pembagian daerah kekuasaan, dan pada saat itu berdatangan bangsa portugis dan
prancis ke Amerika, sehingga suku asli Amerika semakin terdesak.
Amerigo
Vespucci adalah relasi Columbus yang mempunyai jaringan luas dan berasal dari kelas
atas, dia seorang penulis, sehingga orang lebih mengenalnya dari pada mengenal
Columbus. Bisa jadi penamaan amerika itu dari
Namun,
banyak sejarawan yang mengatakan bahwa sebelum Columbus menginjakkan kaki ke
Amerika, saudagar-saudagar islam yang kaya sudah berlayar dan sampai kepada
Amerika, mereka membuat perkampungan dan menikahi suku asli Amerika, sehingga
mereka sudah menjadi bagian yang tidak bisa terpisahkan. Ini dikuatkan oleh
essay dari Dr. Youssef Mroueh yang berjudul “precolumbian Muslin in America”.
Ada juga yang mengatakan bahwa dalam perjalannanya Columbus di Amerika, dia
mendengar suara Adzan, sebagai penguat akan sebelum Columbus telah ada yang
menemukan Benua ini.
Sampai
sekarang misteri penemu benua Amerika belum juga bisa dipecahkan, karena bukti
sejarah yang belum bisa menjawabnya. Namun, dapat disimpulkan bahwa Columbus
pernah menginjakkan kaki di Amerika dan menjadi orang yang berpengaruh,
sehingga banyak yang mencatat sejarah perjalannya.
Bagaimana
dengan kebenaran cerita yang disajikan pada buku sejarah terhadap berbagai
sudut pandang mengenai penemuan benua amerika. Bisa dikatakan semua buku itu
benar. Namun kebenaran ini bersifat subjektif, walaupun dalam buku terdapat
bukti-bukti dan evidence terhadap peristiwa yang dijelaskan.
Kebenaran
absolut juga disebut dengan kebenaran universal, kebenaran
ini hanya berlaku pada Kebenaran Tuhan. Tidak berlaku
pada makhluk dan yang lainnya, karena buku adalah cipta dan karya manusia, manusia memiliki latar belakang
yang berbeda, sehingga buku ciptaannya
terpengaruh oleh latar belakangnya. Untuk itu kebenaran buku adalah kebenaran
yang bersifat relative, kebenaran relative itu benar dengan kadarnya masing-masing.Dari
banyak kebenaran relative kita dituntut untuk bersikap plural terhadap semua
perbedaan-perbedaan itu.
Berbicara kebenaran untuk kekuasaan dengan buku, yakni
buku bisa menguak dan membuka kebenaran yang terjadi di masyarakat. Seperti
issu yang tidak jelas kebenarannya, nilai validitas rendah karena
Jadi dapat saya simpulkan bahwa kebenaran adalah
lurus, atau hal yang sesuai dengan fakta. Kebenaran itu dibagi menjadi dua
yakni, kebenaran absolute dan kebenaran relative. Kebenaran absolute disebut
juga kebenaran universal, kebenaran ini hanya berlaku untuk Tuhan yang maha
tunggal. Dalam merasionalisasikan kebenaran ini, banyak yang tidak mengakui
bahwa ada kebenaran yang absolute, karena kebenaran ini bersifat abstrak. Dan kebenaran
relatif adalah kebenaran yang nampak, dan disebut dengan perspektif. Di sini
kebenaran milik orang yang berkuasa, karena pada praktik kehidupan yang besar
dan mempunyai kekuatan adalah yang menguasai kebenaran. Sehingga kebenaran
mutlak sepenuhnya hak yang mutlak.
jika berbicara kebenaran dalam sebuah buku, itu penuh
dengan pandangan-pandangan yang mempengaruhi tulisan, dikarenakan latar
belakang penulis yang memberikan karakter tersendiri. Untuk itu kebenaran yang Nampak
di kehidupan nyata adalah kebenaran yang subjektif yang penuh dengan
interpretasi dan interfensi dari pihak-pihak yang dinamakan manusia.
Please set your focus on one specific things and deepen your analysis. Gagasan ide di masakan kamu terasa kurang membentuk sebuah bangunan. DIperlukan upaya khusus untuk merombaknya kayanya
ReplyDelete