Penemuan Fakta Sejarah
Assalamu.alaikum. Wr. Wb.
Pada pertemuan yang selanjutnya yang bertepatan pada tanggal 3 maret 2014, itu merupakan pertemuan yang ke-enam berikut dengan yang pertama kita kontrak belajar pada mata kuliah writing ini. Peningkatan dan kekritisan seseorang (mahasiswa khususnya) itu sebuah langkah perubahan yang lebih baik dalam grafik (proses) pembelajaran. Jadi sudah seharusnya kita berubah dan melangkah kedepan yang disiplin, kritis dalam belajar untuk menggapai sebuah karya besar pada jenjang sarjana ini. Selang waktu satu minggu dan ketemu lagi dihari ini kita harus ditingkatkan dan lebih siap lagi dalam memperdalam pengetahuan dan pengalaman kita dalam belajar.
Beralih ke pembahasan, Lehtonen (2000) dalam menginterpretasi teks, ia melihatnya dari dua dimensi, yakni dimensi fisik (teks as physical being), dan dimensi semiotik (teks as semiotic being). Teks adalah bentuk fisik, tetapi mereka hadir dalam beberapa bentuk untuk menjadi semiotik. Teks berupa fisik, hanya ketika mereka mempunyai beberapa bentuk fisik yang jelas, seperti tinta, kertas, dan lain-lain. Teks juga bisa disebut adalah artefak yang berbicara (cummunicative artefact). Sebagai artefak, teks diproduksi melalui bantuan beberapa tekhnologi, seperti pesan E-mail, ia adalah teks yang diproduksi oleh keyboard computer, monitor, display dan lain-lain.
Sementara secara semiotik, teks dapat diinterpretasikan ke dalam bentuk tulisan (writing), pidato (speech), picture, music, dan symbol lainnya. Dari semua bentuk tersebut, teks dikarakteristikkan ke dalam 3 feature, yakni materiality, formal relation, dan meaningfulness. Secara material atau fisik, teks diumpamakan seperti gelombang radio yang memancar selama kegiatan pembicaraan berlangsung (act of speech). Dalam hubungan formalnya, teks diklasifikasikan ke dalam hirarki-hirarki grammatikal, seperti fonem, grapem silabel, kata, klausa, kalimat, dan lain-lain. Sementara dalam makna semantic, teks merujuk pada suatu keadaan yang ada di luar dirinya. Seperti piece of pop music.
Teks biasanya selalu dibarengi dengan konteksnya. Konteks adalah anggota teks yang selalu ada bersama-sama dengan teks, sering juga diartikan sesuatu yang ada disekitar atau diluar teks. Dalam terma tradisional, konteks dimaknai sebagai background dari teks yang berperan sebagai tambahan informasi, karena konteks digunakan untuk membantu memahami teks itu sendiri. Konteks tidak akan hadir sebelum hadirnya author (penulis) atau teks, karena konteks hadir diluar teks.
Konteks melibatkan semua faktor yang penulis dan pembaca membawa ke dalam proses pembentukan makna. Berikut 8 parameter konteks :
1. Substance (pokok), physical material which carries the text
2. Music and picture
3. Paralanguage, meaningfull behavior accompany language, such us voice quality, gesture, facial expression, touch (in speed), and choice of typeface and letter size (in writing)
4. Situation, properties and relations of object and people in vicinity of text as perceived by participant.
5. Context, text which proceed or follow that under analysis and which participant judge to belong to same discourse
6. Intertext, text which participant perceive as belonging to other discourse, but which they associate with the text under consideration which affect their interpretation.
7. Participant, their intention and interpretation, knowledge and belief interpersonal attitude, affiliation and feeling.
8. Function, what the text intended to do by senders and addressers, or perceived to do by receivers and addressers.
Cutting (2002 : 3), menyebutkan 3 aspek utama dari penafsiran konteks, yaitu:
Situational context : Apakah orang tahu tentang mereka yang bisa melihat disekitar mereka
Background knowledge context : Apakah orang tahu tentang dunia, tentang aspek kehidupan dan tahu tentang satu sama lainnya.
Contextual context : Apakah orang tahu tentang apa yang mereka bicarakan.
Menurut halliday (1985) dimensi konteks ada 3, yaitu field, tenor, dan mode.
Field : merujuk pada subjek, topik dan peristiwa atau aktifitas.
Tenor : merujuk pada orang yang terlibat (partisipan), jarak, status dan hubungan partisipan.
Mode : merujuk pada kode bahasa baik lisan maupun tulisan, saluran komunikasi.
Menulis (Hyland : 2009) merupakan suatu ruang yang luas dalam memahami berbagai aspek. Dalam pengaplikasiannya, sering terjadi keterlibatan dengan konteks, literasi, culture, tekhnologi, genre dan identitas.
Konteks, kita mengetahui makna teks melalui perantaraan interaksi antara penulis dan pembaca, karena merekalah yang melakukan negosiasi makna. Konteks merupakan cara untuk mengetahui makna teks itu sendiri.
Literasi, menulis dan membaca merupakan tindakan literasi. Bagaimana kita menggunakan bahasa dalam kehidupan sehari-hari. Literasi membantu kita untuk mengetahui bagaimana orang merasakan kehidupannya melalui praktek rutin dari membaca dan menulis.
Culture, secara umum dipahami sebagai sejarah yang ditularkan dan sistem jaringan makna yang mengizinkan kita untuk memaknai, mengembangkan, serta menyampaikan pengetahuan dan perasan kita kepada dunia.
Tekhnologi, untuk menjadi orang yang literat, kita dituntut untuk menguasai tekhnologi. Dewasa ini, tulisan lebih banyak tersaji dalam bentuk media elektronik seperti artikel, e-book, dan lain-lain ketimbang media tulis. Inovasi tekhnologi hadir untuk menantang penulis. Mereka juga membuka identitas baru, genre dan komunitas kepada penulis.
Genre, dikenal juga dengan tipe aksi percakapan yang berpartisipasi dalam peristiwa sosial. Genre merupakan salah satu yang paling penting dari konsep pembelajaran bahasa.
Identity, merupakan cara orang menampilkan atau menunjukkan siapa mereka sebenarnya. Implikasinya, menulis sedang membangun jati diri seseorang.
Dalam artikel Howard Zinn, Konteks yang digunakan dalam penceriteraan Christoper Columbus merupakan konteks yang bersifat non-linguistik, karena yang dikaji adalah peran dan entitas yang ada di dibalik teksnya. Zinn menyebutnya dengan konteks antropologi, didalamnya melibatkan agama, politik, sosial, sejarah, dan lain-lain. Munculnya artikel zinn ini di samping berdasarkan pemenuhan kepentingannya sebagai sejarahwan untuk mendukung kaum yang kalah, juga melibatkan pemenuhan ideologisnya sebagai kritikus dan aktifis politik. Pemenuhan ideologis tersebut adalah bahwa Zinn menginterpretasikan columbus hanya dari sudut pandang tindakan negatifnya saja, dan mengabaikan jejak heroiknya sebagai pahlawan. Hal mengenai pembuatan sejarah sangatlah terkait dengan praktek literasi, pasalnya, hanya orang yang berliterasilah yang dapat membuat sejarah. Artinya Zinn disini adalah orang yang paham akan situasi dan kondisi bahkan fakta-fakta yang ada dalam sejarah negrinya. Dengan dorongannya sebagai sejarahwan dan kritikus, Zinn mampu mengubah kesadaran satu generasi melalui tulisannya.
Howard Zinn, seorang sejarawan radikal amerika dari universitas boston, dan aktivis politik yang sejak awal telah menjadi oposisi terhadap keterlibatan amerika di Vietnam, meninggal karena penyakit jantung pada 2010 silam, di usia 87 tahun. Sebelum meninggal, Ia mempersembahkan sebuah buku legendaris yang ia tulis; A Peoples History of the United States. Yang menarik dalam buku tersebut tentu saja keberanian zinn untuk mengungkap sisi gelap sejarah benua baru. Sasaran tembaknya Tak tanggung-tanggung; Christoper Columbus dan para sejarawan yang menulis versi lunak dari kedatangan para kolonis. Di dalamnya termasuk sejarahwan Harvard, Samuel Elliot Morison. Dalam artikelnya, yang berjudul Speaking Truth to Power With Book, Zinn menggambarkan Christoper Columbus sebagai orang yang keji; pemerkosa, penindas, penyiksa, orang yang serakah mencari emas, bahkan ia telah melakukan aksi genosida pada ribuan penduduk Indian di Amerika.
Tidak sedikit sejarah yang menyebutkan bahwa orang yang pertama kali menemukan benua Amerika adalah Christoper Columbus pada 12 Oktober 1492, namun kini fakta kebohongan mengenai Columbus itu sudah terkuak, bahkan di banyak media pun arus pemberitaan ihwal kebohongan Columbus ini sangat deras, sehingga eksisitensi fakta sejarah ini pudar. Justru Columbus dicap, dilabeli dan divonis sebagai pendusta, orang yang telah memaniulasi sejarah. Sementara itu, pada referensi lain menyebutkan bahwa kaum Muslimin dari Spanyol dan Afrika Barat tiba di Amerika sekurang-kurangnya lima abad sebelum Columbus. Abul-Hassan Ali Ibnu Al-Hussain Al-Masudi merupakan seorang pakar sejarah dan geografi yang hidup dari tahun 871-957 M. Dalam karyanya yang berjudul Muruj adh-dhahab wa maad aljawhar (Hamparan Emas dan Tambang Permata), Abu Hassan menulis bahwa pada waktu pemerintahan Khalifah Abdullah Ibn Muhammad (888-912), penjelajah Muslim, Khasykhasy Ibn Saied Ibn Aswad dari Cordova-Spanyol, telah berlayar dari Delba (Palos) pada 889 M, menyeberang Samudra yang gelap dan berkabut dan mencapai sebuah negeri yang asing (al-ardh majhul) dan kembali dengan harta yang mentakjubkan. Pada peta Al-Masudi terbentang luas negeri yang disebutnya dengan Al-Ardh Majhul atau negeri yang asing. [Al-Masudi: Muruj Adh-Dhahab, Vol. 1, P. 1385]. Namun hal ini juga masih samar, seiring dengan pemaknaan Ardhil Majhul ( tanah asing ) yang diyakini sebagai benua amerika, hanya sekedar anggapan.
Pada sudut pandang sejarah lain juga disebutkan bahwa laksamana Ceng Ho, seorang pelayar yang berkebangsaan china lah, yang pertama kali menemukan benua amerika, fakta ini diperkuat dengan bukti peta ( Artefak ) yang ditemukan oleh Liu Gang, seorang kolektor peta china yang menemukan kopian peta kuno Ceng Ho yang disinyalir sebagai penemu pertama benua Amerika sebelum columbus. Demikian ditegaskan oleh sejumlah pakar sejarah, salah satunya Gavin Menzies dalam buku 'Who Discovered America?'
Menzies bahkan meyakini Columbus bisa menemukan benua Amerika dengan salinan peta buatan Laksamana Cheng Ho. Peta berusia 600 tahun yang dimaksud oleh Menzies itu sendiri ditemukan di sebuah toko buku loak.
Menzies menyebutkan, armada megah kapal China yang dipimpin Cheng Ho berlayar di sekitar daratan Amerika Selatan, 100 tahun sebelum Ferdinand Megellan. Dari peta yang didapatkannya, Menzies kemudian berkonsultasi dengan tim sejarawan yang menganalisa tulisan yang tertera di sana. Lalu, ia menyimpulkan, peta itu aslinya dibuat pada masa Dinasti Ming, yang memerintah China pada tahun 1368-1644. Berikut ini peta yang dimaksud oleh Menzies dan dicantumkannya dalam buku 'Who Discovered America?'.
Versi sejarah berikutnya menuturkan bahwa, justru yang pertama kali menemukan Amerika adalah suku Indian itu sendiri. Mereka lah yang pertama kali bermukim di Amerika Utara, yang datang dari Asia lebih dari 20.000 tahun lalu. Karena mengikuti hewan buruan, mereka mengembara melewati Selat Bering (dulu tanah genting, kini pemisah Asia dan Amerika Utara). Lambat laun mereka menetap dan berkembang menjadi berbagai suku. Pada abad ke-16 orang Eropa tiba di Amerika utara untuk pertama kali. Karena mengira tiba di India (Asia), mereka secara keliru menyebut penduduk asli itu adalah orang Indian. Sementara Columbus sendiri mengatakan bahwa dia menemukan penduduk amerika, bangsa Indian. Dengan statemennya tersebut, hal itu mengimplikasikan bahwa telah ada orang yang mendahuluinya, sehingga tentu saja membatalkannya essensinya sebagai penemu.
Jadi pada kesimpulannya, Teks adalah bentuk fisik, tetapi mereka hadir dalam beberapa bentuk untuk menjadi semiotik. Sementara secara semiotik, teks dapat diinterpretasikan ke dalam bentuk tulisan (writing), pidato (speech), picture, music, dan symbol lainnya. Teks biasanya selalu dibarengi dengan konteksnya. Konteks adalah anggota teks yang selalu ada bersama-sama dengan teks, sering juga diartikan sesuatu yang ada disekitar atau diluar teks. Konteks tidak akan hadir sebelum hadirnya author (penulis) atau teks, karena konteks hadir diluar teks.
REFERENSI
Miko Lehtonen (2000). The cultural Analysis of Text 85-115.
Ken Hyland (2009). Teaching and Researching wreating, second edition 44-74.
http://news.liputan6.com/read/715137/ini-bukti-laksamana-cheng-ho-penemu-amerika-bukan-columbus
http://realunik.blogspot.com/2014/02/ini-bukti-bahwa-laksamana-cheng-ho.html
http://kuliahgratis.net/teori-dan-pengertian-konteks/
0 comments:
Post a Comment