Guru yang Hebat untuk Siswa yang Hebat
“Berkariblah dalam sepi
sebab dalam sepi suara hati lebih nyaring terdengar jernih”
__Budi Hermawan
Berhari-hari saya selalu
dikejar-kejar oleh diamnya ribuan kata-kata dalam sebuah wacana nan merumitkan.
Membuat segenap tubuh saya terasa sakit tak menentu arah sakitnya. Teman paling
dekat saya adalah pena, Net-book, dan buku. Penghibur dan pelipur di malam sepi
adalah secangkir susu coklat hangat yang lama menjadi dingin karena tak pernah
saya sentuh cangkirnya. Tidur malam-malam pun adalah hal yang wajar sekali
untuk sekarang-sekarang ini, dengan ditemani kitab suci di kala saya temukan
berbagai sumbatan-sumbatan dalam benak pikiran dan hati ini. Saya cerminkan
hati dan pikiran ini menyatu dalam lantunan bacaan Al-qur’an. Tersiram sejuk
nan tenang jiwa yang sedang dilanda bermacam pedasnya masalah-masalah.
setelah saya berkicau-kicau indah di
atas gelaran sajadah, saya akan melanjut pada pembahasan lebih dalam mengenai Classroom
Discourse. Terkait dengan Critical Review pertama yang kami buat,
banyak sekali kekurangan yang mesti dibenahi terutama sekali dalam masalah
classroom discourse. Hampir dari kami tidak bisa menejelaskan masalah ini,
malah kami cenderung lebih detail menjelaskan Religious Harmony.
Bila dikata, memang susah untuk membahas tentang classroom discourse.
Diceritakan oleh bapak Lala bahwasannya ada seorang mahasiswa yang mau membuat
skripsi mengenai classroom discourse, namun saying di tengah perjalanan si
mahasiswa ini menyerah karena kerumitan yang ada dalam pembahasannya.
Dikarenakan kakurangan yang saya
miliki di bagian classroom discourse, maka saya akan lebih sedikit mendetail
mengenai apa itu classroom discourse yang mana dikutip dalam sebuah buku karya Besty
Rymes yang berjudul “Classroom Discourse Analysis: A Tool for
Critical Reflection”. Dikatakan dalam bukunya bahwa kebanyakan dari
kita sebagai pengajar tidak membayangkan bagaimana setiap siswanya memulai
untuk belajar.
Melanjut pada bab pertama dari
bukunya bahwasannya sebelum kami membaca bab ini, fikirkan tentang dirimu,
sebagai seorang guru, bisa memperoleh dari pengujian seperti percakapan di
dalam kelas. Fikirkan kembali pada interaksi di dalam kelasmu sendiri, baik
sebagai guru ataupun murid, dan panggillah moment yang membuatmu tidak nyaman
dan menunjukkan beberapa hal yang membuat marah. Apa yang kamu fikirkan dari
alasan tidak nyaman dan marah tersebut?
Setelah kita menyimak pernyataan
tersebut, Besty Rymes menjelaskan bahwa tujuan dari penulisan bukunya adalah
melengkapi guru-guru dengan peralatannya untuk menganalisis percakapan di dalam
kelas. Mengapa hal ini sungguh terlalu membebani, dibayar kurang, dan
sebagainya. Dalam hal ini ada empat alasan yang melatarbelakanginya:
Pertama, perolehan wawasan dari
classroom discourse analysis pada 20 tahun yang lalu memiliki mutual
understanding yang tinggi antara guru dan muridnya. Hal ini disebabkan karena
kedekatan komunikasi mampu menampakkan pola komunikasi antara kelompok dalam
sisi perbedaannya. Pola dimana guru dan muridnya berbicara dalam satu ranah,
pengenalan topic, menggunakan variasi bahasa atau menceritakan cerita dengan
cara yang berbeda namun mampu dalam mengilustrasikan kesalah pahaman antara
perbedaan kelompok social dalam perkembangan classroom dan bagaimana murid dan
guru dapat mengatasinya. Dari sinilah, betapa pentingnya mutual understanding
dalam classroom.
Poin yang kedua, tentang analysis
pembelajaran di kelas. Seorang guru harus mampu untuk memahami perbedaan local
dalam suatu pembicaraan di dalam kelas. Dalam kasus ini, berbelit-belit
permasalahan yang muncul dan pertanyaan yang timbul dari benak kita. Menghadapi
permasalahn tersebut, terdapat suatu alsan kenapa harus mampu untuk memahami
baik guru maupun murid? Karena dengan adanya analysis pembelajaran kelas, kita
dapat mengurangi moment-moment yang tak terduga yang timbul dari kelas itu
sendiri. Mungkin, dengan jembatan merekam, melihat, menulis catatan dan
menanalysis, maka penelitian ini telah menunjukkan bahwa bagaiman perbedaan
cara berkomunikasi yang meneyeleweng yang diinterpretasikan oleh guru itu
sendiri, serta kekurangan mekanisme dalam pengaturan ini. Contohnya, seorang
anak Amerika Affrika tradisional bercerita sebuah cerita yang padanya
diinterpretasikan oleh remaja Amerika Affrika meskipun sedikit agak menjelimet
dan di tempa baik, tetapi gurunya tidak terfokus oleh cerita tersebut.
(Michaels, 1981; Michaels dan Cazden, 1986)
Dengan perbedaan pola seperti ini,
maka hal ini termasuk dalam cross-cultur communication dalam konteks kelas untuk
meningkatkan mutual understanding antara guru dan murid. Sebagai seorang guru,
guru harus mampu menggunakan pengetahuan mereka dalam praktek membangun mutual
(kebersamaan), serta berkolaborasi untuk memahami jalan cerita yang diucapkan,
pertanyaan yang harusdirespon, dan masalah yang harus diselesaikan.
Poin ketiga, jikalau guru
menganalisis wacana kelasnya sendiri, prestasi akademiknya berkembang. Terkait
dengan poin kedua, dimana manfaat classroom discourse adalah untuk memahami,
maka dalam hal ini adalah bagaimana pembelajaran di kelas tersebut dapat
melengkapi dengan analisis metodenya. Dalam bahasan ini, guru adalah situasi
yang baik untuk belajar membatasi atau
menyetempatkan dan merubah pola percakapan di kelas mereka. Inilah alasannya
pembelajaran di kelas menghabiskan waktu tetapi memberikan hasil. Ketika
seorang guru memahami bentuk percakapan atau komunikasi di dalam kelas, maka
prestasi murid akan meningkat. Contoh:
·
Ketika
seorang guru menemukan bahwa siswanya adalah native Amerika yang belajar pertama
kali dari saudara kandungnya beserta kawan sebaya dalam rumah, di sanalah
mereka menemukan rancangan grup yang bekerja lebih dari pada instruksi tatap
muka gurunya yang memfasilitasi kesuksesan sekolah. (Philips, 1993)
·
Dalam
mereview siswanya, Cazden menemukan bahwa kami mempertimbangkan aspek interaksi
pembelajaran seperti topic, tugas, siapakah yang menanyakan pertanyaan, dan
bagaimana mereka (siswa) menyusun. Dalam hal ini, siswa mampu lebih baik untuk
menambah atau memperbesar reaksi makna. (Cazden, 1972)
Dalam hal ini, pembelajaran interaksi di dalam kelas dan mengatur
atau menyusun pembicaraan dapat menuju ke ranah yang lebih produktif dan
termasuk interaksi untuk membangun kesuksesan siswa. National Board Teacher,
level tertinggi guru yang professional, juga menyambungkan baik pemahaman pola
di dalam kelas dan prestasi siswa yang tinggi. Untuk menjadi national board
yang berizah atau meminjam, guru harus mampu untuk berfikir sistematis tentang
praktek dan pembelajaran mereka dari pengalaman. Untuk mengilustrasikan
bagaimana cara berfikir yang sistematis, national board menggunakan penilaian
individual guru, termasuk penjelasan, analisis, dan reflesi pada “Interaksi
Rekaman Video antara guru dan muridnya”, dalam kata lain ialah classroom discourse
analisis.
Berbicara mengenai point ke tiga, lalu bagaimana siswa menjadi
siswa yang berperi kemanusiaan? Meskipun kebijakan manyatakan tujuan yang
tinggi adalah baik untuk siswa, lalu bagaiman dengan siswa yang terbelakang.
Dalam hal ini, guru harus melakukan pendekatan pada siswa, memahami apa yang
perlu dimotivaasi untuk mereka yang bagaiman menghubungkan bahasa untuk
pembelajaran yang merupakan setiap harinya berada dalam kelas, menghabiskan
waktu sehari-harinya berkomunikasi dengan sebayanya yang mereka saying, rasa
tawa, berfikir dan bertumbuh dalam jalan yang unik dan fastastis.
Dengan demikian, classroom discourse memiliki efek positive dalam
lingkungan kelas, pembelajaran siswa, rasa kemanusiaan dan rasa cinta guru
untuk bekerja. Dimana kita akan menghadapi hal demikian pada aspek spesifik
discourse analisis yang semoga bermanfaat bagi guru dan generasi setelahnya.
Classroom discourse
adalah analisis wacana, adalah studi tentang bagaimana bahasa-di-gunakan
dipengaruhi oleh konteks-nya yang digunakan. Di dalam kelas, konteks
dapat berkisar dari pembicaraan dalam pelajaran, untuk siswa seumur hidup
sosialisasi, dengan sejarah lembaga pendidikan. Ceramah analisis kelas
menjadi analisis wacana kritis ketika kelas kelas peneliti mengambil efek
dari konteks variabel tersebut menjadi pertimbangan dalam analisis
mereka. Definisi paling sederhana dari wacana adalah
bahasa-in digunakan. Hal ini mungkin mengganggu jelas. Bahasa
selalu digunakan, jadi mengapa tidak hanya menyebutnya
"bahasa"? Karena, fitur "wacana" mendefinisikan
(bahwa itu adalah "in-use") adalah fitur yang sebagian orang percaya
adalah bukan komponen penting dari bahasa. Sebaliknya, beberapa ahli
bahasa berpendapat bahwa Fitur bahasa mendefinisikan adalah kemampuannya
untuk de-dikontekstualisasikan. Sebagai contoh, kata, "Pohon"
tidak perlu "pohon" sekitar untuk bisa dimengerti.Seorang siswa akan
memberitahu Anda ia melihat "Pohon" hari ini, dan Anda akan tahu
apa yang dia maksud. Dia tidak perlu menunjuk pohon atau menggambar
untuk Anda. Dalam hal ini, bahasa adalah de-contextualizable dan hal ini
dapat menjadi fitur yang membuat unik bahasa manusia.
"The
Classroom" adalah konteks utama dan paling jelas untuk wacana kita
akan
memeriksa. Namun, "konteks" untuk analisis wacana kelas juga meluas di luar kelas, dan dalam komponen yang berbeda dari bicara kelas, untuk mencakup konteks yang mempengaruhi apa yang dikatakan dan bagaimana hal itu ditafsirkan dalam kelas. Konteks dapat dibatasi oleh batas-batas yang sesuai fisik bahasa di rumah mungkin berbeda dari bahasa yang sesuai di sekolah, tetapi konteks juga dapat dibatasi oleh batas-batas fisik tidak, tetapi oleh batas-batas yang sesuai wacana bahasa dalam pelajaran mungkin berbeda dari bahasa yang sesuai setelah pelajaran berakhir (bahkan sambil duduk di meja yang sama). Meskipun kita akan melihat pembicaraan yang terjadi di dalam kelas, semuanya mengatakan dalam kelas juga dipengaruhi, untuk berbagai tingkat, dengan konteks di luar kelas. Dan banyak bentuk wacana memiliki arti yang berbeda jika terjadi di kelas daripada mereka akan jika mereka terjadi di luar kelas.
memeriksa. Namun, "konteks" untuk analisis wacana kelas juga meluas di luar kelas, dan dalam komponen yang berbeda dari bicara kelas, untuk mencakup konteks yang mempengaruhi apa yang dikatakan dan bagaimana hal itu ditafsirkan dalam kelas. Konteks dapat dibatasi oleh batas-batas yang sesuai fisik bahasa di rumah mungkin berbeda dari bahasa yang sesuai di sekolah, tetapi konteks juga dapat dibatasi oleh batas-batas fisik tidak, tetapi oleh batas-batas yang sesuai wacana bahasa dalam pelajaran mungkin berbeda dari bahasa yang sesuai setelah pelajaran berakhir (bahkan sambil duduk di meja yang sama). Meskipun kita akan melihat pembicaraan yang terjadi di dalam kelas, semuanya mengatakan dalam kelas juga dipengaruhi, untuk berbagai tingkat, dengan konteks di luar kelas. Dan banyak bentuk wacana memiliki arti yang berbeda jika terjadi di kelas daripada mereka akan jika mereka terjadi di luar kelas.
Kelas penelitian di berbagai situasi telah menunjukkan bahwa
interaksi kelas secara dramatis constrains apa jenis bahasa dan keaksaraan
peristiwa didorong atau dibiarkan
(McGroarty, 1996), sedangkan wacana di luar konteks kelas memiliki lebih luas
berbagai kemungkinan yang dapat diterima dan produktif. Dalam keluarga atau peer group pengaturan. Misalnya, siswa dapat didorong untuk berbicara panjang lebar, menceritakan kisah-kisah imajinatif, atau rok topik awalnya diperkenalkan, yang mendukung menghibur samping. Di ruang kelas sekolah, sebagai Holden Caulfield menunjukkan di JD Sallinger The Catcher in the Rye, pembicaraan tersebut dapat berlabel sebagai "penyimpangan" yang sama sekali tidak cocok (Salinger, 1951).
(McGroarty, 1996), sedangkan wacana di luar konteks kelas memiliki lebih luas
berbagai kemungkinan yang dapat diterima dan produktif. Dalam keluarga atau peer group pengaturan. Misalnya, siswa dapat didorong untuk berbicara panjang lebar, menceritakan kisah-kisah imajinatif, atau rok topik awalnya diperkenalkan, yang mendukung menghibur samping. Di ruang kelas sekolah, sebagai Holden Caulfield menunjukkan di JD Sallinger The Catcher in the Rye, pembicaraan tersebut dapat berlabel sebagai "penyimpangan" yang sama sekali tidak cocok (Salinger, 1951).
Jadi dapat saya simpulkan bahwasannya peranan seorang
guru dalam kelas memang sangat penting sekali, karena kehebatan seorang guru
mampu menjadikan muridnya pun menjadi hebat mungkin lebih hebat dari sang guru itu sendiri. Tanpa adanya peranan
guru dalam wacana kelas, tidak mungkin sang murid mampu memahami berbagai
pandangan-pandangan dari anak sebayanya, sungguh sulit. Dikatakan guru adalah
panutan bagi muridnya dalam sebuah sajak “guru kencing berdiri, murid kencing
berlari”. Nah kita bisa membalikkannya dengan sebuah sajak yang berbunyi “di
balik guru yang hebat, terdapat murid yang lebih hebat”. Begitu saja dan
terimakasih.
0 comments:
Post a Comment