Begitu kuatnya pengaruh literasi dalam
pembentukan sejarah bahkan pemutar balikan sejarah memang sangat terasa ketika
saya pertama kali memperdalam kisah tentang columbus. Seperti juga contohnya
pendapat dari Dr Barry Fell, seorang arkeolog dan ahli bahasa dari
Universitas Harvard. Dalam karyanya berjudul “Saga America”, Fell menyebutkan
bahwa umat Islam tak hanya tiba sebelum Columbus di Amerika. Namun, umat Islam
juga telah membangun sebuah peradaban di benua itu.
Fell juga menemukan fakta yang
sangat mengejutkan. Menurut dia, bahasa yang digunakan orang Pima di Barat Daya
dan bahasa Algonquina, perbendaharaan katanya banyak yang berasal dari bahasa
Arab. Arkeolog itu juga menemukan tulisan tua Islami di beberapa tempat seperti
di California. Terus yang menjadi pertanyaan besar disini, kenapa sejarah itu
seakan tertutup dengan catatan pelayaran columbus? Apa lagi kalo bukan kekuatan
dari literasi itu sendiri untuk menciptakan suatu sejarah. Dalam paragraf
selanjutnya saya akan menjelaskan lebih lanjut tentang sejarah dan literasi.
Sajarah
dan literasi
Kata sejarah berasal dari bahasa Arab yaitu “
Syajarotun” yanga artinya pohon. Sejarah diumpamakan sebagai perkembanagn
sebuah pohon yang terus berkembang dari akar sampai ranting yang paling kecil
yang kemudian bisa diartikan sebagi silsilah. Syajaroh dalam arti silsilah
berkaitan dengan babad, tarikh, mitos dan legenda. Dalam bahasa Inggris, kata
sejarah (History) berarti masa lampau umat manusia, dalam bahasa Jerman, kata
sejarah (geschichte) berarti sesuatu yang pernah terjadi.
Sejarah adalah ilmu tentang manusia, yaitu
yang mempelajari tentang manusia dalam sebuah peristiwa bukan cerita masa lalu
secara keseluruha. Sejarah juga merupakan ilmu tentang waktu, sejarah juga ilmu
tentang sesuatu yang mempunyai makna sosial, juga ilmu tentang sesuatu yang
terperinci dan tertentu. Pada dasarnya sejarah mempunyai ilmu bantu dalam
berbagai aspek kehidupan. Lantas bagaimana hubungan sejarah dengan litersai?
Sejarah dan literasi tidak dpat dipisahkan karena saling membutuhkan. Tapi
disini sejarah lebih cenderung membutuhkan bantuan tehadap literasi untuk
mengungkapkan atau menyelesaikan masalah.
Keterkaitan dengan sastra pun membuka mata
kita bahwa sejarah tidak tercipta dengan begitu saja, terdapat input subjektif
dari seorang penulis yang dimasukan dalam karanagn sejarh yang mereka tulis.
Perbedaan kontekslah yang menciptakan karangan sejarah seseorang dengan orang
alin akan berbeda. Karen pada intinya, mereka menulis sejarah, berdasarkan
konteks mereka masing-masing.
Mengingat diawal ada banyak pertanyaan
mengenai hal yang sudah dipersiapkan oleh kami, maka saya akan menjawab sedikit
tentang “mencari fakta tentang Columbus” saya akan menuliskan beberpa fakat
tentang Columbus :
· Lukisan tentang Columbus
yang ada berbeda-beda. Tidak ada gambar asli mengenai Columbus
· Marcopolo adalah salah
satu tokoh motivasi bagi Columbus
· Columbus bukan manusia
pertama yang melakukan pelayaran ke Benua Amerika, tapi bangsa Viking lebih
dulu tiga abad menginjakan kaki di Benua Amerika pada abad 2
· Kepulawan bahama yang
didaratinya (Elsavador) yaitu daratan yang diduga Columbus sebagai India
sepanjang hidupnya dan lain-lain.
Untuk mengakhiri class review ini, saya tarik
kesimpulan bahwa pada dasranya class review ini masih kental kaitannya dengan
kesalahan besar kami dalam menulis khususnya critical review pada minggu lalu,
dan kesalahan terpatal kami ada di konteks. Kaitan konteks dengan sejarah yaitu
bahwa perbedaan kontekslah yang emnciptakan karangan sejarah seseorang akan
berbeda dengan orang lain. Kemudian sejarah dan literasi itu hal yang tidak
bisa dipisahkan karena keduanya saling membutukan. Contohnya sejarah
membutuhkan bantuan terhadap literasi guna mengungkapkan suatu masalah.
Sejarah sebagai ilmu
atau wawasan susunan pengetahuan tentang peristiwa dan ceritera yang terjadi
dalam masyarakat manusia pada masa lampau yang disusun secara sistematis dan
metodolotis berdasarkan asas-asas, prosedur, dan metode serta teknik ilmiah
yang diakui oleh pakar sejarah. Orang yang pandai menulis pasti akan menguasai
sejarah, jika sejarah yang belum diketahui oleh manusia itu diangkat dalam
tulisan, maka akan punya pengaruh yang sangat besar. Bagi penulis, seorang
Howard Zinn itu punya ambisi untuk mengungkap kekeliruan yang ada di Amerika.
Sosoknya yang ambisius membuat catatan
yang ditulisnya menggemparkan warga Amerika dan umat sedunia.
Pengaruh positivisme
dalam sejarah tidak bisa dihindarkan. Salah satu tokoh pencetus aliran modern
dalam sejarah adalah Leopold Von Ranke (1795-1886). Ranke menulis sebuah buku
yang berjudul “A Critique of Modern Historical Writers”, dalam bukunya
ini beliau menjelaskan kritiknya dalam sejarah dan penulis pada saat sekarang.
Ranke dianggap sebagai penumbuh histografi modern yang menganjurkan sejarawan
menulis apa yang sebenarnya terjadi atau wie es eigentlich gewesen ist (Supardan,
2008) yang dikenal dengan sejarah kritis.
Tak diragukan lagi
bahwa history yang ada pada zaman dahulu mempunyai banyak aspek. Sejarah di
satu sisi berperan sebagai humaniora, perlu adanya kemampuan dalam berbahasa.
Retorika yang digunakan oleh para penulis mendekatkan sejarah dengan sastra
sejarawan akan menggunakan imajnasi bukan fantasi dalam merekonstruksi masa
lalu.
Menurut Hayden White
dan Munslow (Sjamsuddin, 2007) menjelaskan pada salah satu poin bahasannya
tentang adanya sejarah. Historis mempunyai nilai-nilai yang meliputi
keseluruhan, totalitasm atau latar belakang, atau masa lalu itu sendiri.
Konteks dari sejarah tersebut berfungsi untuk membuat masa lalu itu menjadi
masuk akal, berari, signifikan, dan berarti. Dengan begitu sejarah akan dapat
diterima kebenarannya.
Pemikiran Howard Zinn
untuk mengupas Amerika lewat tulisan ini memang sudah benar. Hal ini didukung
oleh White (Shuterland: 2008, 48) yang mengatakan bahwa sejarah itu sebuah
narasi yang dikuasai oleh konvensi-konvensi estetika dan lebih dekat kepada
sastra daripada ke ilmu pengetahuan. Jadi, untuk mengungkap sebuah cerita masa
lalu lebih jelas ditulis oleh orang sastra karena cara berfikirnya yang kritis.
Sosok Columbus dalam
tulisan dan literatur yang ada di Amerika itu banyak hal yang ditutupi, penuh
dengan kiasan-kiasan dan bumbu-bumbu pentedap dalam penulisannya. Seperti yang
dikatakan White (Sjamsuddin, 2007) bahwa “Sejarah disebut metahistory karena
sejarah tidak bisa menolak masuknya kiasan-kiasan dalam penulisan sejarah”.
Metahistory merupakan karya-karya sejarah yang tujuannya bukan untuk membuat
informasi yang ada, mendiskusikan interpretasi yang sudah adam dan kemungkinan
mengomentari asumsi-asumsi yang telah membuat interpretasi.
Tulisan-tulisan yang
dihasilkan seperti Howard Zinn ini merupakan salah satu sastra. Hal ini telah
membuktikan bahwa tulisan sebagai ilmu yang bukan hanya berbicara persoalan
kreativitas dan rentetan imajinasi, tetapi dapat pula berfungsi sebagai dokumen
sejarah (Susur, 2008). Zainuddin Fannanie berpendapat, dengan keluarnnya sastra
dari krativitas imajiner ke wilayah sejarah, maka sastra secara tidak langsung bisa diletakkan sebagia
dokumen sejarah atau dokumen social yang kaya dengan visi dan tata nilai
mayarakat.
Diteropong dari
linguistik turn bahasa dalam bentuk budaya dan intelektual merupakan media
pertukaran bagi hubungan antar kekuatan dan konstitutor terakhir dari kebenaran
dalam penulisan dan pemahaman masa lalu (Purwanto, 2006: 3). Sejarawan akan
lebih setuju terhadap pendapat yang menyatakan bahwa linguistik membedakan
struktur masyarakat dan perbedaan sosial menstrukturkan bahasa sebagai salah
satu fakta dalam sejarah umat manusia daripada pendapat yang menyatakan bahwa
realitas sejarah tidak pernah ada, dan yang ada hanya bahasa yang berbentuk
naratif sebagai representasi masa lalu.
Pengungkapan sejarah
yang terbilang apresiatif melalui data empiris dan tulisan (narasi) tidak
berbeda jauh dari pengungkapan karya sastra. Hanya saja dikhawatirkan jika
sejarah terlalu dekat dengan seni maka sejarah akan kehilangan keakuratan dan
keobjektivitasnya (Surur, 2008). Seperti yang terjadi pada saat ini nilai-nilai
yang terkandung dan mempunyai historis sedikit berkurang karena sudah tercampur
dengan unsur-unsur lain.
Seorang sejarawan
seperti Howard Zinn dan penulis mempunyai cara pandang tentang tulisan sejarah
dan tujuan yang berbedam akan tetapi keduanya setuju bahwa dalam menulis
sejarah tidak boleh mengaburkan dan memanipulasi fakta sejarah untuk membuat
tulisannya lebih menyenangkan dan laku terjual.
Menulis sebauh karya
nampaknya perlu memperhatikan berbagai aspek. Howard Zinn sukses mendulang masa
keemasan di bukunya ini karena paham tentang menulis. Paa bukunya Hyland
dijelaskan bahwa key issues dalam memahami writing itu ada enam, yaitu context,
literacy, culture, technology, genre, dan identity.
Hal yang akan dikupas
pertama ialah Writing and Context. Context akan selalu diperhatikan oleh
seorang penulis dalam memulai perjuangannya, arti yang ada dalam teks dibagian
dalam interaksi antara seorang penulis dan pembaca untuk membangun perasaan
yang berbeda-beda. Faktor kontekstual sangat luas dalam melihat sebagai
objektif variabel statis yang mengepung penggunaan bahasa, kita harus melihat
context tulisan yang ditujukan untuk siapa. Ada 3 aspek dari context sendiri,
yaitu:
1. Situasional Context: Sesuatu yang diketahui oleh semua
orang tentang apa yang mereka lihat di sekitarnya.
2. The Background Knowledge Context: orang-orang tahu
mengenai dunia, apa yang mereka tahu tentang aspek dan yang lainnya.
3. The Co-textual Context: orang-orang tahu apa yang
sudah mereka katakan.
Penawaran prinsip
sebagai salah satu jalan untuk memahami bagaimana arti itu diproduksi dalam
sebuah interaksi. Hal ini bisa dilihat dari waktu dan tempat yang umum seperti
konteksnya di rumah, sekolah, tempat kerja, ataupun universitas. Secara
linguistkik orientasi dari konteks ini berbeda dan memulainya dengan texts, dan
gambaran umum dari systematic discourse.
Banyak manusia yang belajar dari sejarah. Belajar dari
pengalaman yang pernah dilakukan. Pengalaman tidak hanya terbatas pada
pengalaman yang dialaminya sendiri, melainkan juga dari generasi sebelumnya.
Dengan belajar sejarah seseorang akan senantiasa berdialog anatara masa kini dan
masa lampau sehingga bisa memperoleh nilai-nilai penting yang berguna bagi
kehidupannya. Nilai-nilai itu dapat berupa ide-ide maupun konsep kreatif
sebagai sumber motivasi bagi pemecahan masalah kini dan selanjutnya untuk
merealisasikan harapan masa yang akan datang.
0 comments:
Post a Comment