Buku
memiliki peran penting bagi peradaban umat manusia. Berbagai perubahan sosial
besar di dunia ini banyak bermula dari hadirnya sebuah buku. Dalam setiap buku
seringkali terdapat sejumlah pikiran cerdas yang kemudian bisa mempengaruhi
cara berpikir dalam masyarakat tertentu. Ungkapan “buku dapat merubah dunia” memang benar adanya karena buku merupakan
cakrawala dunia, dari bukulah kita mempelajari segala sesuatu dan buku juga
dapat merubah pola pikir seseorang.
Buku
memiliki kekuatan yang amat dahsyat untuk mengendalikan dunia, buku juga
menjadi pintu gerbang yang membawa kita memasuki dunia baru dan menyadarkan
kita siapa diri kita yang sesungguhnya sejak dunia dijadikan. Semua peristiwa
terangkai indah dari zaman manusia prasejarah sampai manusia modern tertuang di
dalamnya. Walaupun wujudnya sederhana yang hanya berisi lembaran kertas tergores
tinta, namun buku bisa menyampaikan banyak hal, pesan para penulis kepada
pembacanya.
Buku
adalah sumber ilmu, inspirator dan motivator yang kokoh, mengajari banyak hal,
sanggup merubah manusia dan dunia. Ketika kita membuka sebuah buka, kita telah
membentangkan cakrawala luas dan membuka diri kita untuk sebuah dunia baru yang
sebelumnya tidak terpikirkan ataupun terlintas di benak kita. Buku akan lebih
berharga dari apapun, sanggup membentuk siapapun, mampu menampung sejarah
panjang manusia, bumi beserta isinya dan juga tentang sang pencipta. Dengan
terbiasa membaca buku, hal tersebut dapat mencerdaskan anak bangsa dan
membangun negara. Sebuah bangsa yang maju akan mengakui bahwa bukulah guru yang
terbaik, yang menjadikan kita seperti hari ini.
Dengan
kemajuan teknologi seperti sekarang ini, telah membuat sejumlah kalangan
memandang buku dengan sebelah mata. Secanggih apapun dunia ini, buku harus
tetap mendapatkan tempatnya di hati kita. Teknologi digital juga mempunyai
kekurangan walaupun sekilas tampak begitu hebat namun tidak akan bisa
menjanjikan sepenuhnya bisa di wariskan ke generasi penerus kita. Lembaran
kertas yang tergores tinta akan tetap bertahan dan akan terus menceritakan
kisah dunia turun-temurun. Melihat peran penting buku bagi peradaban manusia,
UNESCO menetapkan bahwa tanggal 23 April adalah hari buku sedunia. Dunia
akan selalu ada di genggaman kita apabila kita membudayakan membaca dan
menambah khazanah ilmu pengetahuan.
Howard
Zinn dalam tulisannya yang berjudul Speaking Truth to Power with Books yang berarti berbicara kebenaran kepada
kekuasaan dengan buku. Zinn mengatakan
bahwa ia bisa menjadi orang yang sadar sosial dan seorang aktivis karena buku –
buku yang telah ia baca. Zinn beranggapan bahwa jika buku mampu mengubah hidup seseorang
dengan cara mengubah kesadarannya, maka tidak menuntut kemungkinan buku mampu
mengubah dunia.
Buku telah menginspirasi
banyak orang besar untuk merubah dunia. Betapa pentingnya buku bagi kehidupan
masa depan manusia. Banyak manusia-manusia hebat karena mereka adalah
orang-orang kutu buku. Terbukti di Indonesia tokoh-tokoh besar seperti Bung
Karno adalah orang-orang yang sangat kutu buku. Buku-buku telah mengilhaminya
untuk merubah bangsanya menjadi lebih baik. Kelahiran kemerdekaan negeri ini
adalah karena pemikiran yang hebat yang telah mengilhami Bung Karno karena
wawasan yang luas dari hasil bacaannya.
Bagaimana anda melihat
negeri Jepang yang pada perang dunia hancur lebur namun dalam sekejab menjadi
raksasa ekonomi dunia. Ternyata rakyat Jepang adalah orang-orang yang gila ilmu
pengetahuan. Perpustakaan-perpustakaan hampir di semua daerah bermunculan. Buku
telah menginspirasi masyarakat Jepang menjadi negara maju. Yang menarik untuk
dicermati dalam hal ini adalah Jepang yang sebelumnya hanya sebuah bangsa yang
terisolir dari dunia luar, kini mampu tampil menjadi salah satu peradaban
cemerlang. Ini adalah salah bukti bahwa betapa pentingnya buku bagi kehidupan. Melalui
buku juga kita bisa mengetahui tentang fakta-fakta kehidupan, terutama dalam
ruang lingkup sejarah.
Sejarah bukanlah apa yang terjadi, tapi cerita tentang
apa yang terjadi . Dan selalu ada versi yang berbeda, cerita yang berbeda,
tentang peristiwa yang sama. Satu versi mungkin berputar terutama di sekitar serangkaian
fakta tertentu
sementara versi lain mungkin meminimalkan fakta atau tidak memasukkan fakta sama sekali. Howard zinn adalah
salah seorang sejarawan yang berani mengungkapkan fakta mengenai Christoper Columbus
melaui bukunya yang berjudul A People’s History of The United State.
Dalam bukunya Zinn memaparkan bahwa Colombus adalah orang yang kejam, pembunuh,
penyiksa, penculik, multilator orang pribumi, munafik. Sejarah yang dipaparkan oleh Zinn sangat
berbeda dengan sejarah yang sudah ada sebelumnya. Dulu, masyarakat beranggapan
bahwa Christopher Columbus adalah penemu
benua Amerika dan seorang pahlawan.
Christopher Columbus
dikenal sebagai penemu benua Amerika dan dipandang sebagai pahlawan eksplorasi
abad pertengahan oleh banyak sejarawan masa kini. Namun banyak buku teks gagal
mengungkapkan berbagai fakta bahwa ia adalah seorang maniak genosida yang
mencetuskan apa yang mungkin menjadi kasus terburuk genosida yang dilakukan
satu bangsa manusia terhadap bangsa yang lain.
Terobsesi
menemukan rute perjalanan laut ke Asia dan Timur Jauh, Columbus dengan kapal
'Enterprise Hindia' pada tahun 1492 berlayar ke laut lepas, dengan dukungan
keuangan dari Raja Ferdinand dan Ratu Isabella dari Spanyol.Namun, bukannya menemukan daerah
perdagangan kaya di Timur, Columbus dan krunya menemukan Dunia Baru yaitu
Amerika, dan segera mulai menundukkan dan membunuh penduduk setempat dan
menghapus kekayaan besar dari tanah tersebut.Sebuah koloni kecil segera
didirikan di Hispaniola yang terdiri dari tiga puluh sembilan krunya, sisanya
kembali ke Spanyol dengan Columbus bersama dengan emas, rempah-rempah dan
penduduk asli diambil sebagai budak untuk diberikan sebagai hadiah bagi
pelanggan kerajaan.
Tahun berikutnya, ia memimpin
ekspedisi kedua terdiri dari tujuh belas kapal besar dan berisi satu setengah
ribu pendatang baru, yang tiba di Amerika sebulan kemudian. Pada saat ia
kembali ke Hispaniola, anak buahnya sudah banyak yang dibunuh oleh penduduk
setempat dan koloni kedua kemudian didirikan.Columbus menghukum suku setempat,
yang dikenal sebagai Taino, dengan kejam. Dia memperbudak banyak penduduk lokal
dan membantai lebih banyak lagi, menurut Ward Churchill, mantan profesor studi
etnis di University of Colorado, sampai tahun 1496, populasi telah berkurang
dari sebanyak delapan juta menjadi sekitar tiga juta.
Pada ekspedisi yang ketiga, ia
menjelajahi daerah tersebut sebelum kembali ke Hispaniola pada tahun 1498 di
mana ia meninggalkan saudara-saudaranya, Diego dan Bartholomew untuk memegang
kendali kekuasaan disana. Kondisi semakin menurun sehingga ia mengadakan
kampanye teror melawan Taino, memerintah dengan tangan besi hingga menyebabkan
banyak yg menentangnya termasuk pendatang baru (bangsa eropa sendiri) dan
kepala daerah setempat. Keluhan kebrutalan sampai ke telinga penguasa Spanyol
dan pada tahun 1500 mereka mengirim Hakim Ketua untuk membawa Columbus dan saudara-saudaranya
kembali ke Spanyol dengan dirantai.
Namun segera setibanya di Spanyol
mereka dilepaskan dan diizinkan melakukan ekspedisi keempat dan terakhir, yang
dilakukan dengan kebrutalan yang sama seperti yang sebelumnya. Pada saat ia
akhirnya meninggalkan Amerika di tahun 1504, bangsa Taino telah menurun menjadi
sekitar 100.000 orang arguably membuat Columbus penjahat perang menurut standar
sekarang dan bersalah melakukan beberapa kekejaman terburuk terhadap ras lain
dalam sejarah.
Beberapa dibunuh langsung ditempat
sebagai hukuman 'atas kejahatan' untuk seperti tidak membayar upeti kepada
penjajah. Banyak yang tidak bisa atau tidak mau membayar kemudian tangan mereka
dipotong dan dibiarkan berdarah sampai mati. Columbus dan anak buahnya didokumentasikan
oleh sejarah Las Casas, dikenal sebagai Brev'sima-n relaci, yang melakukan
penggantungan manusia secara massal, orang dipanggang di pantai, pembakaran
dipertaruhkan dan bahkan memenggal kepala anak-anak dan memberikannya sebagai
makanan anjing sebagai hukuman untuk tindak kejahatan yang paling kecil.
Para master Spanyol membantai
penduduk pribumi, kadang-kadang ratusan hanya sebagai bentuk olahraga, membuat
taruhan tentang siapa yang bisa membelah seorang pria menjadi dua, atau
memotongkepala hingga putus dalam satu pukulan, kadang pula mereka memancung
kaki anak-anak kecil hingga putus hanya untuk menguji ketajaman pedang mereka. Pembela
Columbus berpendapat bahwa sejumlah besar korban tewas akibat penyakit namun
mereka gagal untuk mengenali bahwa sebagian besar penyakit ini disebabkan oleh
kondisi hidup yang buruk di kamp-kamp kerja paksa. Kehilangan hasil panen
mereka dan ladang, banyak jatuh korban disentri dan tifus, yang bekerja sampai
mati atau dibiarkan mati kelaparan.
Setelah kematiannya warisan yang
mengerikan itu akan hidup, secara 1514, sensus menunjukkan hanya 22.000 Taino
tetap hidup. Pada 1542 hanya ada 200 yang tersisa dan setelah itu mereka
dianggap punah, seperti yang terjadi pada banyak kasus di seluruh cekungan
Karibia. Hanya dalam waktu sekitar lima puluh tahun Colombus dan para
pengikutnya mendapatkan segalanya tetapi mengeliminasi populasi sekitar lima
belas juta orang. Proses ini hanya merupakan awal dari pembantaian massal
sekitar 100 juta orang oleh bangsa Eropa yang disebut sebagai 'peradaban' di
Belahan Barat membuat awal penemuan Dunia Baru(benua Amerika) menjadi kasus
genosida massal terburuk dalam sejarah manusia.
Ketika bangsa Spanyol baru mendarat
di benua Amerika, para orang-orang Indian menyambutnya dengan gegap gempita dan
rasa ingin tahu, mereka menyuguhi bangsa Spanyol dengan berbagai makanan dan
minuman serta memberikan berbagai macam hadiah, Columbus menuliskan hal tsb di
buku hariannya: "Mereka membawakan kita beo dan bola kapas dan tombak dan
banyak hal lainnya, yang mereka ingin pertukarkan dgn manik-manik kaca dan
lonceng elang '. Mereka rela menyerahkan segala yang mereka miliki. Mereka tegap,
dengan tubuh yang baik dan wajah tampan. Mereka tidak memanggul senjata, dan
tidak mengenal senjata, karena aku menunjukkan kepada mereka pedang, mereka
memegang bagian yg tajam dan melukai tangan mereka sendiri akibat
ketidaktahuannya itu. Mereka tidak mengenal besi/iron. tombak mereka dibuat
dari tebu. Mereka akan menjadi budak yg baik. Dengan hanya lima puluh orang,
kita bisa menundukkan mereka semua dan membuat mereka melakukan apapun yang
kita inginkan."
Columbus dan anak buahnya juga menggunakan
Taino sebagai budak seks: adalah hal yg biasa bagi Columbus menghadiahi anak
buahnya dengan wanita lokal untuk diperkosa. Saat ia mulai mengekspor Taino
sebagai budak ke berbagai belahan dunia, perdagangan seks-budak menjadi bagian
penting dari bisnis, seperti Columbus menulis kepada seorang teman pada tahun
1500: "Dengan seratus castellanoes (koin Spanyol) sangat mudah memperoleh
wanita seperti halnya untuk pertanian, dan sangat umum dan ada banyak dealer
yang bersedia mencari anak perempuan;. mereka 9-10 (tahun) sekarang sedang
diminati "
Akibat kekejaman pemerintahan bangsa Eropa
terhadap suku asli, ribuan Indian melakukan bunuh diri massal dengan meminum
racun yang terbuat dari singkong (cassava). Banyak orang tua membunuhi bayi2
mereka untuk melepaskan mereka dari penderitaan hidup di bawah kekuasaan
Spanyol.
Salah seorang anak buah Columbus,
Bartolome De Las Casas, merasa sgt bersalah atas kekejaman brutal Columbus
terhadap penduduk asli, ia berhenti bekerja untuk Columbus dan menjadi seorang
imam Katolik. Ia menggambarkan bagaimana orang-orang Spanyol di bawah komando
Columbus memotong kaki anak-anak yang lari dari mereka, untuk menguji ketajaman
pisau mereka. Menurut De Las Casas, para pria membuat taruhan siapa yang,
dengan satu sapuan pedangnya, bisa memotong seseorang menjadi dua. Dia
mengatakan bahwa anak buah Columbus 'menuangkan air sabun mendidih daiatas
orang-orang . Dalam satu hari, De Las Casas pernah menjadi saksi mata tentara
Spanyol memotong-motong, memenggal, atau memperkosa 3000 orang asli. "Inhumanities
tersebut dilakukan di depan mataku seperti umur tidak bisa paralel," tulis
De Las Casas.
Dalam
kata-kata Zinn, setiap penekanan tertentu dalam penulisan sejarah akan
mendukung sebuah kepentingan. Bisa kepentingan politik, ekonomi, rasial ataupun
nasional. Namun sayangnya dalam penuturan historis, bias ini tidak seterang
sebagaimana dalam penulisan peta. Sejarahwan menulis seakan setiap pembaca
punya sebuah kepentingan bersama yang tunggal. Para penulis tertentu seakan
lupa bahwa produksi pengetahuan adalah alat tempur dalam antagonisme antar
kelas sosial, ras, ataupun bangsa bangsa.
Inilah
kritik pedas Zinn pada Samuel Elliot Morrison sang sejarahwan Harvard yang
menulis buku seminal Christoper Columbus, Mariner. Benar, Morison tak
sedikitpun berbohong soal kekejaman Columbus. Ia bahkan menyebut sang pelaut
telah melakukan genosida pada Indian Arawaks. Namun, tulis Zinn, fakta yang
tertera di satu halaman ini kemudian ia kubur dalam ratusan halaman lain yang
mengagungkan kebesaran sang pelaut. Keputusan untuk lebih menceritakan sebuah
heroisme dan abai pada penekanan fakta pembantaian masal yang terjadi pada suku
Indian Arawaks bukanlah sebuah kebutuhan teknis ala pembuat peta, namun murni
pilihan ideologis. Sebuah pilihan ideologis untuk menjustifikasi apa yang telah
terjadi, pungkas Zinn.
Seandainya
Morison adalah seorang politisi dan bukan sarjana, pilihan ideologis ini tak
akan jadi begitu serius. Namun justru karena fakta ini diceritakan oleh seorang
intelektual, maka implikasinya jadi begitu mematikan. Kita seakan diajarkan
sebuah imperatif moral bahwa pengorbanan, meski begitu tak manusiawi, itu perlu
untuk sebuah kemajuan. Morison seakan mengatakan dengan kalem bahwa benar telah
terjadi pembantaian pada suku Arawaks, namun fakta kecil itu tak sebanding
dengan jasa dan kepahlawanan Columbus bagi kita. Sense inilah yang
kemudian direproduksi di kelas pengajaran sejarah, dan buku pegangan para
siswa.
Berangkat
dari ketidaksetujuannya tersebut kemudian Zinn menulis versi sejarah yang
berbeda; sejarah dari sudut pandang orang-orang kalah, alias sang pecundang.
Jadilah ia bercerita tentang penemuan benua Amerika dari kacamata suku Indian
Arawaks, tentang Civil War sebagaimana dialami oleh kaum Irlandia di
New York, tentang perang Dunia pertama dilihat dari pihak kaum Sosialis, dan
tentang penaklukan Filipina menurut tentara kulit hitam di Luzon.
Berbicara
mengenai sejarah, sejarah merupakan hal penting bagi kita karena sejarah adalah salah satu alat untuk membentuk pemahaman
kita tentang dunia kita . Dengan
belajar sejarah kita dapat mengetahui nilai atau pesan yang hendak disampaikan.
Namun, kondisi sekarang, kita justru menjadi bangsa yang mudah lupa akan
sejarah bangsanya. Sejarah dianggap barang kuno, usang, dan ketinggalan jaman.
Belajar sejarah selama ini dianggap membosankan. Hal ini bisa terjadi karena
sejak dini kita diajari sejarah hanya terpaku pada nama, lokasi, dan tahun
peristiwa. Ini pun dengan cara dihafal. Suatu kekeliruan fatal dalam dunia sosial.
Kurikulum sejarah dalam sistem
pendidikan kita memang masih dianggap sebelah mata dibanding pelajaran lainnya.
Peserta didik hanya mengetahui sejarah sebatas peristiwa di masa lalu tanpa
perlu mengetahui nilai dan makna di balik kejadian tersebut. Sejarah dianggap
tidak memiliki korelasi terhadap apa yang kita kerjakan saat ini maupun bagian
dari rencana masa depan. Mengapa belajar sejarah menjadi membosankan? Ini tidak
terlepas dari kebijakan pemerintah, terutama sejak orde baru, yang memasukkan
unsur politik ke dalam pembelajaran sejarah. Sejarah tidak lagi berdiri
sendiri, tapi sudah dipengaruhi kebijakan politik dengan tujuan mengamankan
kepentingan penguasa. Sejatinya, penguasa sangat sadar, jika generasi muda
belajar sejarah dengan sungguh-sungguh, maka dapat mengganggu jalannya
pemerintahan. Oleh karena itulah, berbagai peristiwa sejarah dipolitisir dengan
mengaburkan narasi peristiwa sesungguhnya. Untuk mendukung kebijakan ini,
pemerintah merangkul sejarawan untuk menuliskan narasi sejarah sesuai selera
penguasa. Beberapa ciri historiografi sejarah versi penguasa adalah:
pertama, mengedepankan aktor sejarah
yang berasal dari kalangan penguasa. Perubahan dalam sejarah hanya muncul dari
kelompok penguasa. Rakyat kecil sebatas pelengkap saja. Versi sejarah seperti
inilah yang diprotes oleh sejarawaan Sartono Kartodirjo, yang menyebutkan wong
cilik juga bisa melahirkan sejarah seperti yang ia tuliskan dalam Pemberontakan
Petani Banten (1888).
Kedua, monopoli kebenaran. Sejarah
pesanan penguasa menabukan adanya perbedaan sudut pandang penulisan sejarah.
Seperti historiografi peristiwa G 30 S yang menurut orde baru diotaki secara
tunggal oleh Partai Komunis Indonesia (PKI). Dan ini bertahan sampai sekarang.
Padahal, sudah banyak tulisan mengenai peristiwa ini yang menyebutkan
keterlibatan pihak lain, termasuk Soeharto.
Ketiga, historiografi sejarah buatan
penguasa tidak hanya sebagai bahan bacaan semata, tetapi juga digunakan sebagai
media indoktrinasi yang didukung dengan bantuan media elektronik seperti pembuatan
film. Kita tentunya sudah biasa menonton fim G 30 S PKI setiap bulan September
kala Soeharto masih berkuasa.
Keempat, teks sejarah versi penguasa
bertujuan untuk “mencuci” otak alam pikiran masyarakat. Di mana status quo
akan aman ketika kondisi sosial masyarakat bisa dikendalikan. Yaitu dengan
menanamkan rasa benci atau permusuhan terhadap kelompok lain yang dianggap
bersalah atau bertanggung jawab atas suatu peristiwa sejarah. Buku-buku yang
memuat PKI dan film G 30 S PKI, terbukti efektif menimbulkan rasa permusuhan
masyarakat terhadap anggota masyarakat lainnya yang terlebih dahulu sudah dicap
sebagai anggota atau simpatisan PKI. Mereka dikucilkan bahkan tidak memiliki
akses hidup seperti masyarakat lainnya. Padahal, banyak diantara mereka yang
tidak tahu-menahu soal peristiwa kelam tersebut.
Masih
ingatkah ungkapan “seseorang yang menguasai teks adalah orang yang bisa memutar
balikkan sejarah” maka dari itu, kita harus banyak membaca buku namun kita
tidak boleh sepenuhnya mempercayai isu yang ada di dalam buku tersebut dan kita
harus membaca referensi lain agar bisa menemukan fakta yang sebenarnya. Karena
bisa jadi penulis memutar balikkan sejarah dengan cara merubahnya menjadi
sejarah yang palsu demi kepentingan politik para penguasa. Kebenaran memang
harus diungkap, kita tidak boleh mempercayai sejarah hanya melalui oral atau
pendapat seseorang melainkan harus dibuktikan dengan membaca buku, sebab sejarah
bisa saja berubah dari zaman ke zaman apabila tidak dituliskan dalam sebuah buku.
Referensi
generic structure ko ga hidpukan dan tidak difungsikan dengan baik padahal kan ada di silabus. Mengulas ulang sejarah memang bagus tapi apakah ia memperkuat perspektif kamu dalam artikel ini?
ReplyDelete