Konteks Sebuah Tulisan
Menulis. Menulis bukanlah hal yang mudah, semudah
membalikkan telapak tangan. Seperti halnya saat kita menulis Class Review ini,
proses yang kita alami saat menulis mungkin tidak bisa diungkapkan oleh
kata-kata, karena tanpa kita sadari banyak moment-moment yang sangat berharga
saat proses tersebut terjadi. Seperti saat kita mengkoneksikan antara kita
sebagai penulis dan antara kita sebagai pembaca. Perlunya mengkoneksikan
hal-hal tersebut guna menghasilkan meaning bagi para pembaca lainnya.
Saat menulis sebuah buku,
sebagai penulis kita harus mengaitkan antara kita sebagai penulis dan mereka
sebagai pembaca. Sebagai manusia yang normal, kita pasti memiliki perbedaan
dalam hal pemahaman. Maka dari itu, saat menulis hendaknya kita tinjau
kata-kata yang akan kita gunakan dalam teks tersebut agar pembaca dapat dengan
mudah mengerti apa yang kita maksud.
Wacana
bertindak sebagai semacam sumber budaya, seperti halnya penulisan kisah-kisah
sejarah. Dalam batasa-batasan tertentu pembaca bertindak mereproduksi makna
dari sebuah teks.
Text dan context yang ada di dalam discourse bagaikan seorang ibu dan anaknya, dengan kata lain itu tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Text terbagi dalam dua bentuk, yaitu physical beings (fisik) dan semiotic beings (simbol). Keduanya menjadi satu paket karena text hanya akan menjadi simbol jika dia mempunyai bentuk fisiknya. Dengan kata lain, text juga berfungsi sebagai alat komunikasi atau sesuatu yang diproduksi manusia. Sehingga, text dapat di tulis di berbagai benda, mulai dari kayu, batu, besi, dan lainnya (Lehtonen, 2000:72).
Text dan context yang ada di dalam discourse bagaikan seorang ibu dan anaknya, dengan kata lain itu tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Text terbagi dalam dua bentuk, yaitu physical beings (fisik) dan semiotic beings (simbol). Keduanya menjadi satu paket karena text hanya akan menjadi simbol jika dia mempunyai bentuk fisiknya. Dengan kata lain, text juga berfungsi sebagai alat komunikasi atau sesuatu yang diproduksi manusia. Sehingga, text dapat di tulis di berbagai benda, mulai dari kayu, batu, besi, dan lainnya (Lehtonen, 2000:72).
Teks sangat bergantung kepada konteks, konteks
mencakup faktor-faktor yang membawa penulis dan pembaca kepada proses
pembentukan makna. Konteks mencakup semua hal berikut :
1. Substansi: materi fisik yang
membawa relay teks
2. Music dan gambar
3. Paralanguage : perilaku yang
berarti bahasa yang menyertai, seperti kualitas suara, gerak tubuh, ekspresi
wajah dan sentuhan (dalam kecepatan), dan pilihan dari jenis huruf dan ukran
huruf (secara tulis)
4. Situasi : dan hubungan objek
dan orang-orang disekitarnya teks, seperti yang dirasakan oleh para peserta.
5. Co-teks : yang mendahului
atau mengikuti analisis, dan peserta menilai wacana yang sama.
6. Intertext : teks yang
dianggap peserta sebagai milik wacana lain
7. Peserta : niat dan
interpretasi mereka, pengetahuan dan keyakinan, sikap interpersonal, afiliasi
dan perasaan.
8. Fungsi : teks tersebut
dimaksudkan untuk apa
Lehtonen mendeskripsikan discourse lebih
mengacu pada Semantic (arti kata) meaning, sedangkan Hyland lebih kepada
Linguitic (bahasa). Keduanya memang mengarah pada satu tujuan tentang teks
(human produce) dan konteks (situation arround of text). Pada dasarnya teks dan
konteks merupakan satu kesatuan yang tidak dapat diterpisahkan.
Buku adalah sarana untuk mencari informasi atau sejarah.
Tapi bagaimana jika sarana informasi yang selama ini kita percayai adalah
sesuatu yang tidak terjamin kebenarannya? Seperti halnya kasus Cristopher
Colombus yang selama ini dipercayai masyarakat Amerika (bahkan seluruh belahan
dunia) sebagai pahlawan karena telah menemukan benua Amerika. Tapi, kenyataannya kini banyak beredar isu
bahwa Colombus bukanlah orang pertama yang menemukan benua Amerika, melainkan
orang muslim keturunan China yang lebih dulu menemukan benua Amerika.
Sebenarnya saya tidak terlalu kaget ataupun bersikap
berlebihan tentang fakta mengenai kebusukan Colombus, karena saya sendiri bukan
berasal dari benua Amerika. Tapi, saya sebagai bangsa Indonesia yang patut mempelajari
sejarah dunia demi menjaganya suatu budaya literasi di negeri ini. Mungkin itu
hanyalah contoh kecil dimana terjadinya manipulasi sejarah yang selama ini kita
agung-agungkan kebenarannya. Bagaimana nasib anak cucu kita kelak jika pada
kenyataannya sejarah (buku) bukanlah hal yang dapat dipastikan kebenarannya.
Seperti kita ketahui sebelum terkuaknya fakta kekejaman Colombus, seluruh
masyarakat dunia mempercayai bahwa Colombus adalah pahlawan, bagaimana bisa
seorang diktator seperti-nya dapat dipercayai sebagai pahlawan bangsa Amerika.
Kenapa masyarakat dunia mudah percaya oleh sebuah informasi tanpa mereka
ketahui kebenarannya?
Seharusnya sebagai masyarakat yang memiliki ideologi
tersendiri, harusnya dapat memilah milih informasi yang kita peroleh. Kesalahan
yang dilakukan masyarakat adalah terlalu mudah mempercayai suatu peristiwa
tanpa kita ketahui kebenarannya. Sungguh kenyataan yang sangat ironis. Apa yang
perlu direkayasa untuk memperbaharui pola fikir masyarakat? Yang perlu
direkayasa adalah strategi dalam membentuk pola fikir masyarakat. Contohnya
seperti saat pembelajaran di kelas, alangkah baiknya seorang guru dapat
membimbing siswanya agar lebih memilah milih bacaan dan tidak mudah mempercayai
suatu isu sebelum mencari tahu bukti dan faktanya. Sebaliknya sebagai seorang
penulis, sebelum menulis sebuah buku hendaknya menganalisis apa yang akan ia
tulis sebelum menulisnya.
Seperti halnya yang dikatakan
Cutting ( 2002: 3 ) bahwa ada tiga
aspek utama dalam penafsiran konteks. Sebagai berikut :
v Konteks situation : apa yang masyarakat tahu tentang apa
yang dapat mereka lihat disekitar mereka.
v Latar belakang konteks
pengetahuan : apa yang masyarakat ketahui tentang dunia dan aspek kehidupan,
dan apa yang mereka ketahui tentang satu sama lain.
v Co-tekstual konteks : apa yang masyarakat ketahui tentang
apa yang mereka miliki telah menyatakan aspek-aspek interpretasi telah dating untuk
digulung menjadi ide masyarakat.
Ada beberapa keyword penting saat menulis,
dimana menulis itu melibatkan context, literacy, culture, technology, genre and
identity.
ü Konteks : penulis dan pembaca sama-sama berperan
dalam mencari meaning
ü Literasi : Menulis
berarti membentangkan dan membangun dunia. Baca-tulis
merupakan sebuah praktik dimana kita mencoba memahami suatu topic.
ü Culture : budaya sangat amat mempengaruhi tulisan
seseorang. Karena setiap orang memiliki identitasnya tersendiri. Karena itu,
sejarah amat sangat mempengaruhi sebuah tulisan seseorang.
ü Tekhnologi : semakin hebatnya teknolgi, semakin
memudahkan seseorang dalam menulis. Contohnya saat kita ingin membagi suatu
tulisan kita, kita dapat dengan mudah menyebarkannya melalui internet karena
lebih mudah dan praktis contohnya seperti PDF (portable document format)
ü Genre : Genre berfungsi sebagai proses sosial karena masyarakat dari
sebuah budaya berinteraksi satu dengan lainnya untuk mencapai sebuah genre.
ü Identity : identitas seorang penulis sangat amat
mempengaruhi isi dari tulisan. Semua penulis pasti memiliki sebuah identitas,
tapi bagaimana kita membangun identitas kita sendiri dengan tidak mengcopy
identitas orang lain.
Jadi,
kesimpulannya adalah dengan menulis dan membaca kita dapat mengetahui
baik-buruknya suatu tulisan agar kita tidak mudah terjerumus dalam suatu topic yang
salah.seperti halnya kebohongan sejarah yang telah saya bahas diatas. Dan melalui
konteks, seorang penulis dalam tulisannya dapat mengubah persepsi seseorang
bahkan seluruh dunia.
Referensi :
Lehtonen, Mikko. 2000. The Cultural
Analysis of Text. London: SAGE
Publications Ltd.
Hyland, Ken. 2009. Teaching and Researching Writing. United Kingdom: Pearson Education Limited.
0 comments:
Post a Comment