“Sejarah bukanlah
sosok yang terpendam yang harus dipendam, akan tetapi sosok perjalanan
terpendam yang memang harus dikeluarkan dari pendamannya”
Mencari
suatu kebenaran tak semudah berkaca di hadapan cermin, apabila sudah nampak
wajah kita maka itulah diri kita yang sebenarnya. Begitu pula dengan kenangan
yang tak pernah luput dari pengalaman. Anak cucu adam adalah kita semua yang
dinobatkan sebagai generasi berikutnya bagi bangsa. Kualitas bangsa ada
ditangan generasinya kelak.
Indonesia
adalah salah satu Negara yang tak pernah luput dari berjuta kenangan sejarah
yang ada di dalamnya. Sebagian besar orang mengetahui bahwa sejarah merupakan
suatu peristiwa atau kejadian yang benar-benar terjadi di masa lalu. Kita dapat
mempelajari sejarah dari siapapun karena per kembangan sejarah akan terus
berubah dan memang bersifat unchangeable.
Pengetahuan sangat penting begitu pula dengan pengalaman yang statusnya
sangatlah diperlukan. Akan tetapi yang menjadi permasalahannya adalah apakah
kita sebagai warga Negara Indonesia benar-benar menyadari akan pentingnya
sebuah sejarah?
Tak
dapat dipungkiri kalau masyarakat Indonesia sangatlah acuh tak acuh terhadap
sejarah yang telah terjadi tempo dulu. Bahkan seolah-olah sejarah tinggallah kenangan
belaka yang hanya bisa dikenang dan tak terlalu penting untuk dipelajari. Bukan
hanya masyarakat biasa yang tak menghiraukan sejarah terutama sejarah di
Indonesia, akan tetapi juga sudah berkecambah bahakan menjalar hingga menelusup
ke dalam otak tiap siswa Indonesia. Para siswa selalu menganggap bahwa sejarah
hanyalah mereka kenal lewat pelajaran sejarah saja di sekolah. Eits…!! Jangan
salah loh, justru semuanya berawal dari sejarah, kita dapat menanam bibit-bibit
pengetahuan baru yang nantinya bermanfaat bagi kita juga sebagai generasi yang
baik.
Hari
demi hari, bulan demi bulan hingga tahun demi tahun banyak perubahan yang
selalu diupayakan Indonesia demi meningkatkan kualitasnya dikancah
internasional terutama dalam bidang pendidikan. Akan tetapi sungguh disayangkan
sekali, di sini hanya dipantau dari satu sisi saja tanpa memperhatikan sejauh
mana anak bangsa Indonesia dalam mengarungi bahtera literasi mereka. Tak usah
jauh lah berhayal, karena hayalan tanpa tujuan hanya akan membuang-buang waktu
untuk memikirkan hal itu. Masih saja ironis untuk pendidikan di Indonesia. Tak
ada orang tua ataupun guru yang menginginkan anak-anaknya lemah akan sejarah.
Berdasarkan
kenyataan yang ada sekarang adalah kurang minatnya siswa untuk membaca. Membaca
apapun itu bentuknya pasti akan membawakan manfaat bagi siapapun yang berminat
untuk membacanya. Semuanya berawal dari diri-sendiri. Bukan dunia yang akan
merubah diri kita akan tetapi diri kitalah yang akan mengubah dunia dari sejauh
mana pengetahuan yang kita miliki dan sedalam mana ilmu yang kita peroleh.
Banyak cara yang dapat kita lakukan untuk mengetahui bagaimana sejarah yang
telah terjadi di negeri ini khususnya di Indonesia. Memori manusia sangatlah
beragam, adanya kapasitasnya hanya sebatas mengingat tanpa teks dan ada pula
yang tak kuat mengingat lalu ia hanya bergantung pada informasi yang
disampaikan dari orang lain, ada pula yang berperan sebagai saksi bisu sebuah
sejarah yang dituliskan kembali lewat tinta-tinta indahnya sehingga akan selalu bermanfaat bagi siapa saja yang
membacanya.
Peran
siswa sangatlah penting dalam pembahasan kali ini. Mungkin akan terasa jenuh
apabila harus terus-menerus dihadapkan dengan serangkaian sejarah sebagai saksi
bisu adanya Negara Indonesia tercinta ini. Namun sangat disayangkan karena hal
ini hanya dipandang sebelah mata. Ada
beberapa hal yang harus diketahui oleh anak bangsa berdasarkan pernyataan dari
Howard Zinn (penulis artikel Speaking
Truth to Power with Books1) bahwa ada kalanya ketika membaca
buku tingkat kesadaran pembacanya akan terpengaruhi, tanpa secara langsung dari
teks yang dibaca akan tersalur ide dari penulis kepada pembaca tanpa
terpikirkan sebelumnya. Perlu diketahui juga bahwa sosok Howard Zinn dapat
dijadikan contoh pula bagi kita sebagai generasi penerus karena beliau seorang
penulis yang awalnya tidak terlalu berambisi menjadi seorang pembaca dan juga
penulis, akan tetapi karena berawal dari keinginannya untuk membaca walau hanya
memiliki sebuah buku. Akan tetapi dari situlah ia berubah dari sosok sekumpulan
kalimat yang dapat menusuk pikirannya
hingga menjadi seseorang yang kritis terhadap apa yang ia baca.
Tidak
hanya Howard Zinn saja, akan tetapi masih banyak tokoh lainnya yang dapat
dijadikan pacuan untuk membangkitkan semangat anak Indonesia dalam
mengembangkan imajinasinya dalam mempelajari secara dalam mengenai sejarah
bahkan fenomena penting yang terjadi dan sama sekali belum diketahui bagi
pembacanya. Teks dalam buku tidak hanya memiliki satu pandangan mengenai sejarah,
akan tetapi puluhan, ratusan bahkan ribuan sudut pandang yang bertaburan di
atas lembar putih sebagai saksi bisu sebuah sejarah. Tidaklah semuanya benar
apa yang dituliskan ke dalam sebuah teks. Hanya dengan satu topik, otak kita
(sebagai siswa bahkan mahasiswa) dapat diputar-balikkan oleh serangkaian opini
bahkan fakta yang memang tidak kita ketahui sebelumnya.
Pengetahuan
yang luas dan tinggi atau rendahnya minat baca sangatlah memiliki pengaruh yang
besar dalam meningkatkan rasa literate kita sebagai pembaca. Tidak semuanya
teks yang kita baca itu benar sesuai fakta, akan tetapi bisa jadi itu hanya
beberapa opini atau argumen para penulis yang pada akhirnya akan membuat
pembaca seolah-olah timbul beberapa pertanyaan mengenai apa yang ingin ia
ketahui. Tidak lepas dari peran para siswa, kompetisi pun kerap dilakukan oleh
para guru guna meningkatkan kualitas literasi para siswa. Tingkat pendidikan di
Indonesia sangatlah rendah dibandingkan dengan Negara-negara lain, hal ini
dibuktikan melalui penelitian dari data Progress in International Reading
Literacy Study (PIRLS) yang meneliti siswa kelas IV SD menunjukkan bahwa
prestasi membaca siswa Indonesia sangat rendah. Kemampuan membaca siswa
Indonesia pada urutan ke-45 dari 49 negara yang diteliti. Skor Indonesia (405)
berada di atas Katar (353), Maroko (323), dan Afrika Selatan (302). (www.dnaberita.com)
Tingkat
tinggi-rendahnya kepandaian siswapun tak dapat disalahkan, karena hanya siswa
yang mempunyai tingkat intelektual tertentu yang mudah menyerap suatu sejarah
atau fakta dari sebuah teks yang akan atau telah dibaca. Terdapat kesulitan dan
salah pemahaman oleh para siswa pula yang menjadi salah satu faktor kenapa
generasi bangsa enggan mengetahui sejarah yang ada di Indonesia bahkan di dunia
walaupun hanya sekilas. Ketika dihadapkan dengan teks, banyak sekali reaksi
yang beragam dari tiap individu mulai
dari perut terasa mual karena terpaksa membaca, kepala pusing karena teks yang
dibaca sulit untuk diserap, bahkan bisa menyebabkan siswa tersebut frustasi
karena tidak adanya rasa ikhlas untuk membaca teks tersebut.
Banyak
tokoh yang mengemukakan pendapatnya mengenai kegunaan sejarah, antara lain C.P.
Hill (1956) yang menyatakan bahwa mempelajari sejarah banyak kegunaannya bagi
peserta didik, antara lain:
1. Secara unik dapat memuaskan rasa
ingin tahu tentang orang lain, tentang kehidupan para tokoh/pahlawan,
perbuatan, dan cita-citanya dan juga dapat membangkitkan kekaguman tentang
kehidupan manusia masa lampau,
2. melalui pengajaran sejarah dapat
dibandingkan kehidupan zaman sekarang dengan masa lampau,
3. melalui pengajaran sejarah dapat
diwariskan kebudayaan umat manusia,
4. lewat pengajaran sejarah di
sekolah-sekolah dapat membantu mengembangkan cinta tanah air di kalangan para
siswa.
Dengan
membaca sejarah seolah-olah pembaca dituntut untuk terjun ke dalam teks
tersebut bahkan terseret pula menjadi saksi bisu adanya peristiwa itu terjadi.
Dengan membaca sejarah pula seolah-seolah dituntut untuk mengungkap tabir
peristiwa yang telah terjadi di masa lalu. Melalui teks pula sejarah dapat
diungkap dan selalu dikenang. Akan tetapi apakah kita sebagai masyarakat
Indonesia dapat memahami betul kenapa kita dituntut untuk mengetahui suatu
sejarah? Pasti jawabannya adalah tergantung individunya masing-masing, karena
kita tak pernah dituntut untuk mengerti, memahami bahkan menghafal sebuah
sejarah untuk bersemayam diotak kita yang secara realita sangatlah jauh dari
harapan.
Masyarakat
Indonesia masih terbawa dengan literate lama. Hal ini yang menyebabkan mereka
sulit untuk menulis sebuah memory penting dalam hidup mereka sehingga
turun-temurun ke anak cucu mereka sampai saat ini. Sebagian besar masyarakat beranggapan
bahwa dengan cara menyampaikan suatu kejadian atau sejarah melalui mulut ke
mulut akan lebih efektif karena dilakukan secara langsung berdasarkan apa yang
mereka ketahui.
Perkembangan
tekhnologi semakin canggih bahkan manusianya pun semakin pandai dalam
menyesuaikan semua persoalan yang ada. Apalah jadinya jika Negara ini tanpa
perubahan melalui sejarah? Masyarakat bisa saja berkata A atau B akan tetapi
dari argument mereka pantaskah dijadikan contoh bagi para siswa untuk
dipelajari? Kini semuanya ada ditangan kita. Apakah kita hanya akan dijadikan
pengikut unutuk memahami suatu serjarah tanpa dilandasi pengetahuan kita yang
cukup untuk semua itu.
Seorang
pembaca butuh sumber bacaan yang akurat, begitu pula seorang penulis yang
sangat teramat membutuhkan sumber sebagai bahan rujukan untuk menguatkan apa
yang hendak dituliskan olehnya sebelum diedarkan danj dibaca kembali oleh
khalayak umum. Rendahnya minat baca anak Indonesia menjadikan mereka sekumpulan
anak yang vakum terhadap perkembangan sejarah. Nampaknya perlu diupayakan lagi
leh para guru agar menjadikan anak didik mereka sebagai anak yang gemar membaca
terutama agar tidak cepat terbodohi oleh isu sejarah yang berkembang yang belum
jelas akan kebenarannya.
Howard
Zinn seorang penulis “Speaking Truth to
Power with Books” memaparkan bahwa dari tiap kata yang terurai dalam setiap
teks, di situlah suatu sejarah akan merasuki otak pembacanya yang menjadikan
seolah-olah roh pembaca ikut terbang melayang bersama sejarah yang tengah
dibaca. Kembali lagi terhadap anak bangsa yang pada dasarnya tidak memiliki
keabsahan diri untuk membaca. Apalah jadi negeri ini apabila generasi
penerusnya pula tidak mengetahui bagaimana sejarah atas sesuatu fenomena yang
telah terjadi dan patut untuk diungkap? Berbicara hanya berbicara, dan menulis
hanyalah menulis, fenomena inilah yang harus dijadikan perhatian khusus bagi
para orangtua ataupun guru agar anak-anaknyatidak tertinggal sebagai warga yang
berliterate? Banyak yang mengatakan bahwa dengan banyak membaca seakan dunia
berada dalam genggaman kita, begitupunsebaliknya apabila kita tidak suka
membaca maka seolah-olah kita berada pada sekumpulan orang-orang akan tetapi
kita tidak tau harus melakukan apa.
Inilah
kekuatan teks, inilah kekuatan daya ingat, dan inilah kekuatan antara
writer-reader yang tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya. Untuk memberikan contoh
yang cukup sederhana kepada anak bangsa ialah tidak usaha terlalu jauh
memperkenalkan sejarah yang ada diluar terlebih dahulu, akan tetapai perkenalkanlah
beberapa sejarah yang ada disekitar kita. Dapat dilakukan melalui penjelasan,
kemudian melalui teks agar apa yang diucapkan sesuai dengan fakta yang ada. Dengan
membaca dan menulis bahwasanya dapat membuat perspektif dan pandangan seseorang
akan terbuka yang awalnya tidak tahu menjadi pengetahuan baru baginya.
Salah
satu contoh lagi yang dicantumkan oleh Howard Zinn yaitu mengenai suatu kasus
akan kepercayaan masyarakat Amerika terhadap penemuan Benua Amerika oleh
Christopher Columbus. Tidak semua tulisan mengandung kebenaran dan tidak semua
tulisan hanya isu belaka dan begitu pula dengan salah satu contoh Columbus di
sini. Banyak terjadi salah pemahaman mengenai sosok seorang Columbus di mata
dunia. Ihwalnya Ia diketahui oleh khalayak umum sebagai sosok pahlawan yang
telah menemukan Benua Amerika pada tahun 1492 silam. Akan tetapi banyaknya
pandangan dari sudut pandang penulis yang merealisasikan suatu kebenaranyang
harus terungkap. Tidak sedikit pula yang mengatakan bahwa Columbus ialah sosok
navigator Spanyol Italia yang serakah, selalu berkomba-lomba demi memenuhi
kepuasannya untuk mendapatkan emas, dijelaskan pula bahwa Ia adalah sosok
yangbengis, mutilator, suka membunuh dan pandangan buruk yang lainnya mengenai
dia. Penulis merupakan titik kunci suatu sejarah yang harus diungkap
kebenarannya, akan tetapi bagaimana pula nasib masyarakat yang yang masih awan
akan sejarah yang disulitkan untuk mempercayai kebenaran yang mana yang tepat
untuk dijadikan sumber informasi.
Banyak
yang tersembunyi dari sejarah yang tersembunyi (Ahmad Mansyur, Api Sejarah). Sebenarnya banyak sekali
sejarah yang benar-benar harus diketahui. Tanggapan masing-masing individu
memanglah berbeda. Nah, yang jadi perbedaan disinilah yang menyebabkan kesalah
fahaman terhadap keabsahan suatu sejarah yang harus dibagikan kepada yang
lainnya.
Memang
ironis, di tahun 2014 ini Indonesia masih dalam urutan terendah akan
perkembangan para siswanya terkait dengan kepedulian terhadap sejarah. Sebagian
besar dari mereka hanya mengandalkan pendengaran dari info satu ke info yang
lain yang kemudian akan diserap kembali berdasarkan pemahaman mereka sendiri.
Dalam fenomena ini perlu dipahami bahwasanya memperoleh informasi hanya melalui
lisan, hal itu tidak akan berlangsung lama, bahkan tidak usah menunggu lama,
informasi yang telah diperoleh sedikit demi sedikit akan memudar dari ingatan
pendengarnya. Lain halnya jika mendapatkan pengetahuan melalui tulisan yang
dipercaya dapat meningkatkan ingatan kita dan membantu untuk meningkatkan minat
baca kita untuki mengetahui sejarah. Hal ini terbukti melalui firman Allah
dalam Surat Huud (11( :120)) :
“Dan semua kisah dari rasul-rasul kami ceritakan kepadamu,
ialah kisah-kisah yang dengannya kami teguhkan hatimu; dan dalam surat ini
telah datang kepadamu kebenaran serta pengajaran dan peringatan bagi
orang-orang yang beriman.” (Qs. Huud (11) :120)
Teks
merupakan sekumpulan kata, kalimat yang diciptakan oleh penulis baik melalui
imajinasi ataupun berdasarkan fakta disekelilingnya. Dengan belajar sejarah,
berarti setidaknya kita telah membantu mencerdaskan anak bangsa perihal cinta
terhadap budaya dan sejarah. Tanpa kita sadari bahwasanya teks dapat
memanipulasi segala peristiwa bahkan isu terkini yang tengah terjadi di sekitar
kita. Dari teks tersebut dapat mendoktrin pikiran kita untuk ikut kedalam
permasalahan yang sedang dibahas tersebut. Tugas generasi bangsa ialah belajar
untuk menjadi anak bangsa yang berliterate tinggi sehingga tidak terkesan
tertinggal oleh siswa-siswa Negara lain yang memang terbukti memiliki kesadaran
yang cukup tinggi akan pentingnya membaca dan menulis bagi pendidikan dan masa
depan mereka.
Perlu
diingat kembali bahwa bapak proklamator kita yaitu Ir. Soekarno dan Mohammad
Hatta pernah mengatakan “membangun Negara awali dengan memulai dari membaca….”
Tidak hanya membaca mengenai info-info terkini saja akan tetapi pentingnya
membaca untuk memperdalam suatu kebenaran sejarah yang telah terjadi
sebelumnya. Ironisnya, tidak sedikit yang mengabaikan hal ini. Kenyataan
mengenani literasi anak bangsa Indonesia terbukti berdasarkan Survey Unisco
yang dikutip kembali dari laman, Republika, 26 Januari 2011 yang menunjukkan
bahwa “Indonesia sebagai Negara dengan minat baca terendah dibandingkan dengan
Negara lain di tingkat ASEAN.” Fakta tersebut terlihat dari skor yang dicapai
usia 15 tahun dalam kemampuan menyerap informasi dari teks yang dibaca.
Mengenai hal ini yang mendapati argument dari Ade Irawan salah satu Anggota
Koalisi Pendidikan , melalui Relis Pers, 06 Desember yang berpendapat “Dari
stude tersebut, sejak tahun 2000, Indonesia selalu berada pada salah satu
peringkat terendah.”
Telah
banyak upaya yang dilakukan Indonesia demi meningkatkan mutu kecerdasan anak
bangsa. Akan tetapi kenyataan yang ada problematika ini seringkali diabaikan
begitu saja bagi sebagian masyarakat Indonesia khususnya siswa sampai
mahasiswa. Padahal dengan sering membaca buku akan merubah hidup kita lebih
baik. Berdasarkan artikel “Speaking Truth to Power with Books” yang memaparkan
pandangannya bahwasanya buku dapat merubah hidup kita (the book changed my
life). Memang benar adanya apabila seseorang gemar membaca berbagai jendela
ilmu akan mudah kita serap dan pahami.
Tidak
semua informasi lewat lisan itu benar. Hal ini akan menjadi kasus yang cukup
fatal apabila terjadi pula pada siswa yang baru dipelajari akan pentingnya
belajar sejarah sebagai sosok saksi bisu yang harus diungkap. Apabila hal ini
terjadi, nampaknya para guru harus segera bergegas untuk menyiapkan beberapa
buku sebagai bekal referensi tambahan beliau untuk menguatkan kasus atau
sejarah apa yang hendak disampaikan kepada mereka.
Indonesia
adalah Negara kaya akan sejarahnya. Mulai dari kehidupan Indonesia pada saat
masih dalam penjajahan, sejarah mengenai pahlawan-pahlawan yang memiliki peran
penting demi tercapainya Indonesia merdeka, hingga sejarah perubahan peradaban
masyarakatnya yang beragam bahkan kasus-kasus hukum yang ada di Indonesia
sampai saat ini. Namun, yang menjadi sorotan adalah dengan banyaknya
sejarawan-sejarawan yang telah terbukti bahwa merekalah saksi kehidupan
sebenaranya di Indonesia benar-benar dihormati oleh masyarakat Indonesia? Mengkin
saja dibenak sebagian orang mengatakan yang berlalu biarlah berlalu, kini
zamannya sudah modern banyak sumber yang bias diambil selain dari mereka. Tidak
sepatutnya kita mengabaikan mereka karena bagaimanapun juga tanpa sejarawan kita
tidak akan tahu bagaimana keadaan dunia pada waktu dulu terutama Indonesia.
Kritis
dan semakin kritis. Mungkin itulah kata yang tepat bagi anak zaman sekarang. Sesekali
mereka diberikan teks, maka beribu pertanyaan bahkan argument akan cepat
terlontarkan dari benak mereka perhal teks yang mereka dan baca dan berdasarkan
informasiyang mereka dengar. Marilah sekarang kita beranjak pada perubahan. We are united in our differences. Kita tidak
dapat menyalahkan Indonesia sepenuhnya kenapa minat cinta kita sebagai generasi
penerus terhadap sejarah harus dihadapkan pada posisi terendah dimata dunia.
Bagai
anak itik yang selalu mengikuti induknya kemanapun induknya berjalan. Itulah kalimat
yang cocok untuk menggambarkan anak bangsa sekarang. Nenek moyang kita yang
dulunya hanya mengenal system lisan sebagai pusat untuk menyampaikan informasi
atau kejadian yang telah mereka alami sebelumnya. Hal ini yang menyebabkan system
lisan masih melekat kental dalam peradaban budaya anak bangsa.
Dari
sekian penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa saling mengingatkan dan saling
berbagi pengetahuan itu sangatlah bermanfaat. Apalagi sekarang sudah banyak
orang-orang yang memang pantas dijadikan sumber untuk menggali ilmu terutama
mengenai sejarah (guru, sejarawan, sastrawan, dan sebagainya). Membiasakan siswa
membaca dan menggali informasi lebih lanjut nampaknya harus dilakukan sejak
usia dini. Pentingnya perpustakaan di sekolah yang tersusun rapih dan menarik
sehingga nyaman untuk dikunjungi dan merupakan salah satu upaya untuk
meningkatkan minat baca anak. Sebagai seorang guru dan pengelola pendidikan
alangkah baiknya meninggalkan paradigma lama dan bangun pendidikan yang modern
dengan tidak melupakan pentingnya mempelajari sejarah dan pengetahuan luas
mengenai peristiwa apa saja yang telah terjadi. Sejarah bukanlah sosok yang
terpendam yang harus dipendam, akan tetapi sosok perjalanan terpendam yang
memang harus dikeluarkan dari pendamannya. Mari kita berbicara dengan kebenaran
yang ada melalui karya tulisan kita yang memang layak untuk dibaca dan dapat
dipertanggung jawabkan kebenaranya bagi para pembaca.
Referensi
:
http://id.wikipedia.org/wiki/Sejarah
http://www.dnaberita.com
http://kpkbanjar.org.com
http://belajarserbaneka.blogspot.com
fokus artikel kamu harusnya terbentuk sejak kalimat pertama digulirkan. Posisi kamu sebagai kritikus ko belum nampak ya?
ReplyDelete