Wacana
“Classroom Discourse to Foster Religious Harmony” yang ditulis oleh Prof.
Chaedar Alwasilah ini mengemas dua fokus pembahasan yaitu “Classroom Discourse”
dan “Religious Harmony”. Kesalahan penulis dalam merespon atau mengkritisi
wacana tersebut sangat fatal sekali, yakni tidak menjelaskan definisi dari
classroom discourse itu sendiri. Padahal jalan atau media untuk membangun
sekaligus mengembangkan pemahaman ihwal religious harmony, diharuskan untuk
mengetahui bahkan mengenal ihwal classroom discourse atau wacana kelas.
Sebelum
melangkah lebih jauh ke terma Classroom Discourse ( wacana kelas ), kita harus
mengenal terlebih dahulu definisi dari Wacana. Dalam kridalaksana (2011) dipaparkan bahwa wacana merupakan satuan bahasa
terlengkap, dalam hierarki gramatikal merupakan satuan gramatikal tertinggi
atau terbesar. Sementara menurut Louis Marianne (2002) , Wacana merupakan
proses bagaimana seseorang berbicara dan mengerti apa yang dibicarakan dan
didengarnya yang mencakup semua aspek kata yang di ucapkan. Pengertian wacana
termasuk ke dalam tindak tutur yang menurut Abdul chaer
(2004) merupakan gejala individual,
bersifat psikologis dan keberlangsungannya ditentukan oleh kemampuan berbahasa
si penutur dalam situasi tertentu. Jadi, secara garis besar wacana merupakan
proses dimana seseorang menyampaikan ujaran untuk dapat dimengerti oleh orang
lain yang tidak terlepas dari sistem dan kaidah bahasa yang berlaku. Untuk
mengkaji dan memahami wacana maka digunakan analisis wacana atau discourse
analis.
Hal
tersebut dengan cepat menjadi jelas dari studi awal bahwa interaksi verbal
antara guru dan siswa memiliki struktur dasar yang sama di semua kelas, dan di
semua tingkatan kelas, di negara-negara berbahasa Inggris . Pada dasarnya, guru
mengajukan pertanyaan, kemudian satu atau dua siswa menjawab. Setelah itu guru
mengomentari jawaban siswa ( kadang-kadang meringkas apa yang telah dikatakan )
dan kemudian mengajukan pertanyaan lebih lanjut. Pola siklik ini berulang
dengan variasi yang menarik, sepanjang perjalanan pembelajaran.
Guru
sebagai penentu pergerakan kelas harus menciptakan interaksi yang efektif
apabila memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi seperti ; penjabaran
tujuan, motivasi kepada siswa, penggunaan model pembelajaran, dan mengenal
perbedaan individu.
Di
dalam kelas selalu diliputi oleh ideologi-ideologi dan nilai-nilai yang berasal
dari background atau latar belakang siswa itu sendiri. Latar belakang tersebut
yang membentuk kepribadian mereka, dari hal itu ideologi-ideologi muncul dan
berkembang. Dengan kata lain, para siswa memiliki pandangan yang tidak selalu
sama dengan siswa yang lainnya. Pola interaksi siswa yang terjadi ketika di
dalam dan diluar kelas pun berbeda-beda. Ada yang sangat dekat baik di dalam
maupun di luar kelas, ada yang dekat hanya ketika di dalam kelas, dan lain
sebagainya. Interaksi yang terjadi tidak selalu mengimplikasikan keharmonisan.
Terkadangt di dalamnya terdapat tensi-tensi membuat siswa merasa tidak nyaman
dengan sausana kelasnya dan terkadang pula sebaliknya.
Berkariblah
dengan sepi, sebab dalam sepi ada [momen] penemuan dari apa yang dalam riuh
gelisah dicari. Dalam sepi ada berhenti dari menerima ramainya stimulus yang
memborbardir indera kita. Stimulus yang harus dipilah dan dipilih satu satu
untuk ditafakuri, lalu dimaknai, dan dijadikan berguna bagi kita. Bila tidak
mereka hanya dengungan yang bising di kepala saja tak mengendap menjadi sesuatu
yang mengizinkan kita memahami dunia di sekitar kita [sedikit] lebih baik.
Berkariblah dengan sepi, sejak dalam sepi kita menemukan diri yang luput dari penglihatan dan kesadaran ketika beredar dalam ramai; dalam sepi kita dapat melihat pendaran diri yang diserakkan gaduh, mendekat, lalu merapat, membentuk bayang jelas untuk dilihat tanpa harus memuaskan keinginan yang lain.
Berkariblah dengan sepi, sejak dalam sepi kita menemukan diri yang luput dari penglihatan dan kesadaran ketika beredar dalam ramai; dalam sepi kita dapat melihat pendaran diri yang diserakkan gaduh, mendekat, lalu merapat, membentuk bayang jelas untuk dilihat tanpa harus memuaskan keinginan yang lain.
Berkariblah
dengan sepi karena dalam sepi berlalu lalang inspirasi yang tak kita mengerti,
atau tak dapat kita tangkapi ketika kita sibuk berjalan dalam hingar yang
pekak.
Berkariblah dalam sepi sebab dalam sepi suara hati lebih nyaring terdengar jernih.
(Budi Hermawan)
Kesimpulan
Percakapan dapat didefinisikan sebagai bentuk
kegiatan yang melibatkan dua orang atau lebih. Percakapan juga bisa disebut sebagai proses komunikasi. Proses
komunikasi bisa terjadi dimana saja dengan wacana yang berbeda atau sesuai
dengan kondisi yang ada. Interaksi pedagogis merupakan wacana yang dapat kita temui di sekitar dunia pendidikan khususnya di
ruang kelas yang merupakan tempat yang paling sering terjadi
percakapan atau interaksi antara pendidik dan peserta didik ( Teacher-Learner ). Dalam wacana pedagogis banyak hal menarik yang
dapat dikaji dalam usaha memperbaiki kondisi dalam proses pembelajaran
tersebut.
0 comments:
Post a Comment