Saturday, March 1, 2014


Wacana “Classroom Discourse to Foster Religious Harmony” yang ditulis oleh Prof. Chaedar Alwasilah ini mengemas dua fokus pembahasan yaitu “Classroom Discourse” dan “Religious Harmony”. Kesalahan penulis dalam merespon atau mengkritisi wacana tersebut sangat fatal sekali, yakni tidak menjelaskan definisi dari classroom discourse itu sendiri. Padahal jalan atau media untuk membangun sekaligus mengembangkan pemahaman ihwal religious harmony, diharuskan untuk mengetahui bahkan mengenal ihwal classroom discourse atau wacana kelas.
Sebelum melangkah lebih jauh ke terma Classroom Discourse ( wacana kelas ), kita harus mengenal terlebih dahulu definisi dari Wacana. Dalam kridalaksana (2011)  dipaparkan bahwa wacana merupakan satuan bahasa terlengkap, dalam hierarki gramatikal merupakan satuan gramatikal tertinggi atau terbesar. Sementara menurut Louis Marianne (2002) , Wacana merupakan proses bagaimana seseorang berbicara dan mengerti apa yang dibicarakan dan didengarnya yang mencakup semua aspek kata yang di ucapkan. Pengertian wacana termasuk ke dalam tindak tutur yang menurut Abdul chaer (2004)  merupakan gejala individual, bersifat psikologis dan keberlangsungannya ditentukan oleh kemampuan berbahasa si penutur dalam situasi tertentu. Jadi, secara garis besar wacana merupakan proses dimana seseorang menyampaikan ujaran untuk dapat dimengerti oleh orang lain yang tidak terlepas dari sistem dan kaidah bahasa yang berlaku. Untuk mengkaji dan memahami wacana maka digunakan analisis wacana atau discourse analis.
Hal tersebut dengan cepat menjadi jelas dari studi awal bahwa interaksi verbal antara guru dan siswa memiliki struktur dasar yang sama di semua kelas, dan di semua tingkatan kelas, di negara-negara berbahasa Inggris . Pada dasarnya, guru mengajukan pertanyaan, kemudian satu atau dua siswa menjawab. Setelah itu guru mengomentari jawaban siswa ( kadang-kadang meringkas apa yang telah dikatakan ) dan kemudian mengajukan pertanyaan lebih lanjut. Pola siklik ini berulang dengan variasi yang menarik, sepanjang perjalanan pembelajaran.
Guru sebagai penentu pergerakan kelas harus menciptakan interaksi yang efektif apabila memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi seperti ; penjabaran tujuan, motivasi kepada siswa, penggunaan model pembelajaran, dan mengenal perbedaan individu.
Di dalam kelas selalu diliputi oleh ideologi-ideologi dan nilai-nilai yang berasal dari background atau latar belakang siswa itu sendiri. Latar belakang tersebut yang membentuk kepribadian mereka, dari hal itu ideologi-ideologi muncul dan berkembang. Dengan kata lain, para siswa memiliki pandangan yang tidak selalu sama dengan siswa yang lainnya. Pola interaksi siswa yang terjadi ketika di dalam dan diluar kelas pun berbeda-beda. Ada yang sangat dekat baik di dalam maupun di luar kelas, ada yang dekat hanya ketika di dalam kelas, dan lain sebagainya. Interaksi yang terjadi tidak selalu mengimplikasikan keharmonisan. Terkadangt di dalamnya terdapat tensi-tensi membuat siswa merasa tidak nyaman dengan sausana kelasnya dan terkadang pula sebaliknya.
Berkariblah dengan sepi, sebab dalam sepi ada [momen] penemuan dari apa yang dalam riuh gelisah dicari. Dalam sepi ada berhenti dari menerima ramainya stimulus yang memborbardir indera kita. Stimulus yang harus dipilah dan dipilih satu satu untuk ditafakuri, lalu dimaknai, dan dijadikan berguna bagi kita. Bila tidak mereka hanya dengungan yang bising di kepala saja tak mengendap menjadi sesuatu yang mengizinkan kita memahami dunia di sekitar kita [sedikit] lebih baik.
Berkariblah dengan sepi, sejak dalam sepi kita menemukan diri yang luput dari penglihatan dan kesadaran ketika beredar dalam ramai; dalam sepi kita dapat melihat pendaran diri yang diserakkan gaduh, mendekat, lalu merapat, membentuk bayang jelas untuk dilihat tanpa harus memuaskan keinginan yang lain.
Berkariblah dengan sepi karena dalam sepi berlalu lalang inspirasi yang tak kita mengerti, atau tak dapat kita tangkapi ketika kita sibuk berjalan dalam hingar yang pekak.

Berkariblah dalam sepi sebab dalam sepi suara hati lebih nyaring terdengar jernih.
(Budi Hermawan)
Kesimpulan
Percakapan dapat didefinisikan sebagai bentuk kegiatan yang melibatkan dua orang atau lebih. Percakapan juga bisa disebut sebagai proses komunikasi. Proses komunikasi bisa terjadi dimana saja dengan wacana yang berbeda atau sesuai dengan kondisi yang ada. Interaksi pedagogis merupakan wacana yang dapat kita temui di sekitar dunia pendidikan khususnya di ruang kelas yang merupakan tempat yang paling sering terjadi percakapan atau  interaksi antara pendidik dan peserta didik ( Teacher-Learner ). Dalam wacana pedagogis banyak hal menarik yang dapat dikaji  dalam usaha memperbaiki kondisi dalam proses pembelajaran tersebut.

0 comments:

Post a Comment