Sunday, April 6, 2014

12:32 AM


Boneka Kemerdekaan

Kemerdekaan adalah sesuatu yang mudah diucapkan tapi sulit untuk dilaksanakan. Indonesia memiliki begitu banyak pulau. Indonesia pun memiliki kekayaan alam yang begitu besar. Mungkin secara tertulis, Indonesia telah merdeka. Tapi pada kenyataannya, banyak pulau-pulau di Indonesia yang masih tercampur tangan bangsa lain. Sehingga turut menjadi profokator bagi Negara kita. Mengapa untuk mencapai kemerdekaan yang “sesungguhnya” itu sulit? Karena masyarakat Indonesia belum bisa membudayakan literasi pada kesehariannya. Sehingga mudah terprofokasi dan tercampur tangani oleh bangsa lain.
Seperti halnya yang dikatakan Prof. Chaedar Alwashilah dalam artikelnya yang berjudul “ rekayasa literasi,” beliau berkata, “pendidikan seyogyanya menghasilkan manusia literate, yakni manusia yang memilki literasi memadai sebagai warga Negara yang demokratis.” (Alwasilah, A.Chaedar. 2012. “Rekayasa Literasi.” Bandung: Kiblat Buku Utama.)
Pada pertemuan minggu ini, Pak lala menjelaskan tentang Papua Barat melalui artikel milik S. Eben Kirksey yang berjudul “don’t use your data as a pillow.” Kemudian kita mendiskusikan judul dan paragraph pertama dengan teman satu tim kita. Saat mendiskukan artikel tersebut, kelompok kami mengambil kesimpulan bahwa dalam paragraph pertama menjelaskan tentang keterbukaan warga Papua yang menyelenggarakan pesta upacar perpisahan dengan Kirksey. Dalam paragraph ini jelas sekali kirksey sangat menikmati pesta tersebut, karena dalam paragraph ini beliau menulis begitu banyak kata “party” dan beliaupun menulis beberapa menu yang tersedia dalam pesta tersebut, yang menandakan bahwa moment tersebut tidak terlupakan oleh Kirksey. Disebabkan artikel yang di berikan Pak Lala, secara otomatis membuat kami sebagai masyarakat Indonesia menjadi penasaran akan apa yang terjadi di Papua itu sendiri.
Apabila ditinjau dari segi politis, bahwa berdasarkan perjanjian international 1896 yang diperjuangkan oleh Prof. Van Vollen Houven (pakar hukum adat Indonesia) di sepakati bahwa ”Indonesia” adalah bekas Hindia Belanda. Sedangkan Irian Barat walaupun dikatakan oleh Belanda secara kesukuan berbeda dengan bangsa Indonesia, tetapi secara sah merupakan wilayah Hindia Belanda.
Warga Indonesia kini telah banyak yang mengetahui jika Papua itu sangat kaya dan berpotensi membangun Negara kita, tapi kenapa bangsa kita hanya duduk diam dan sekedar mengetahui jika papua itu bagaikan harta yang terpendam. Sehingga tidak ada gerakan dari kita sebagai bagian dari Negara Indonesia. Karena kurangnya pelestarian budaya literasi di Indonesia, dan mudah terprofokasi oleh bangsa lain sehingga menyebabkan  ketakutan warga Negara Indonesia untuk memperjuangkan wilayah kita (Papua Barat). Bagaimana bisa membantu saudara-saudara kita yang berada diwilayah Papua, sedangkan kita sendiri ditahan untuk mengutarakan pendapat kita tentang Negara kita.
Tri Komando Rakyat (TRIKORA)
Pada masa itu, soekarno berperan dalam pidatonya ”Membangun Dunia Kembali” di forum PBB tanggal 30 September 1960, Presiden Soekarno berujar, ”......Kami telah mengadakan perundingan-perundingan bilateral......harapan lenyap, kesadaran hilang, bahkan toleransi pu n mencapai batasnya. Semuanya itu telah habis dan Belanda tidak memberikan alternatif lainnya, kecuali memperkeras sikap kami.”
Tindakan konfrontasi politik dan ekonomi yang dilancarkan Indonesia ternyata belum mampu memaksa Belanda untuk menyerahkan Irian Barat. Pada bulan April 1961 Belanda membentuk Dewan Papua, bahkan dalam Sidang umum PBB September 1961, Belanda mengumumkan berdirinya Negara Papua. Untuk mempertegas keberadaan Negara Papua, Belanda mendatangkan kapal induk ”Karel Doorman” ke Irian Barat.
Terdesak oleh persiapan perang Indonesia itu, Belanda dalam sidang Majelis Umum PBB XVI tahun 1961 mengajukan usulan dekolonisasi di Irian Barat, yang dikenal dengan ”Rencana Luns”.
Menanggapi rencana licik Belanda tersebut, pada tanggal 19 Desember 1961 bertempat di Yogyakarta, Presiden Soekarno mengumumkan TRIKORA dalam rapat raksasa di alun alun utara Yogyakarta, yang isinya :
1. Gagalkan berdirinya negara Boneka Papua bentukan Belanda
2. Kibarkan sang Merah Putih di irtian Jaya tanah air Indonesia
3. Bersiap melaksanakan mobilisasi umum
            Pada kenyataannya, kita mungkin tidak tahu keadaan nyata yang terjadi disana, tapi kita sebagai bagian dari Indonesia harus mempertahankan Irian Jaya sebagai salah satu bagian dari Indonesia. Bukan karena hasil alam ataupun kekayaan yang ada didalamnya, tapi karena rasa kesatuan antara kita sebagai warga Negara Indonesia yang harus mempertahankan saudara-saudara kita disana. Karena pada kenyataannya kita disatukan dan dibesarkan melalui tanah air kita tercinta Indonesia, yang sampai kapan pun tidak akan terelakkan.
            Seperti dalam artikel S. Eben Kirksey ”Don’t Use Your data as a pillow” yang menceritakan tentang pengalamannya mencari data-data ditanah Papua. Beliau menceritakan tentang keadaan Papua Barat yang amat sangat mencekam. Sehingga menyebabkan warga sekitar takut untuk beropini untuk kebebasan Papua Barat ini. Bagaimana tidak takut, pasalnya setiap warga yang ingin menujukan aspirasinya selalu ditentang pasukan militer setempat, sehingga timbullah rasa ketidak pedulian akan nasib kedepannya. Sebenarnya mungkin bukan ketidak pedulian tapi ”pemaksaan” untuk tidak peduli akan nasib kedepannya.
            Jadi, kesimpulannya adalah kita sebagai warga negara Indonesia yang terbagi kedalam beberapa pulau dan ternaungi kedalam satu pemerintahan yaitu Negara Republik Indonesia. Kita harus menjaga keutuhan negara kita, contohnya dengan mengajarkan kepada generasi mendatang tentang pentingnya berliterasi sehingga kedepannya warga negara Indonesia tidak akan mudah terpropokasi oleh bangsa lain.

Referensi :
Kirksey, S. Eben. 2009. ”Don’t use Your Data as a Pillow.” Blackwell Publishing.”
Alwasilah, A.Chaedar. 2012. “Rekayasa Literasi.” Bandung: Kiblat Buku Utama.







0 comments:

Post a Comment