Saturday, April 5, 2014

10:18 PM



Menulis Adalah Jantung Berliterasi

Lagi-lagi “menulis” yah, sebagai pembukaan class review kali ini memang tak luput dari kata “literasi” atau baca tulis. Saya harus mengatakan “saya tidak mengenal lelah” untuk terus menggali makna literasi sesungguhnya.
Langsung saja pada pokok permasalahan yang dibahas, pertama-tama saya mendengar bahwa mengapa kita itu harus banyak menulis? Seperti yang kita ketahui, alasan untuk pertanyaan tersebut itu sangat banyak sekali, tapi pada minggu lalu, Bapak mengatakan alasannya adalah “karena kita itu sedang mencerahkan diri”.
Sekilas saja orang yang berliterasi pasti akan mengerti maksud ungkapan tersebut. Yah, menulis itu adalah proses pencerahan diri seseorang, dimana menurut Bapak, ketika menulis lalu kita lakukan sesering mungkin maka pasti kita pasti akan terlatih berpikir kritis. Sesuatu yang dilakukan dengan kontinu meskipun sulit, pasti akan menghasilkan perubahan. Saya pun yakin, dalam proses menulis ada banyak celah untuk terus mengembangkan pemikiran kita. Mencoba untuk terus menggali pengetahuan, untuk kita tuangkan dalam tulisan atau bahkan pengetahuan. Yang kita jadikan bahan untuk kita tuliskan. Pertama itu, kenapa kita harus banyak menulis?
Kemudian, orang yang berliterasi harus kemana-mana. Artinya orang literat harus melihat ceruk-ceruk baru tempat keterampilan dan pengetahuan yang mereka pungut.orang yang berliterasi harus membuka matanya lebar-lebar untuk sebuah pengetahuan baru. Tampunglah sebanyak mungkin ilmu pengetahuan dan jangan pernah bosan untuk itu.
Menurut yang telah Bapak sampaikan, mereka yang hanya baru tahu teori ini dan itu, dari suara-suara penuh kuasa dibidang yang mereka geluti, belumlah dapat dikatakan yang tercerahkan (literat) mereka baru pada fase awal (peniru). Lalu bagaimana dengan diri saya? Teman-teman mahasiswa lainnya? Kami sedang dalam proses belajar menulis, apa kami tergolong orang yang tercerahkan (literat)? Atau baru fase awal sebagai peniru? Dan title yang pantas untuk kami saat ini adalah peniru, atau biasa disebut “emulator”.

Segala sesuatu membutuhkan proses, untuk mampu menciptakan, maka diawali dengan langkah pertama yaitu meniru terlebih dahulu, kemudian menemukan, lalu baru menciptakan. Atau Bapak biasa menyebutnya “to emulate-discover-create” contohnya saja saya saat ini menuangkan semua yang saya tangkap dari pemaparan Bapak. Ini berarti saya sebagai seorang emulator. Karena bila tidak mendengarkan penjelasan dari Bapak terlebih dahulu, belum tentu saya dapat membuat class review sama dengan apa yang Bapak jelaskan. Kita selalu membutuhkan contoh terlebih dahulu untuk membuat menciptakan sesuatu, itulah sebabnya kita akan bisa.
Kemudian kita beralih kesejarah. Karena minggu lalu Bapak juga membahas tentang itu. Yah ini adalah kaitannya dengan literasi juga. Sejarah dan literasi memang tidak dapat dipisahkan, mereka sangat erat. Untuk mengetahui kebenaran sejarah itu adalah dengan literasi. Dan orang membuat sejarah itu juga pasti adalah orang yang literat, jadi ketika berbicara tentang sejarah, pasti literasi berperan didalamnya begitupun sebaliknya.
Apa yang menarik dari sejarah? yaitu realitas sejarah itu sendiri. Sebagai bagian dari realitas atau kenyataan, sejarah adalah proses konstruksi yang rumit. Menawarkan kembali penjelasan atau analisis dalam sejarah adalah pekerjaan yang melelahkan atau bahkan menjemukan hati. Selalu ada pertentangan ketika mengisahkan sejarah. Baik karena pertentangan itu merupakan riwayat utama sejarah, atau karena pertentangan itu juga merupakn tema yang didiskusikan terkait data sejarah. Namun melampui itu semua sejarah menawarkan sejumlah gagasan penting dalam proses pembentukan berbagai aspek kehidupan kita dimasa sekarang atau mendatang.
Kemudian suatu disintristing menurut Fowler (1996:10) menyatakan bahwa “seperti linguis kritis sejarawan bertujuan untuk memahami nilai-nilai yang mendukung formasi sosial, ekonomi, politik dan diakronis, perubahan nilai dan perubahan formaitons.” Fowler (1996:12) juga mengatakan bahwa ideologi ini juga tentu saja baik, media dan alat dalam proses sejarah”.
Berbicara tentang nilai (value), ada beberpa kriteria dari value itu sendiri. Kemarin dijelaskan oleh Bapak bahwa value itu sifatnya “berubah”. Kenapa dikatakan berubah? Karena tidak ada tolak ukur nilai yang bersifat kekal (absolut). Keberadaan nilai juga bersifat abstrak dan ideal. Adapun bentuk-bentuk nilai adalah mencakup hal-hal berikut:
·         Pemikiran
·         Prilaku
·         Benda
Setelah mengetahui sedikit tentang nilai, coba kita tengok negara-negara yang hebat adalah mereka yang mempertahankan valuesnya.
                Dari pemaparan Bapak minggu lalu juga kita perlu mengingat bahwa menurut Fowler (1996) ideologi itu dimana-mana yaitu disetiap single teks atau teks tunggal seperti (spoken/lisan, tertulis atau audio, visual atau kombinasi dari semua itu). Lalu menurut Lehtonen (2000) produksi teks tidak pernah netral (tidak memihak). Sedangkan menurut Alwasilah (2001;2012) menyatakan literasi is never netral, oleh sebab itu, membaca dan menulis selalu termotivasi secara ideologis.
                Selanjutnya, hal yang mesti kita ingat pula, yaitu menulis diperguruan tinggi sering mengambil bentuk persuasi meyakini orang lain bahwa kita memiliki sesuatu yang menarik, sudut pandang logika pada subjek yang kita pelajari. Persuasi yang dimaksud disini adalah ketermapilan kita berlatih secara teratur dalam kehidupan sehari-hari kita. diperguruan tinggi, tugas kursus sering meminta kita membuat kasus persuatif secara tertulis. Kita akan diminta untuk meyakini pembaca dengan sudut pandang kita. bentuk persuasi sering disebut argumen akademis mengikuti pola diprediksi secara tertulis. Setelah pengenalan singkat dari topik kita, kita menyatakan sudut pandang kita secara langsung dan sering dalam satu kalimat. Kalimat ini adalah pernyataan tesis, dan berfungsi sebagai ringkasan dari argumen kita akan kita buat disisi kertas kita.
                Selanjutnya yaitu tesis esay. Tesis esay adalah sebagai ide utamnya. Pernyataan tesis dari esay adalah pernyataan satu atau dua kalimat yang mengungkapkangagasan utama ini. Pernyataan tesis mengidentifikasi topik penulis dan pendapat penulis memilki sekitar topik itu. Adapun fungsi tesis statement, yaitu melakukan dua fungsi :
·         Penulis menciptakan tesis untuk fokus subjek esay
·         Kehadiran tesis statement yang baik membantu pemahaman pembaca
Tesis statement itu memberi tahu pembaca bagaimana akan menafsirkan pentingnya materi pelajaran yang sedang dibahas. Tesis statement itu adalah peta jalan untuk kertas, dengan kata lain, ia memberitahu pembaca apa yang diharapkan dari sisa kertas. Tesis statement juga langsung menjawab pertanyaan dari kita. tesis merupakan interpretasi dari pertanyaan atau subjek, buka subjek itu sendiri. Subjek atau topik dari sebuah esay, contoh perang dunia II, maka harus menawarkan cara untuk memahami perang atau novel. Tesis statement membuat klaim bahwa orang lain mungkin membantah. Dalam tesis statement biasanya satu kalimat disuatu tempat diparagraf pertama kita yang menyajikan argumen kita kepada pembaca. Sisa kertas, tubuh esay, mengumpulkan bukti yang akan membujuk logika penafsiran kita.
                Tesis juga adalah hasil dari proses berpikir yang panjang. Sebelum kita mengumpulkan dan mengatur bukti, mencari kemungkinan hubungan antara fakta yang diketahui (seperti kontrak mengejutkan atau kesamaan), dan berpikir tentang pentingnya hubungan ini.
                Ini sangat penting sekali, procedur self assesment  disini kita harus melihat “ apakah tesis kita sudah lulus?” jika respon pertama pembaca “jadi apa?” maka kita perlu menjelaskan untuk menjalin hubungan, atau menghubungkan kemasalah yang lebih besar. Apakah esay saya mendukung? Esay saya secara khusus dan tanpa berkeliaran? Jika tesis kita dan tubuh esay kita nampak tidak sama / tidak satu arah, salah satunya harus dirubah. Yang diharuskan disini adalah selalu meninjau kembali dan merevisi tulisan kita yang diperlukan.
                Namu  bila pertanyaannya apakah tesis saya lulus? “bagaimana dan mengapa?” test? Jika respon pertama pembaca adalah “bagaimana?” atau “mengapa?” tesis kita mungkin terlalu terbuka dan kurang bimbingan bagi pembaca. Kita harus menambahkan untuk memberikan pembaca mengambil lebih baik pada posisi benar kata diawal.
                Terakhir dapat saya simpulkan bahwa roses memahami “literasi” sesungguhnya itu sangat panjang bukan hanya sebatas berbaca tulis saja. Dan kita semua sedang menuju kearah sana. Yah berusaha untuk menjadi orang yang berliterasi dan salah satu caranya adalah dengan proses pencerahan diri. Proses pencerahan diri tersebut harus dilakukan dengan banyak menulis. Disinilah kita mengalami proses tersebut. Untuk saat ini kita masih sebatas “emulator” (peniru). Untuk mampu menciptakan diawali dengan meniru, kemudian menemukan dan akhirnya bisa menciptakan.

0 comments:

Post a Comment