Sunday, April 6, 2014

Class Review 8
Suara dari Bumi Papua
Membaca adalah kegiatan meresepsi, menganalisa, dan mengintepretasi yang dilakukan oleh pembaca untuk memperoleh pesan yang hendak disampaikan oleh penulis dalam media tulisan. Kegiatan membaca meliputi membaca nyaring dan membaca dalam hati. Membaca nyaring adalah kegiatan membaca yang dilakukan dengan cara membaca keras-keras di depan umum. Sedangkan kegiatan membaca dalam hati adalah kegiatan membaca dengan seksama yang dilakukan untuk mengerti dan memahami maksud atau tujuan penulis dalam media tertulis. Proses membaca nyaring ini sering digunakan oleh seseorang untuk menyampaikan gagasan terhadap orang lain dengan cara membaca teks yang ada. Membaca dengan metode ini dilakukan dalam bentuk pidato, khotbah, debat, diskusi, wawancara, dan segala kegiatan yang berurusan tentang penyampaian di depan umum. Membaca dalam hati meliputi dua aspek yaitu (extensive reading) dan  (intensive reading). membaca ekstensive dalah tahapan awal dimana pembaca dituntut untuk bisa menyurvei atau menilai dengan membaca secara sekilas. Sedangkan membaca intensif merupakan tahapan lanjutan untuk dapat memahami isi dan memahami konteks bahasa dalam yang digunakan dalam penulisan.
Terkadang ada beberapa kasus dalam hal baca-tulis yang sering dilupakan oleh pelajar. Yaitu benang merah atau keterkaitan. hal inilah yang sering terlupakan dan harus diberikan perhatian, supaya ada koneksi yang benar antara satu paragraf dengan paragraf lainya. Padahal benang merah adalah penghubung antara pembahasan masalah yang satu dengan lainya di dalam sebuah teks. Sehingga dapat menangkap meaning yang sempurna dalam proses membaca atau pun menulis.
Masalah yang kedua yang seringkali ditemukan adalah apabila mahasiswa disuruh menulis dengan bahasa yang kedua dari pada bahasa ibu yang sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari, maka cenderung kehilangan sense. Saya sendiri pernah mengalami hal demikian karena memang menulis dengan bahasa kedua terkadang agak sulit. Karena maksud yang akan kita sampaikan justru malah terkesan berbeda di mata pembaca.
Ingat kita hidup dalam continue. Sehingga apa yang kita kerjakan dan perbuat seyogyanya harus lebih baik dari apa yang sudah kita kerjakan sebelum-sebelumnya. Pertahankan attitude yang baik di dalam proses belajar, fokus, tingkatkan komitmen penuh, persiapkan daya banting yang kuat untuk mengahadapi babak terberat dalam hidup, dan perbanyaklah berdo’a. Karena usaha tanpa diiringi do’a tidak akan mencapai hasil yang maksimal. Pada pertengahan jam perkuliahan writing 4, kami disuruh oleh pak lala untuk reading aloud tentang teks yang berjudul “Dont Use Your Data as A Pillow” (S. Eben Kirksey) dan hubungkan antara kejadian yang terjadi di papua barat.
Papua barat adalah merupakan wilayah bagian barat dari pulau papua yang terbagi ke dalam 2 provinsi indonesia, yaitu provinsi Papua dan Papua Barat. Wilayah ini juga sering hanya disebut sebagai Papua Barat (West Papua) oleh berbagai media Internasional.tapi nama irian jaya sekarang sudah berganti menjadi papua barat. Tetapi siapa yang menyangka, nama Papua sendiri tidak disukai oleh penduduk asli bumi cendrawasih tersebut. Mereka lebih suka negerinya disebut dengan nama Nuu War.
Nuu Waar adalah dua kata bahasa Irarutu di kerajaan Nama Tota Kaimana, yakni Nuu Eva. Nuu bermakna sinar, pancaran atau cahaya. Sementara Waar dari kata Eva, yang makna pertama adalah ‘mengaku’ atau diterjemahan dengan makna lebih dalam yang artinya ‘menyimpan rahasia’. Dari bahasa Onim (Patipi) Nuu juga adalah cahaya. Waar artinya perut besar yang keluar dari perut Ibu. Maka nama Nuu Waar artinya negeri yang mengaku menyimpan atau memikul rahasia. sedangkan kata “papua” sendiri memiliki makna negatif seperti  hitam, keriting, bodoh, jahat, perampok, jahiliyah. Oleh sebab itulah penduduk asli setempat tidak suka dengan pemberian nama tersebut.
Namun oleh portugis penyematan nama “papua” terus di populerkan sehingga sepeninggal penjajahan portugis dan berganti ke era belanda nama itu terus di sebut-sebut. Sehingga perspektif negatif yang dialamatkan kepada orang papua terjadi sampai saat ini. Sejarah masuknya Irian Barat (Papua) ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sudah benar sehingga tidak perlu dipertanyakan dan diutak-atik lagi. (POSTED BY BLACK LION ON 09:07 AM, 04-MAY-12)
Menurut J. Ottow (1998: 29-30), konflik Papua bermula dari deklarasi wilayah Papua Barat oleh Negara Kesatuan Republik Indonesia pada bulan maret 1962, lewat suatu perundingan antara Belanda dan Indonesia atas perantaraan Amerika Serikat yang diwakili oleh Ellswort Bunker dihutland Washington. Perundindingan awal tidak menghasilkan keputusan disebabkan diPapua terjadi ketengangan persinjataan antara negara pencetus konflik yaitu Belanda dan Indonesia. Akhirnya dilanjutkan pada bulan juli 1962 oleh kedua negara itu dan berakhir dibulan agustus, serta menghasilkan sebuah keputusan yang dikenal dengan nama “perjanjian New York” atau New York Agreement tanggal 15-agustus 1969.
 Ketika pulau penghuni orang-orang berkulit hitam dan berambut keriting atau “PapuaMelanesia” diserap masuk kedalam wilayah NKRI wilayah ini dipenuhi dengan kekerasan dan, kekuasaan diktatorial rezim penguasa yang sampai saat ini masih bercokol. Presiden pertama RI “Suekarno Hatta” merebut wilayah Papua Barat dengan Tri Komando Rakyat “ Trikora” yang saat itu didominasi pihak bersinjata atau militer Indonesia dari berbagai satuan.
            Pada bulan maret 1962 wilayah Papua Barat resmi menjadi anak asuh NKRI berbagai upaya untuk memasukan wilayah yang penuh SDA ini berakhir dipuncak dengan tragis, yakni ; mekanisme memasukan wilayah Papua Barat kedalam NKRI dengan cara yang cukup administratif. Namun nyatanya proses menuju pelaksanaan plebisit “PEPERA” dilakukan berdasarkan keinginan Jakarta. Setelah berhasil menyingkirkan kelompok-kelompok oposisi yang dianggap berbahaya, dicurigai simpatisan OPM yang sangat vocal menyampaikan aspirasi untuk merdeka ditangkap. Pembentukan dewan musyawarah (DMP) dibentuk sepihak tanpa sebuah kordinasi dan transparansi yang layak.
Brigjen Ali Murtopo mendoktrin tokoh-tokoh Papua yang dianggap kritis dengan kalimat “ jakarta sama sekali tidak tertarik dengan orang Papua, akan tetapi jakarta tertarik dengan wilayah Papua. Jadi orang Papua ingin merdeka sebaiknya rakyat Papua minta kepada Allah agar diberikan tempat disalah satu pulau disamudra pasifik, atau menyuratilah kepada Amerika serikat untuk mencari tempat dibulan”. Walaupun M Hatta megakui bahwa orang Papua adalah ras melanesia yang berbeda dengan penduduk wilayah Indonesia lain, beliau menegaskan mestinya diberi ruang untuk mereka menyatakan sikap mereka menjadi sebuah negara yang merdeka.
Setelah mencermati dan menimbang bahwa proses pepera akan dimenangkan maka tepat tanggal 14, juni 1969 penentuan pendapat rakyat “PEPERA” dilakukan pertama kali di Meraoke, dan berakhir diJayapura tanggal 2, agustus 1969. Dewan Musyawarah Papua "DMP" yang memiliki hak suara dibatisi pada hal penduduk asli Papua pada tahun 1960 - 1970 ± 700.000 jiwa, namun hanya diberi 1026 DMP yang memiliki hak memilih, mereka yang memiliki hak memilihpun diberikan opsi “ Merdeka bersama NKRI atau Merdeka bersama Papua akan tetapi mati” yang sesungguhnya adalah satu jiwa satu suara (one soul, one vote ), meskipun demikian akan ada kosekuensi yang ditanggung oleh mereka yang menentang keinginan Jakarta.
 Pada akhirnya proses pelaksanaan plebisit mutlak dimenangkan pihak Jakarta, semangat patriotisme dan rasa nasionalisme bangsa untuk merdeka sendiri harus takluk dan ada dalam bayang-bayang ketakutakan dalam dekade cukup lama, sikap-sikap kekritisan dideteksi lalu kemudian diberi lampu merah agar tidak melanggar. Peluang bersuara, berserikat serta dengan bebas menyampaikan keinginan dimuka umum benar-benar mati kutu, ketika rezim orba masih berjaya masyarakat pribumi Papua dikontrol dari propinsi sampai kampung atau dari pangdam sampai babinsa. Jika ditemui orang Papua yang bermimpi tentang nama Papua atau terang-terangan menyebut nama Papua dan Bintang Kejora tentu dijemput lalu pulang nama.
Banyak sumber menilai “OPM” adalah lebel separatis ada sumber lain juga yang mengatakan OPM adalah GPK “ Gerakan Pengacau Keamanan” bagi orang Papua sendiri menilai bahwa, sebutan separatis dan GPK adalah bentukan Jakarta. Secara obyektif OPM adalah “ Gerakan perlawanan murni yang lahir dari keresahan dan rasa dendam orang-orang pribumi Papua, ketika menyaksikan istri dan anak-anak gadis diperkosa, keluarga dibunuh, saudara ditangkap tanpa alasan yang cukup relevan. Menurut pengertiannya OPM adalah kependekan dari “Organisasi Papua Merdeka” jadi berdasarkan subtansinya pengertian ini tidak dapat dikebiri menjadi pengertian yang dangkal seperti beberapa suber diatas, OPM lahir atas azas yang luhur namun sulit dipastikan gerakan ini berdiri sejak kapan.
Pasca reformasi mei 1998 yang berhasil menglengserkan pemimpin rezim orde baru (ORBA) dari tahta kekuasaanya, ± 32 tahun memimpin NKRI. Berkat reformasi organisasi atau kelompok-kelompok  yang sedikit tidak puas dengan kebijakan ataupun sistem bermunculan dan kian bercokol didataran West Papua, organisasi dan gerakan-gerakan perlawanan tumbuh seperti jamur yang bersemi dimusim hujan, dibawah naungan Mahasiswa-mahasiswa Papua yang menunjukan eksistensi kekritisannya dengan mendirikan kelompok-kelompok gerakan,  misalkan beberapa dibawa ini, yakni : (FNMPP) Front Nasional Mahasiswa Pemuda Papua, (AMP)  Aliansi Mahasiswa Papua, (KNPB) Komite Nasional Papua Barat, (GANJA) Gerakan Nasional Anti Penjajahan.
Dan organisasi-organisasi berpayung hukum dan politik bertaraf internasional untuk Papua juga telah bermunculan dibeberapa negara besar, sebagai alat propaganda untuk berkampanye isu-isu Papua Merdeka. beberapa lembaga yang bertaraf internasional terus mengkampanyekan masalah-masalah pelanggaram HAM dan atas penyelewengan sejarah yang terjadi dibumi Papua masa lalu, maka hadirlah (ILWP) International Lawyers West Papua (IPWP) International Parliamentarians For West Papua , dan (WPNCB) West Papua National Cordination Body.
Setelah berdiskusi dengan kelompok yang berjumlah 5 orang dan membahas teks “ Dont use your data as a pillow” . saya mengambil beberapa poin yaitu sebagai berikut :   Dilihat dari segi judul , data sama dengan bukti-bukti. Pillow sendiri adalah sandaran. Jadi, data jangan dijadikan sebagai landasan tetapi kita tetap harus mencari data-data lain yang lebih konkret. Di paragraf pertama : seorang mahasiswa dari University of California yang hendak melakukan research di Papua Barat.
Dari artikel S. Eben Kirksey yang berjudul “Dont Use your data as a Pillow” dapat saya simpulkan bahwa dia (mahasiswa) pertama kali datang ke Papua Barat sekitar lima tahun sebelumnya , pada tahun 1998 , untuk melakukan penelitian tesis sarjana kehormatan saya di New College of Florida . Kemudian " Papua Barat " secara resmi dikenal sebagai " Irian Jaya . " Awalnya aku berniat untuk mempelajari kekeringan El Nino yang melanda wilayah tersebut.  Penguasa lama di Indonesia , Suharto , baru saja digulingkan oleh gerakan reformasi . akan tetapi ia melihat kejadian pembantaian militer indonesia dimana mahasiswa ditembak di kepala dan puluhan demonstran lain yang tak bersenjata dibuang ke laut untuk ditenggelamkan. Dan dia mulai mengerti kenapa banyak orang papua yang ingin mengambil jalan kemerdekaan, bukan reformasi .
Kemudian pada saat itulah dia (mahasiswa) mengubah tujuan research-nya di Papua Barat. Dimana beberapa cerita yang mengatakan tentang penyiksaan, tentang peran pemerintah AS dalam mendukung pendudukan militer. Dan pada saat itu banyak orang papua yang mencari saya sebagai sebagai sekutu, padahal dia ke Papua untuk belajar dan untuk menuntaskan researchnya . tetapi dia berfikir bahwa dia bisa membantu orang-orang papua dan mencapai kebebasan dari teror dalam rezim saat pendudukan Indonesia.
Lalu dia pergi ke pesta yang diadakan tuan rumah yaitu Deny Lovato. Di sana dia bertemu dengan Telys Waropen seorang (Anggota Komnas Ham) yang bersal dari wasior, tempat dimana polosi-polisi Indonesia melakukan (operasi penyisiran dan penumpasan).
Penelitian kami di Wasior berlangsung di bawah kondisi pengawasan intens . Kami hanya mewawancarai orang-orang yang ingin mengambil risiko kemungkinan terlihat dengan peneliti asing untuk menceritakan kisah mereka . Denny dan saya menggunakan protokol yang rumit untuk melindungi identitas narasumber kami : kami menghubungi mereka melalui jalur belakang dan mengatur pertemuan di rumah-rumah tetangga di kegelapan malam.
Agenda penelitian ambisiusnya yaitu untuk mewawancarai dukun terkenal. Dia mulai melihat bahwa Waropen adalah orang yang bisa membantunya dalam melakukan researchnya. Aku bertanya kepada Waropen untuk wawancara , menjelaskan dalam omongan terlatih dengan baik bahwa saya akan membuatnya tetap tanpa nama, seperti sisa sumber saya . Waropen mundur . " Apa jenis penelitian yang Anda lakukan , " ia bertanya , " dimana identitas sumber Anda tidak penting ? Bukankah data Anda menjadi lebih kuat jika Anda mengutip sumber-sumber yang kredibel.
Waropen pernah berkata kepadanya jangan guanakan data kamu sebagai bantal, dan pergi tidur ketika kamu kembali ke Amerika. Dan jangan jadikan hal itu sebagai kesempatan untuk diri sendiri. Bagaimanapun juga orang-orang seperti Waropen dan orang Papua Barat sendiri ingin bahwa dunia global itu tahu apa yang sebenarnya terjadi di Papua Barat. Melalui research dari mahasiswa University of California tersebut.
Papua Barat Sementara 2014, masih misteri. Namun, aspek kebijakan ke Papua, tidak semuanya berubah di era 2014. Sebagian persoalan Papua tak jauh beda dengan seluruh Indonesia. Masalah kedaulatan, suatu persoalan kekinian kita semua.
Bedanya, Papua terus dilimuti hegemoni "dinasti internasionalisasi", sejak kehadiran AS dan sekutunya ke Papua, melibatkan kebijakan luar negeri yang akhirnya menistakan masalah akut bagi Tanah Papua. Para bandit ini mengelurkan berbagai regulasi seperti kontrak karya freeport, proses pepera, operasi militer (DOM) dan otonomi khusus.
Masih ada agenda lanjutan paska 2013. Sebut saja penerapan otsus, operasi militer yang kerap digelar di sejumlah titik rawan, sampai persoalan seputar freeport. Adanya korban sipil, tumpang tindih birokrasi, pertanggungjawaban negara terkait hegemoni tambang. Otsus Papua menjadikan negri ini sebagai ladang eksploitasi, kran bagi pembukaan akses pertambangan asing yang meningkat. Sementara operasi militer, melebarkan benih kebencian terhadap Indoneisa.
Dalam proses membaca artikel S.Eben Kirksey, saya masih bertanya-tanya kenapa nama mahasiswa yang dari University of California itu tidak disebutkan? Kenapa hanya memakai kata ganti orang pertama “I” sampai akhir paragraf.
Kesimpulan : bagaimanapun juga dulu Bung Karno mempertahankan keras Papua agar bisa sama-sama menjadi bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Karena pada dasarnya beliau tidak ingin kalau seandainya Papua menjadi negara boneka bagi negara-negara yang sedang mengincarnya. Dan dulu latar belakangnya adalah tidak akan berhasil merebut kemerdekaa apabila setiap suku bangsa berjuang sendiri-sendiri. Oleh karena itu perlu adanya kesatuan yang utuh.

Referensi:   :
-Written By Suara Kolaitaga on Rabu, 13 Maret 2013 | Rabu, Maret 13, 2013
-S. Eben Kirksey “Don’t use data as a pillow”
-Rajawali News
-wikipedia ensiklopedia bebas





                                                                                                                     


0 comments:

Post a Comment