Sunday, April 6, 2014



Nama   : Resa Novianti
Class    : PBI_B
NIM    : 14121310343
Kudeta Papua Barat

Negara Indonesia adalah negara hukum dengan sistem pemerintahan demokrasi. Salah satu ciri dari negara demokrasi adalah adanya jaminan atau perlindungan bagi rakyatnya untuk dapat dengan bebas dan merdeka dalam mengeluarkan pendapat maupun ide-idenya, serta adanya jaminan dan perlindungan hukum pada pihak yang menjadi korban dari pelaksanaan kemerdekaan menyatakan pendapat tersebut. Menurut  Sukarno, kemerdekaan adalah jembatan emas menuju masyarakat adil dan makmur. Kemerdekaan bagi seseorang atau satu bangsa adalah kepemilikan wewenang dan kemampuan pengaturan, terhadap diri sebagai individu dan terhadap kelompok sebagai kesatuan masyarakat bangsa. Tapi bukan hanya itu! Abu Daud meriwayatkan sabda Nabi Saw yang melukiskan seorang merdeka sebagai Siapa yang memiliki rumah, dan pembantu. Tentu saja makna kata ‘pembantu ‘ harus disesuaikan dengan perkembangan masyarakat. Kini ia dapat berarti alat-alat yang membantu/mempermudah seseorang memenuhi kebutuhan-nya Dengan demikian kemerdekaan bukan sekedar wewenang dan kemampuan pengaturan tetapi juga kesejahteraan hidup.
Menurut Prof. Chaedar Alwashilah dalam artikelnya yang berjudul “ rekayasa literasi,” beliau berkata, “pendidikan seyogyanya menghasilkan manusia literate, yakni manusia yang memilki literasi memadai sebagai warga Negara yang demokratis.” (Alwasilah, A.Chaedar. 2012. “Rekayasa Literasi.” Bandung: Kiblat Buku Utama.)
Konflik Papua memiliki satu hal unik, yang membedakannya dengan konflik-konflik lokal lain di Indonesia. Keunikan ini adalah adanya nasionalisme Papua yang telah tertanam di dalam diri rakyat Papua selama puluhan tahun. Rasa nasionalisme tersebutlah yang mendorong rakyat Papua membenci adanya penjajahan terhadap mereka, baik yang dilakukan Belanda maupun Indonesia.
Nasionalisme Papua yang mulai ditanamkan oleh Belanda ketika didirikan sekolah pamong praja di Holandia, tertanam serta tersosialisasikan dari generasi ke generasi. Ketika Belanda dan Indonesia bukanlah pihak yang diharapkan, rakyat Papua melihat keduanya sebagai bangsa yang hendak menguasai Papua. Pemikiran ini yang menyebabkan gerakan anti-Indonesia sangat kuat dan mudah meluas di Papua. Kebijakan represif pada masa Orde Baru tidak mampu memadamkan nasionalisme ini, namun justru memperkuatnya.
Sejarah Konflik Papua
1960 - 2000
ü  1966-67: pemboman udara Pegunungan Arfak
ü  1967: Operasi Tumpas (penghapusan operasi). 1.500 diduga tewas di Ayamaru, Teminabuan dan Inanuatan.
ü  Mei 1970: Pembantaian perempuan dan anak-anak oleh tentara Indonesia. Saksi melaporkan melihat seorang wanita memusnahkan, membedah bayinya di tempat dan pak bibi bayi-diperkosa.
ü  Jun 1971: Bapak Henk de Mari melaporkan bahwa 55 orang dari dua desa di Biak Utara dipaksa untuk menggali kuburan mereka sendiri sebelum ditembak
ü  Mei 1978: Lima OPM (Organisasi Papua Merdeka) pemimpin menyerah untuk menyelamatkan desa mereka tertangkap masuk Mereka dipukuli sampai mati dengan batang besi panas merah dan tubuh mereka dilemparkan ke dalam lubang jamban. 125 penduduk desa maka mesin ditembak sebagai simpatisan OPM dicurigai.
ü  pertengahan 1985: 2.500 tewas di wilayah Kabupaten Paniai Danau Wissel, termasuk 115 dari desa-desa Iwandoga dan Kugapa dibantai oleh pasukan 24/6/1985, 10 orang, desa, taman makanan, dan ternak desa Epomani, Obano Sub-distrik; 15 orang, desa, dan ternak dari kabupaten desa Ikopo Monemane, dan 517 orang, 12 desa, taman makanan, dan hidup-stok Monemane. Dsb.
2000 - 2010
v  Pada tanggal 31 Agustus 2002: pemberontak menyerang pada sekelompok profesor dari Amerika Serikat. 3 tewas dan 12 lainnya luka-luka. Polisi menuduh OPM bertanggung jawab.
v  Pada tanggal 1 Desember 2003: Sekelompok 500 orang mengibarkan bendera separatis, beberapa tindakan lain telah terjadi 42 orang ditangkap.
v  Pada tanggal 9 April 2009: Sebuah serangan bom di Jayapura menewaskan 5 orang dan beberapa orang terluka. Sementara itu, sekitar 500 militan menyerang sebuah pos polisi dengan busur dan anak panah dan bom bensin.. Polisi bereaksi dan membunuh seseorang.
v  Pada 24 Januari 2010: Pemberontak menyergap sebuah konvoi penambang PT Freeport McMoran. Sembilan orang terluka, OPM menyangkal Tanggung Jawab.

Organisasi Papua Merdeka (disingkat OPM) adalah sebuah organisasi yang didirikan tahun 1965 dengan tujuan membantu dan melaksanakan penggulingan pemerintahan yang saat ini berdiri di provinsi Papua dan Papua Barat di Indonesia , sebelumnya bernama Irian Jaya, memisahkan diri dari Indonesia, dan menolak pembangunan ekonomi dan modernitas. Organisasi ini mendapatkan dana dari pemerintah Libya pimpinan Muammar Gaddafi dan pelatihan dari grup gerilya New People's Army beraliran Maois yang ditetapkan sebagai organisasi teroris asing oleh Departemen Keamanan Nasional Amerika Serikat. Organisasi ini dianggap tidak sah di Indonesia. Perjuangan meraih kemerdekaan di tingkat provinsi dapat dituduh sebagai tindakan pengkhianatan terhadap negara. Sejak berdiri, OPM berusaha mengadakan dialog diplomatik, mengibarkan bendera Bintang Kejora, dan melancarkan aksi militan sebagai bagian dari konflik Papua. Para pendukungnya sering membawa-bawa bendera Bintang Kejora dan simbol persatuan Papua lainnya, seperti lagu kebangsaan "Hai Tanahku Papua" dan lambang nasional. Lambang nasional tersebut diadopsi sejak tahun 1961 sampai pemerintahan Indonesia diaktifkan bulan Mei 1963 sesuai Perjanjian New York.
Tahun 1982, Dewan Revolusi OPM (OPMRC) didirikan dan di bawah kepemimpinan Moses Werror, OPMRC berusaha meraih kemerdekaan melalui kampanye diplomasi internasional. OPMRC bertujuan mendapatkan pengakuan internasional untuk kemerdekaan Papua Barat melalui forum-forum internasional seperti PBB, Gerakan Non-Blok, Forum Pasifik Selatan, dan ASEAN.
Tahun 1984, OPM melancarkan serangan di Jayapura, ibu kota provinsi dan kota yang didominasi orang Indonesia non-Melanesia. Serangan ini langsung diredam militer Indonesia dengan aksi kontra-pemberontakan yang lebih besar. Kegagalan ini menciptakan eksodus pengungsi Papua yang diduga dibantu OPM ke kamp-kamp di Papua Nugini.
Tanggal 14 Februari 1986, Freeport Indonesia mendapatkan informasi bahwa OPM kembali aktif di daerah mereka dan sejumlah karyawan Freeport adalah anggota atau simpatisan OPM. Tanggal 18 Februari, sebuah surat yang ditandatangani "Jenderal Pemberontak" memperingatkan bahwa "Pada hari Rabu, 19 Februari, akan turun hujan di Tembagapura". Sekitar pukul 22:00 WIT, sejumlah orang tak dikenal memotong jalur pipa slurry dan bahan bakar dengan gergaji, sehingga "banyak slurry, bijih tembaga, perak, emas, dan bahan bakar diesel yang terbuang." Selain itu, mereka membakar pagar jalur pipa dan menembak polisi yang mencoba mendekati lokasi kejadian. Tanggal 14 April 1986, milisi OPM kembali memotong jalur pipa, memutus kabel listrik, merusak sistem sanitasi, dan membakar ban. Kru teknisi diserang OPM saat mendekati lokasi kejadian, sehingga Freeport terpaksa meminta bantuan polisi dan militer. Dalam insiden terpisah pada bulan Januari dan Agustus 1996, OPM menawan sejumlah orang Eropa dan Indonesia; pertama dari grup peneliti, kemudian dari kamp hutan. Dua sandera dari grup pertama dibunuh dan sisanya dibebaskan.
Bulan Juli 1998, OPM mengibarkan bendera mereka di menara air kota Biak di pulau Biak. Mereka menetap di sana selama beberapa hari sebelum militer Indonesia membubarkan mereka. Filep Karma termasuk di antara orang-orang yang ditangkap. Tanggal 24 Oktober 2011, Dominggus Oktavianus Awes, kepala polisi Mulia, ditembak oleh orang tak dikenal di Bandara Mulia, Puncak Jaya. Kepolisian Indonesia menduga sang penembak adalah anggota OPM. Rangkaian serangan terhadap polisi Indonesia memaksa mereka menerjunkan lebih banyak personil di Papua. Pada tanggal 21 Januari 2012, orang-orang bersenjata yang diduga anggota OPM menembak mati seorang warga sipil yang sedang menjaga warung. Ia adalah transmigran asal Sumatera Barat. Tanggal 8 Januari 2012, OPM melancarkan serangan ke bus umum yang mengakibatkan kematian 3 warga sipil dan 1 anggota TNI. 4 lainnya juga cedera. Tanggal 31 Januari 2012, seorang anggota OPM tertangkap membawa 1 kilogram obat-obatan terlarang di perbatasan Indonesia-Papua Nugini. Obat-obatan tersebut diduga akan dijual di Jayapura. Tanggal 8 April 2012, OPM menyerang sebuah pesawat sipil Trigana Air setelah mendarat yang akan parkir di Bandara Mulia, Puncak Jaya, Papua. Lima militan bersenjata OPM tiba-tiba melepaskan tembakan ke pesawat, sehingga pesawat kehilangan kendali dan menabrak sebuah bangunan. Satu orang tewas, yaitu Leiron Kogoya, seorang jurnalis Papua Pos yang mengalami luka tembak di leher. Pilot Beby Astek dan Kopilot Willy Resubun terluka akibat pecahan peluru. Yanti Korwa, seorang ibu rumah tangga, terluka di lengan kanannya dan anaknya yang berusia 4 tahun, Pako Korwa, terluka di tangan kirinya. Pasca-serangan, para militan mundur ke hutan sekitar bandara. Semua korban adalah warga sipil. Tanggal 1 Juli 2012, patroli keamanan rutin yang diserang OPM mengakibatkan seorang warga sipil tewas. Korban adalah presiden desa setempat yang ditembak di bagian kepala dan perut. Seorang anggota TNI terluka oleh pecahan kaca. Tanggal 9 Juli 2012, tiga orang diserang dan tewas di Paniai, Papua. Salah satu korban adalah anggota TNI. Dua lainnya adalah warga sipil, termasuk bocah berusia 8 tahun. Bocah tersebut ditemukan dengan luka tusuk di bagian dada.

Jika dilihat dari sejarah, konflik di tanah papua sudah bisa di rasakan sejak awal kemerdekaan indonesia. Kekisruan makin terlihat ketika daerah ini tergabung kepada Indonesia setelah adanya penandatangan kesepakan politik antara RI-Belanda yang difasilitasi PBB pada 1962. Awalnya  saat bergabung, provinsi yang memiliki luas 427,981 km persegi dan terletak di koordinat 130 derajat- 141 derajat lintang timur, dan 2,25 derajat utara-9 derajat selatan ini memiliki nama Irian Barat (1962-1963) dan berubah menjadi Irian Jaya ( 1973-2001) nama “Iryan” di perkenalkan oleh Marcuc W kaisepo pada september 1945, yang dalam bahasa Biak Numfor berarti sinar matahari atau tanaha yang panas ( the hot land) barulah oleh presiden Abdul rahman Wahid pada 1 januari 2000, nama provinsi Papua kemudian di legalkan melalui UU No 21 tahun 2001 tentang otonomi khusus bagi Provinsi papua, dan sejak 10 november 2004 dengan keputusan mahkama konstitusi No 018/PUU-I/2003 area ini terdiri dari dua Provinsi: Provinsi Papua Barat dan papua yang terdiri dari 29  daerah pemerintahan dan dua kota praja.
Secara  terminologi konflik  didefinisikan sebaga relasi yang  menggambarkan ketidaksejalanan sasaran yang dimiliki atau yang di  rasa dimiliki oleh dua pihak atau lebih. Sedangkan kekerasan di artikan sebagai kegiatan yang mmencakup tindakan, sikap, berbagai struktur atau  sistem yang menyebabkan kerusakan fisik, mental sosial atau lingkungan dan atau menghalangi seseorang meraih potensi penuh. Konflik atau perang internal di bagi  dalam dua jenis yaitu konflik yang terjadi antara pemerintah dengan gerakan separatis yang ingin memerdekakan diri , kemudian konflik terjadi antar kelompok di dalam negara atau lebih di kenal sebagai perang sipil.
Menurut  William J.Dixon konflikdi bagi menjadi ndua kategori , pertama, konflik timbul dari pengakuan bersama atas kepentingan dan nilai-nilai dasar yang saling berbenturan; kedua, konflik merupakan gambaran yang sangat jelas dari hubungan sosial. Konflik yang berlangsung terus menerus dalam suatu negara bisa di sebabkan dengan adanya krisis dalam pemerintahan terasuk tidak adanya tujuan perdamaian dalam resolusi konflik, kebijakan yang lumpuh dan krisis kemanusiaan yang hebat.
            Khusus untuk konflik internal, Michael E Brown menjelaskan ada dua pendorong yang menjadi penyebab terjadinya sengketa, yakni dari internal dan eksternal. Sementara faktor pemicu konflik saling berkaitan satu sama lain.Brown berargumen hampir semua konflik internal di pucu oleh problem internal dan di lakukan oleh aktor yang berada pada tingkatan elit. Pemimpin yang buruk telah menjadi katalis perubahan yang telah menjadi perang terbuka. Sementara, masalah seperti pada dampaknya pembangunan ekonomi, modernisasi atau diskriminasi politik dan ekonomi lebih pada penciptaan kondisi yang tersirat yang kemudian membuka peluang terjadinya konflik.
            Konflik papua secara sederhana menururt amich Alhumani dapat di lihat dari dua sisi, yakni sisi Ekonomi dan politik. Faktor utama yang bisa menjelaskan  sisi dimensi ekonomi adalah ekspoloitasi sumber daya alam (SDA) Papua yang  tidak di rasakan oleh warga setempat. Semua orang tahu bahwa propinsi Papua adalah propinsi yang kaya di Indonesia. Akan tetapi fakta menunjukan standar hidup penduduk asli masih dibawah rata-rata daerah lain. Kebijakan pemerintah pusat telah menghasilkan adanya kesenjangan kesejahteraan ekonomi  yang besar di antara penduduk Papua tidak puas dengan strategi pembangunan nasional yang disiapkan pemerintah pusat yang telah nyata bahwa ketidak sejajaran kesejahteraan
            Operasi Trikora (Tri Komando Rakyat) adalah konflik 2 tahun yang dilancarkan Indonesia untuk menggabungkan wilayah Papua bagian barat. Pada tanggal 19 Desember 1961, Soekarno (Presiden Indonesia) mengumumkan pelaksanaan Trikora di Alun-alun Utara Yogyakarta. Soekarno juga membentuk Komando Mandala. Mayor Jenderal Soeharto diangkat sebagai panglima. Tugas komando ini adalah merencanakan, mempersiapkan, dan menyelenggarakan operasi militer untuk  menggabungkan Papua bagian barat dengan Indonesia.
Melalui artikel yang di tulis oleh S. Eben Kirksey yang berjudul “don’t use your data as a pillow.” Kemudian kita mendiskusikan judul dalam paragraf pertama pada artikelnya,    dengan teman satu tim kita. Saat mendiskukan artikel tersebut, kelompok kami mengambil kesimpulan bahwa dalam paragraph pertama menjelaskan tentang keterbukaan warga Papua yang menyelenggarakan pesta upacar perpisahan dengan Kirksey. Dalam paragraph ini jelas sekali kirksey sangat menikmati pesta tersebut, karena dalam paragraph ini beliau menulis begitu banyak kata “party” dan beliaupun menulis beberapa menu yang tersedia dalam pesta tersebut, yang menandakan bahwa moment tersebut tidak terlupakan oleh Kirksey. Dalam paragraf pertama dalam artikelnya,   
Paragaraf kedua, menjelaskan saat dia pertama kali ke papua barat untuk melakukan penelitiannya terhadapkekeringan yang terjadi disana. Namun, secara tidak sengaja  saat dia tiba di papua ia merasa sangat heran karena maraknya aksi para sparatis yang ingin membebaskan diri dari negara kesatuan republik indonesia ( NKRI) , yang salah satunya adalah papuayang ia tuju untuk objek penelitiannya.     
paragraf ketiga, yang menerangkan bahwa sebuah kampanye genosida sistematis telah terjadi di tanah tesebut. Ia telah menyaksikan serangkaian pembantaian militer indonesia yang menembaki puluhan mahasiswa yang berdemonstrasi lalu dengan kejam dibuangnya mereka ke laut.
paragraf berikutnya (paragraf empat) yang menerangkan bahwa apa yang terjadi di papua adalah suatu hal memang selalu terjadi di daerah konflik, seperti cerita tentang penyiksaan dan pendudukan militer. Penemuan tak terduga itu pun membuat ia memikirkan kembali penelitiannya, dan memberikan dukungan kepada aktivis kemerdekaan papua. S. Eben Kirksey mengambil inisiatif untuk meneliti lebih jauh tentang konflik yang terjadi di papua. Opini masyarakat sekitar pun sangat kuat bahwasannya dalam upaya pelepasan diri dari indonesia, Papua di bantu oleh negara lainnya.

            Pada paragraf kelima, dia menjelaskan tentang masyarakat papua meminta kepadanya untu membantu mereka agar terbebas dari teror dan rezim pendudukan Indonesia. Dan hal itu lah yang kemudian mempertemukannya dengan seorang aktivis HAM yang juga merupakan penghasud muda, Telys Waropen.
 Paragraf keenam menceritakan tentang Waropen berasal dari Wasior, tempat dimana polisi Indonesia saat itu melakukan serangan pada para sparator melalui operasi penyisiran dan penumpasan. Dia pun akhirnya mengunjungi tempat tersebut untuk meneliti isu yang marak bahwa polisi indonesia diam-diam mendukung milisi papua.
Selanjutnya pada  paragraf  tujuh menjelaskan tentang ketiga orang tersebut yakni S.Eben Kirksey, Deni Yomaki, dan Telys Waropen, Mereka bergabung untuk tujuan menyelidiki dugaan adanya pihak pihak terkait yang berasal dari indonesia yang mendukung pembebasan papua.
Selanjunya paragraf delapan membahas tentang S. Eben mewawancarai orang-orang untuk menceritakan kisah mereka dari rumah kerumah di tengah malam agar tidak terlihat polisi Indonesia yang kemungkinan beresiko mengancam jiwa mereka bila mereka ketahuan menceritakan cerita mereka pada peneliti asing.
            Pada paragraf sembilan, menjelaskan tentang mereka juga sempat berencana akan mewawancarai seorang dukun terkenal di pegunungan di dekat wasior yang mengklaim telah bertanggung jawab atas gempa yang tejadi di pulau jawa. Namun sayangnya hal tersebut di batalkan karena informasi soal dukun tersebut dia dapatkan dari Waropen ketike bertemu di sebuah pesta. Dan itu pun yang membuat dia berfikir bahwa waropen bisa jadi merupakan narasumber sekaligus dia dapat belajar bersamanya karena waropen ternyata seorang yang sangat cerdas dan tangkas , yang ia jelaskan lebih dalam pada paragraf kesepuluh.
           Paragraf sebeleas, saat Eben memulai mewawancarai waropen. Prosedur yang dilakukannya sama seperti saat dia mewawancarai 350 narasumber yang pernah ia tanyai mulai dari politisi, korban kekerasan hingga para aktivis. Dia akan membuat mereka tetap anonim untuk menjaga mereka dari resiko. Namun waropen dengan tegas menolak prosedur tersebut. Dia mempertanyakan apakah identitas narasumber itu tidak penting? Padahal sebuah penelitian akan lebih kuat bila mengutip sumber-sumber yang kredibel. 
            Eben pun tersadar bahwa dengan membuat mereka tetap anonim memang membuat mereka aman dari resiko, tapi saat ia menghapus identitas mereka itu sama halnya dengan tidak mengakui mereka sebagai intelektual publik seperti apa yang Waropen tuntut, pernyataan itu pun kemudian ia tulis pada paragraf duabelas.  
Terdapat kutipan untuk memperkuat pendapat Waropen yang ia cantumkan pada paragraf tigabelas yakni “sumber anonim dipandang sebagai rasa mencurigakan dan misteri oleh pembaca surat kabar dan majalah. Jurnalis dan editor biasanya menggunakan satu set pedoman ketat untuk menentukan kapan harus menggunakan sumber anonim” ( Boeyink 1990).
            Pada paragraf empatbelas,menjelaskan bahwa Waropen menganggap S. Eben merupakan salah satu seorang yang potensial yang dapat membantu menyelesaikan masalah ini dengan banyaknya data yang telah ia peroleh.
Pada paragraf lima belas  pun waropen menambahkan “jangan gunakan data yang anda punya sebagai bantal dan pergi tidur ketika saat anda kembali ke Amerika dan jangan hanya menggunakan ini sebagai jembatan untuk peluang profesional anda sendiri.”
            Pada paragraf berikutnya (mulai paragraf enam belas hingga delapan belas), waropen menyemangati S. Eben untuk meneliti lebih jauh fakta yang sebenarnya terjadi di papua tersebut .
Konflik yang terjadi antara aparat  polisi dan milisi papua pun diungkapkan  pada paragraf sembilan belas , konflik itu terjadi karena doktrin yang di buat oleh suatu pihak terhadap pihak lainnya melalui perusahaan BP (British Petroleum yang kemudian berganti nama menjadi Beyond Petroleum). Dan pada paragraf dua puluh menjelaskan bahwa S. Eben mengungkapan Isu kekerasan yang terjadi di proyek BP oleh para pejuang kemerdekaan (Papua double agen).
            Pada paragraf dua puluh satu, Eben menulis bahwa ia pernah diminta oleh seorang pembela HAM asal papua lainnya yakni John Rumbiak pada akhir mei 2003 untuk menghadiri pertemuan di markas besar BP di London dengan Dr Byron Grote, CFO dari perusahaan minyak raksasa tersebut.  Dan pada pargraf berikutnya (paragraf dua puluh dua  dan dua puluh tiga ) menjelaskan soal perjalanan Eben dalam menemukan kantor BP di London.
           Setelah itu paragraf dua puluh empat, menjelaskan tentang penemuan fakta baru soal keterlibatan polisi Indonesia atas kekerasan yang terjadi di sekitar perusahaan tersebut di Papua. Pasukan keamanan negara Indonesia membuat sekitar 80 persen dari pendapatan mereka dari konrak adalah untuk melindungi perusahaan. Dan agen rahasia di militer Indonesia memprovokasi kekerasan sampai perusahaan mengalah dan memberi mereka kontrak keamanan.
Paragraf dua puluh lima dan dua puluh enam S. Eben beragumen tentang fakta yang ia temukan dengan berfikir bahwa perusahaan tersebut dapat menjadi kekuatan untuk membantu menggulingkan  militer Indonesia di Papua Barat.
Kelebihan dari artikel ini adalah kita dapat mengetahui gambaran tentang masyarakat papua yang baik dan ramah terhadap orang orang yang datang kesana sehingga para pengunjungpun serasa menjadi orang yang di hormati dan di istimewakan.
Sayangnya kelemahan artikel dari S. Eben Kirksey yang berjudul “don’t use your data as a pillowa adalah kurangnya penjelasan secara detail tentang konflik konflik yang terjadi di papua barat pada saat itu.
Kesimpulan
Selama kesenjangan itu terjadi, maka akan semakin banyak konflik yang akan tetap membakar masyarakat di Papua. Apapun kebijakan yang dilakukan pemerintah tidak akan benar-benar memadamkan konflik yang terjadi. Justru sebaliknya, menurut saya masyarakat akan menilai kebijakan yang dilakukan pemerintah tersebut adalah sebagai akal-akalan mereka saja. penyebab konflik di Papua, OPM dan sejenisnya adalah sebagai  salah satu penyebab konflik itu sendiri .Tujuan mereka dalah menimbulkan kesan bagi pemerintah pusat dan daerah serta pihak internasional bahwa Papua selalu tidak aman karena adanya OPM, ini jelas-jelas bertujuan menggagalkan ide dan keinginan luhur orang asli Papua untuk berdialog atau berdiskusi dengan pemerintah Indonesia dalam waktu dekat. Selanjutnya banyaknya kasus kekerasan dan konflik yang ada di Papua menunjukkan  bahwa aparat kepolisian yang ada di Tanah Papua beserta jajaran Polres-nya di seluruh tanah papua tidak mampu mengungkapkan kasus-kasus kekerasan bersenjata yang terjadi di Papua tersebut. Di tambah lagi polisi di daerah ini susah sekali mendapatkan barang bukti yang bisa menjadi petunjuk penting dalam mengungkapkan sebab dan siapa pelaku dari setiap kasus tersebut.

Referensi  :
Artikel S. Eben Kirksey yang berjudul “don’t use your data as a pillow.”
Alwasilah, A.Chaedar. 2012. “Rekayasa Literasi.” Bandung: Kiblat Buku Utama
http://quraishshihab.blogdetik.com/2010/08/17/kemerdekaan-dan-kebebasan/

0 comments:

Post a Comment