Sunday, April 6, 2014

            Class review 8th
  
Saat mendengar kata Papua, opini umum yang sering terbersit dibenak ialah  tentang hutan lebat tak terjamah dengan penduduknya yang hitam dan telanjang. Suku-suku primitif yang asing dengan modernisasi layaknya “Indian”-nya Indonesia. Flash back tentang Howard Zinn dengan kisah Indian versinya, artikel “Don’t Use Your Data as A Pillow” Karangan S. Eben Kirksey seloah menggambarkan “Indian” lain di Asia dengan alur cerita yang berbeda. Lebih kompleks dengan latar belakang Hak Asasi Manusia yang ingin merdeka dengan sikap Nasionalis yang ingin menjaga keutuhan Tanah Air.
Provinsi Papua dan Papua barat saat ini memiliki sejarah panjang peperangan dan perebutan antara Indonesia dan Belanda sebelum masuk dalam bagian NKRI tahun 1969 di masa Soekarno dengan nama IRIAN JAYA. Proses perebutan Papua dari tangan Belanda dimulai pada tanggal 19 Desember 1961 oleh Ir. Soekarno (Presiden RI) dengan nama “Operasi TRIKORA”(TriKomando Rakyat) dengan Mayjen Soeharto sebagai panglimanya. Operasi ini memakan waktu dua tahun dan berakhir dengan persetujuan New York pada 15 Agustus 1962. Yang isinya penyerahan kekuasaan Papua Barat kepada Indonesia dan diadakannya Hak bagi penduduk Papua untuk memilih bergabung dengan Indonesia atau memisahkan diri. Hasil dari pilihan penduduk Papua adalah bergabung dengan Republik Indonesia, pada tahun 1969.
Papua Hari ini, masih tersisa gerakan-gerakan bawah tanah yang menginginkan kemerdekaan Papua dari Indonesia. Gerakan tersebut bernama OPM (Organisasi Papua Merdeka) yang mana telah banyak menimbulkan terror dan kerusakan dengan strategi gerilya mereka, bahkan sudah dibekali senjata sejak awal pergerakannya.
Awal mula dari tindakan kekerasan di Papua dimulai tahun 1965, saat dimana Papua sudah diserahkan pada Indonesia dan menunggu hasil pilihan rakyat Papua untuk bergabung dengan NKRI atau merdeka. Saat itu Pemerintah Indonesia membubarkan Dewan Papua dan melarang bendera Papua dan lagu kebangsaan Papua karna dianggap sebagai sebuah tindakan mengkhianati negara. Keputusan ini ditentang oleh banyak pihak di Papua, dan melahirkan  OPM pada 1965. Untuk meredam gerakan ini, dilaporkan bahwa pemerintah Indonesia melakukan berbagai tindakan pembunuhan, penahanan, penyiksaan, dan pemboman udara. Menurut Amnesty International, lebih dari 100.000 orang Papua telah tewas dalam kekerasan ini 
Dari reading activity di kelas, kelompok kami baru membahas dua kalimat beserta judul. Berikut ini hasil argumen dari setiap anggota kelompok :
“Don’t Use Your Data as a pillow”
Nurisah : jangan gunakan data hanya sebagai sandaran saja. Setelah selesai disimpan lagi.
Muklis : jangan gunakan data hanya ketika butuh saja. Setelah itu dilupakan.
Qois : jangan gunakan data seperti bantal, yang sampai kotor dan bau baru dicuci. Data yang       hanya digunakan dan di dalami saat ada orang yang butuh.
Fidri : jangan gunakan data seenaknya saja.
Iqbal : jangan gunakan data tampa diamalkan.
            Untuk kalimat pertama, hasil diskusi kami yakni :
Muklis : penulis memulai dengan menceritakan pengalaman pribadinya.
Qois : posisi penulis sedang merayakan pesta perpisahannnya.
Nurisah : ini adalah bentuk adat istiadat penyambutan dan pelepasan di papua.
Iqbal : penulis memulai dengan alur maju sebelum mundur kembali untuk membahas kejadian-kejadian di papua.
Fidri : perayaannya menunjukan bahwa Kirksey adalah orang penting.
            Diskusi selanjutnya menarik kesimpulan dari setiap paragraph berdasarkan pendapat masing-masing anggota.
·         Paragraph satu, pesta perpisahan yang diadakan untuk Kirksey sebelum beliau pulang pada bulan Mei 2003 untuk menuliskan hasil penelitiannya.
·         Paragraph dua, asal mula kedatangan S. Eben Kirksey adalah untuk meneliti El Nino yang menyebabkan kekeringan. Namun saat itu turun hujan dan kekeringan bukan tema yang tepat untuk dibicarakan. Pada tahun tersebut adalah masa stabilisasi setelah penggulingan Soeharto. Tema kemerdekaan mencuat diamana-mana. Tema Kemerdekaanlah yang memancing gerakan pemberontakan di Aceh, Papua Barat, dan Timor Timur.
·         Paragraph tiga. Kirksey menjadi saksi mata atas kekejaman Militer Indonesia. Banyak terjadi konflik dan pembunuhan dalam rangka pemberantasan gerakan pemberontakan yang pro-kemerdekaan Papua. Penigkatan kekuatan militer di Papua hingga 1:24.
Dari artikel ini, Kirksey mencoba menyammpaikan amanat yang ia terima dari Waropean agar tidak hanya menggunnakan data yang beliau kumpulkan sebagai data saja, data yang menjembatani Kirksey mendapatkan gelar pendidikannya. Tapi ia inginn agar data ini sampai ke dunia global, dimana setiap pembaca mengetahui, mendalami hingga mengambil sikap dari data yang beliau sajikan. Tak ubahnya seperti Howard Zinn yang mengambarkan Indian sebagai kaum yang demi kepentingan suatu golongan mesti dibumihanguskan. Kirksey juga menggambarkan Indonesia yang dengan alasan menjaga persatuan dan kesatuan NKRI tega melakukan kekerasan dan pembunuhan missal.
Namun dilema kemerdekaan ini semakin terasa mengingat perjuangan perebutan Papua Barat dari genggaman Belanda. Presiden Soekarno telah mengorbankan kekuatan militer yang besar demi merebut Papua, Melobi Negara-negara barat agar setidaknya tidak ikut campur dalam permasalan ini, membeli alutista dengan kuantitas yang begitu besar hingga saat itu Indonesia mengklaim memliki armada udara terkuat di asia tenggara. Belum lagi operasi amphibi yang melibatkan 16.000 prajurit dan 100 kapal perang yang merupakan operasi amphibi terbesar sepanjang sejarah militer Indonesia. Haruskah semua pengorbanan itu lepas begitu saja?
Konflik ini terjadi antara dua kubu, kubu yang Mengatasnamakan Hak Asasi Manusia untuk merdeka, dan kubu yang mengatasnamakan Nasionalisme demi menjaga keutuhan tanah air. Mengenai mana yang lebih penting dan mana yang perlu didukung, saya belum bisa menunjuk salah satunya. Perlu pendalaman lebih sebelum mampu memilih dan bersikap pro atau kontra.
Ada sedikit gap antara data dari Kirksey dan dari berita-berita di Indonesia. Dalam artikelnya, kirksey menyebutkan bahwa militer Indonesia seolah mendukung dan mempersenjatai OPM guna menyerang aparat kepolisisan, lalu militer menjadikan alasan penyerangan tersebut untuk melancarkan operasi penyisiran dan penumpasan guna meredam aksi kekerasan anggota OPM. Masuk akal apabila tindakan tersebut adalah bagian dari taktik militer guna meredam pergerakan pro-kemerdekaan Papua, dan berita tersebut tak tersiar di berita-berita dalam negeri.
            Dalam dunia perang, muslihat seperti itu sudah dianggap suatu strategi penting. Dan mengenai warga sipil yang menjadi korban, dalam setiap kancah peperangan dan pemberontakan diseluruh dunia, warga sipil lah yang paling dirugikan dan paling menderita. Kembali pada kesimpulan sebelumnya, konflik ini dilatarbelakangi dua alasan yang sama-sama crusial, yakni HAM dan Nasionalisme. Setiap kubu akan membenarkan tindakannya demi mencapai tujuan.
            Lain lagi dari kubu Indonesia. OPM diberitakan melakukan perusakan-perusakan, penyandraan dan pembunuhan yang memaksa militer bertindak keras. Contohnya perusakan pipa-pipa minyak dan gas milik perusahaan British Petroleum dan penyandraan terhadap karyawannya. Kerugian yang diakibatkan tidaklah kecil, sehingga mau tidak mau British petroleum (BP) meminta bantuan militer guna menjaga properti mereka dari pengrusakan OPM. Bagian ini pula yang menurut Kirksey dijadikan dalih oleh militer bertindak keras dengan alasan menjaga kontrak keamanan dengan BP.
            Dalam artikelnya hingga paragraph dua puluh enam, Kirksey hanya menjelaskan tentang BP sebagai industry minyak dan gas yang ikut terlibat dalam konflik tersebut. Sebenarnya ada industry lain yang juga mengalami pahitnya masa konflik tersebut. Sebuah industry tambang emas yang aktif sejak 1960, Pt. Freeport. Industry ini juga mengalami kerugian akibat perusakan pipa gas dan emas mereka serta penyandraan terhadap para pekerjanya.
            Kesimpulanya, dari penjelasan diatas konflik yang terjadi menjadi kompleks mengingat landasan keduanya sama-sama kuat. Sehingga untuk menyalahkan dan mendukung suatu pihak mesti memahami secara mendalam masalah yang sebenarnya. Hingga saat ini, bila situasi konflik tersebut tetap memanas maka Papua ibarat bom waktu yang akan menimbulkan petaka besar bagi NKRI.
Referensi :
Wikipedia/OPM. Diakses pada tanggal 5 april

Wikipedia/Trikora. Diakses pada tanggal 5 april

0 comments:

Post a Comment