Tuesday, April 29, 2014

10:58 AM
 Proyek BP, pemanipulasi Sistem kesejahtaraan

Pengungkapan terkait misteri papua dan hubungannya dengan BP dalam artikel Eben kirskey, “Dont Use Your Data as a pillow”, akan mengawali penjelajahan ihwal misteri ini. Sebelumnya telah dibahas mengenai bagaimana seorang Eben Kirskey dituntut oleh telys waropen dan sebagian besar orang papua lainnya untuk profesional dalam Bertindak. Dengan kata lain, Waropen berharap data penelitian yang diperoleh Eben tersebut tidak hanya untuk keperluan pribadinya saja dalam rangka meraih gelar Thesis, melainkan harus dipublikasikan ke ranah Publik, sehingga mampu mengungkap fakta yang sebenarnya mengenai kasus di Papua, bahkan mampu membebaskan papua dari tragedi misteri negrinya.
Pada akhir mei 2003 Eben Kirskey, bertemu dengan John Rumbiak, seorang pembela Hak Asasi Manusia. Rumbiak meminta si Eben untuk menghadiri pertemuan dengan Dr Byron Grote, Chief financial BP, di markas BP di London. Rumbiak berbicara ihwal bagaimana kebijakan BP mempengaruhi iklim HAM di Papua. Kemudian mengenai Rumbiak yang meminta Eben untuk memperlihatkan penemuannya (data penelitian) terkait masalah kekerasan milisi di Wasior. Penemuan atau data penelitian Eben ini diharapkan untuk mampu menjadi saksi dan bukti kuat yang dapat dipertanggungjawabkan validitasnya.
Mereka berdua (Eben dan Rumbiak) pergi ke markas BP, dan Sesampainya disana, mereka bertemu dengan Dr Grote dan John O’Reilly. O’reilly merupakan Vice Presiden BP Indonesia yang sebelumnya bekerja untuk BP Kolombia, juga bersama dengan Dr Grote. Perusahaan BP disinyalir terlibat dalam kasus kontroversi terkait kematian para anggota militer Indonesia.
Pada sesi dialog tersebut, Dr Grote membuat suasana perbincangannya menjadi off the record atau perbincangan rahasia. Jawaban rumbiak mengenai hal tersebut adalah, bahwa orang-orang papua ketika ia bertemu dengan Grote, mereka ingin mengetahui apa yang kita bicarakan. Sehingga dalam momen tersebut, rumbiak disajikan suatu momen yang jelas mengenai statement ihwal keterlibatan BP yang menghasut kekerasan di Wasior. Pada sisi lain, Pasukan keamanan Indonesia menjadikan sekitar 80 persen pendapatan mereka untuk melindungi perusahaan dari kebijakan BP yang menguntungkan.
Eben menceritakan ihwal wawancaranya dengan milisi papua yang hidupnya dalam ketakutan karena ia mengaku telah membunuh polisi indonesia dengan bantuan agen militer Indonesia. Polisi indonesia pun menggunakan insiden ini sebagai operasi penyisiran dan penumpasan, sehingga baik para polisi atau pun militer, mereka menginginkan perlindungan dari BP.
Selanjutnya O’reilly merasa ketakutan dan menyangka jika para militer yang membunuh polisi merencanakan penyerangan bertepatan dengan kedatangan Eben dan John rumbiak ini.  Namun hal tersebut langsung disangkal oleh Eben. Menurtnya, penyerangan dilakukan pada minggu yang sama saat Kedatangannya. hal tersebut dibuktikan dengan dikirimnya surat dari militer indonesia tentang rencana penyerangannya. Kemudian hal yang patut dipertanyakan adalah mengapa militer Indonesia merencanakan penyerangan tersebut? Kemungkinnya adalah mereka ingin melakukan teror agar mendapat JAPREM (Jatah Preman). O’reilly tidak cukup PD untuk mendekati pemerintah Indonesia dari fakta kasus ini mengingat hal ini berhubungan dengan militer dan polisi Indonesia.
Sementara itu BP pusat menyatakan bahwa Perusahaan berniat untuk membatalkan perjanjiannya untuk tidak menggunakan kekuatan pengamanan Indonesia, hal ini dikarenakan para militer dan polisi hanya akan membuat kerusuhan saja.
Menurut Rumbiak, militer dan polisi Indonesia sering berada dalam kompetisi yang sengit karena mereka berada dalam cabang yang berbeda. Dalam hal ini, Rumbiak ingin menggunakan pengaruh Eben (data) dengan pemerintah Indonesia agar dapat memastikan pelaku kejahatan di wasior dapat segera dituntut. Rumbiak meminta Eben untuk mempublikasikan penemuannya di Wasior.
Kemudian mengenai proses pengeditan berita di London, Grimston, Editor surat Kabar meminta nama milisi papua yang membunuh polisi untuk dicantumkan. Namun Eben menolaknya dengan alasan hal itu akan membahayakan nyawa para milisi papua.
Lebih dari 3 hari Eben dan Grimston (Asisten Editor) mencoba memperjelas hubungan BP Dengan Kolaboratornya. BP telah membuat kesal para aktivis HAM sehingga melibatkan mereka dengan para pasukan keamanan brutal indonesia dalam upaya melindungi skema produksi gas sekitar 28.000.000.000 poundsterling. Perusahaan menuduh aktivis HAM telah melampaui batas karena telah mengambil alih tugas mereka. Barnabas Mawen, nama samaran dari salah satu kelompok yang membunuh polisi mengatakan kepada The Sunday time bahwa agen militer Indonesia telah mensuplai dana, peluru dan makanan sebelum serangan dilakukan.
Banyak orang papua yang percaya bahwa BP adalah sekutu mereka, karena ketika Kongress 2000, delegasi papua yang menghadiri pada saat itu menuntut kemerdekaan. Mereka mengaku mendapat dana dari BP untuk akomodasi transportasi dan lain-lain. Artinya BP mendukung kemerdekaan Papua. Akan tetapi sekarang kenyataannya berbanding terbalik.
Dalam wawancaranya di radio, Eben berusaha untuk merangkum bukti-bukti  bahwa agen militer Indonesia telah memprovokasi kejahatan dekat dengan tempat proyek BP. Juga merekam ulang bagaimana BP telah mengingkari janjinya untuk tidak melakukan kerja sama lagi dengan pasukan keamanan Indonesia. Tapi Viktor Kaisepo, seorang aktifis kemerdekaan papua mengaggap BP sebagai program berkelanjutan untuk mengembangkan masayarakat papua. Tapi dalam hal ini Eben tatap bersikeras bahwa orang papua berseberangan dengan BP. Hingga akhirnya Kaisepo mengirim e-mail kepada Eben yang intinya adalah mengajak Eben bekerja sama untuk menghentikan provokasi kejahatan. Namun disisi lain juga Kaisepo tetap mendukung kelanjutan proyek BP. Jadi bagaimana peran BP?
Kesan awal ketika BP sepenuhnya dibangun untuk kesejahteraan bagi warga Papua, mengalirkan uang ke masyarakat sekitar, dan mempekerjakan mereka semua. Perusahaan tersebut menjanjikan warga Papua rumah yang lebih baik, pekerjaan jangka panjang dan perlindungan lingkungan penuh ketika pertama kali membangun pabrik raksasa untuk mengekstrak 14 triliun meter kubik gas. Ketergantungan Rakyat papua pada BP ini sangat tinggi. Akan ada masalah ketika pekerjaan berakhir. Akan ada degradasi ekonomi dan psikologis.

Hal tersebut nyata saja terjadi. Ketika proyek BP semakin meningkat dan berkembang, dan orang-orang luar papua (Pendatang) telah membanjiri daerah, maka konflik antara masyarakat lokal dan pendatang sudah mulai. Para migran [dari seluruh Indonesia] telah datang ke daerah tersebut untuk mencari pekerjaan, dan tempat tinggal. Ada sekitar 1.500 jiwa di desa Babo dan 1.200 jiwa di Bintuni dan Mereka adalah mayoritas sekarang di semua desa.

0 comments:

Post a Comment