Saturday, February 22, 2014

Lezatnya Bumbu-Bumbu Literasi

            Pertemuan yang bernuansakan bau-bau sedap dalam paduan literasi pada tanggal 17 Februari 2014 membuat saya semakin terlena akan kelezatannya. Bumbu-bumbu yang selalu bertubi-tubi tertaburi di atas olahan-olahan literasi semakin membuat orang tergila-gila padanya. Sungguh hal itu merupakan gambaran dari belajar membaca dan menulis.
            Kemampuan berfikir kritis adalah salah satu bumbu-bumbu sedap literasi. Dalam berliterasi seeorang tidak hanya mahir dalam membaca dan menulis, melainkan juga mahir dalam penggunaan bahasa secara fasih, efektif, dan kritis. Berbicara dan menulis adalah tindakan literasi dan merupakan keputusan politik. Pengajaran bahasa, dengan demikian, harus mengajarkan keterampilan berfikir kritis.
            Dalam berliterasi banyak hal yang dilakukan untuk suatu peradaban yang lebih terjamin pendidikannya dan juga warga negaranya pun menjadi masyarakat yang demokratis. Hal-hal itu adalah berliterasi dalam hal sosial, politik, pendidikan, ekonomi,dan psikologi. Yang mana kesemuanya itu Nampak dalam praktek-prakteknya diantaranya adalah dalam hal praktek kesejahteraannya, keamanannya, kenyamanannya, dan lain sebagainya.
            Menurut Michael Barber, pada abad 21, standar kelas dunia akan mendesak setiap orang adalah teramat literat, teramat ahli matematika, informasinya baik, cakap belajar secara terus-menerus, percaya diri, dan cakap dalam melaksanakan bagiannya sebagai warga negara masyarakat yang demokratis.
             Bagian-bagian appetizer pada Akademik Writing yaitu: a) kohesi, perpindahan atau arusan yang lembut di antara kalimat-kalimat dan paragap-paragap. b) kejelasan, maksud apa yang kamu ingin komunikasikan itu benar-benar jelas. c) logical order, merujuk pada informasi pesan yang masuk akal. Dalam akademik writing, si penulis cenderung memindahkan dari yang umum kepada hal yang khusus. d) konsistens, konsistens merujuk pada kesatuan gaya menulis. e) kesatuan, sederhananya, kesatuan merujuk pada perkecualian informasi yang mana tidak secara langsung menghubungkan pada topic yang didiskusikan dalam sebuah paragap yang diberikan. f) keringkasan, keringkasan adalah kehematan penggunaan kata-kata. Penulisan yang bagus secara cepat mendapatkan poin-poinnya dan mengeliminasikan kata-kata yang tidak dibutuhkan serta tidak membutuhkan pengulangan-pengulangan. Pengecualian informasi yang tidak dibutuhkan mempromosikan kesatuan dan kohesi. g) kesempurnaan, sementara pengulangan dan informasi yang tidak dibutuhkan mesti dieliminasi, penulis sebaiknya menyediakan informasi yang perlu pada sebuah topic yang diberikan. Contohnya, dalam sebuah definisi cacar ayam, pembaca akan berharap belajar bahwa hal ini terutama sekali penyakitnya anak-anak yang dicirikan dengan rasa gatal. h) variety, keragaman membantu pembaca dengan menambahkan beberapa bumbu pada teks. Dan i) formalitas, Akademik Writing adalah formal dalam bunyi. Hal ini maknanya bahwa kosa kata yang tidak sederhana dan struktur grammer yang digunakan. Selain itu juga, penggunaan kata ganti orang seperti “I” dan singkatan-singkatan itu dihindari.
            Satu hal lagi mengenai appetizer yaitu evaluasi yang kritis, diantara evaluasi-evaluasi itu adalah: 1) tipe audien apa yang ditargetkan oleh penulis untuk artikelnya? 2) apa klaim-klaim yang pusat dalam argument si penulis? 3) fakta apa yang menyokong poin-poin yang penulis buat? 4) apakah si penulis membuat klaim-klaim lain yang mana tidak disokong oleh fakta? 5) apakah menurutmu faktanya cukup untuk sebuah artikel dalam sebuah buku teks akademik? 6) apakah si penulis menggunakan kata-kata yang berhubungan dengan perasaan atau pernyataan-perntaan lain? Keenam evaluasi secara kritis ini pun masuk dalam kategori bumbu-bumbu pelezat makanan literasi. Tanpa adanya evaluasi maka akan mengakibatkan kurangnya kekritisan si pembaca (yang memakan teks literasi).
            Key Hyland mengatakan tentang literasi adalah sesuatu yang kita lakukan, literasi pun sebagai aktivitas yang ditempatkan dalam interaksi-interakasi di antara masyarakat. Bahkan akademik literasi menekankan bahwa cara-cara kita menggunakan bahasa, merujuk pada sebagai praktek-praktek literasi, yang mana dipola oleh lembaga social dan hubungan-hubungan yang kuat. Jadi maknanya keberhasilan akademik adalah mempresentasikan dirimu dalam sebuah jalan yang dinilai oleh kedisiplinanmu, pengadopsian nilai-nilai, kepercayaan-kepercayaan, dan identitas-identitas yang mana wacana akademik kandung.  
Literasi adalah praktik kultural yang berkaitan dengan persoalan sosial politik. Definisi baru literasi terus menjamur sesuai dengan tuntutan “zaman edan” sehingga tuntutan mengenai perubahan pengajaran pun tidak bisa dihindari. Perubahan kurikulum-kurikulum setiap tahunnya menandakan adanya kebutuhan untuk merubah teknik pengajaran dan metode dalam pengajarannya pula. Jadi memang harus selalu mengikuti arus zaman, supaya tidak terlihat bahala dan tua.
Model literasi ala Freebody and Luke (2003): breaking the codes of texts; participating in the meanings of text; using texts functionally; critically analysing and transforming texts. Prof. A.Chaedar Alwasilah meringkas lima ayat di atas menjadi: memahami, melibati, menggunakan, menganalisis, mentransformasi. Itulah hakikat dari ber-literasi secara kritis dalam masyarakat demokratis.
Rujukan literasi terus berevolusi, sedangkan rujukan linguistik relatif konstan. Studi literasi tumpang tindih dengan objek studi budaya dengan dimensinya yang luas. Pendidikan yang berkualitas tinggi pasti menghasilkan literasi berkualitas tinggi pula, dan juga sebaliknya akan menghasilkan literasi berkualitas rendah. Reading, writing, arithmetic, and reasoning adalah modal hidup untuk selalu menghadapi tantangan-tantangan sepanjang masa.
Orang multiliterat mampu berinteraksi dalam berbagai situasi. Masyrakat yang tidak literat tidak mampu memahami bagaimana hegemoni itu diwacanakan lewat media masa. Pengajaran bahasa harus mengajarkan keterampilan berpikir kritis agar melahirkan masyarakat yang demokratis. Ujung tombak pendidikan literasi adalah guru dengan fitur: komitmen profesional, komitmen etis, strategi analitis dan reflektif, efikasi diri, pengetahuan bidang studi, dan keterampilan literasi dan numerasi.
Rekayasa literasi adalah upaya yang disengaja dan sistematis untuk menjadikan manusia terdidik dan berbudaya lewat penguasaan bahasa secara optimal.  Penguasaan bahasa adalah pintu masuk menuju ke pendidikan dan pembudayaan. Empat dimensi rekayasa literasi: linguistik, kognitif, sosiokultural, dan perkembangan. Rekayasa literasi sama halnya merekayasa pengajaran membaca dan menulis dalam empat dimensi tersebut. Jadi orang literat tidak sekedar berbaca-tulis tapi juga terdidik dan mengenal sastra.
Jadi dapat saya simpulkan bahwa bumbu-bumbu rekayasa literasi semakin jauh semakin tercium bau sedap dan lezatnya. Dimulai dari merekayasa strategi pendekatannya, setrategi pemahamannya, strategi bacanya, dan lain sebagainya. Bila pada Writing yang direkayasanya adalah yang berkaitan dengan meaning dan formationnya. Yang terakhir, jadi memang ujung tombak pendidikan literasi adalah guru dengan komitmen profesionalnya, komitmen etisnya, strategi analitis dan reflektifnya, efikasi dirinya, pengetahuan bidang studinya, dan keterampilan literasi dan numerasinya. Thank you.






0 comments:

Post a Comment